PKB Setuju Revisi UU Pemilu Tanpa Ubah Jadwal Pilkada

Selasa, 23 Februari 2021 – 19:45 WIB
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Luqman Hakim. Foto: dok Luqman Hakim

jpnn.com, JAKARTA - Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) melalui Wakil Ketua komisi II DPR RI Fraksi PKB Luqman Hakim setuju untuk melakukan revisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Namun, revisi itu tidak mengubah jadwal pelaksanaan Pilkada yang tetap digelar 2024 bersama pemilu nasional.

BACA JUGA: Kapolri: Tersangka Kasus ITE yang Meminta Maaf tak Perlu Ditahan

PKB menilai, UU No. 10 tahun 2016 tentang Pilkada belum perlu direvisi karena belum dijalankan sepenuhnya.

Luqman Hakim mengatakan, pelaksanaan Pilkada serentak November 2024 dalam UU Pilkada belum dijalankan. Sementara UU Pemilu telah dilaksanakan 100 persen pada Pemilu 2019.

BACA JUGA: Bandar Narkoba Sejak jadi Anggota DPRD, Rekan: Saya Tahunya Juragan Tenda

Oleh karena itu, PKB bersedia jika UU Pemilu direvisi untuk evaluasi aturan yang ada.

"Untuk UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, sejak awal PKB pada posisi menginginkan revisi guna memperbaiki berbagai aturan pemilu yang tertuang dalam UU ini," kata Luqman kepada wartawan, Selasa (23/2).

BACA JUGA: PKB: Syaikhona Cholil dan KH Bisri Syansuri Layak Mendapat Gelar Pahlawan Nasional

Namun demikian, menurut Luqman dari aspek pembentukan undang-undang revisi ini baru bisa berjalan jika ada kesediaan pemerintah dan DPR untuk sama-sama membahas.

PKB siap membahas revisi UU Pemilu tersebut sama seperti PDIP, tetapi pemerintah tidak bersedia revisi UU Pemilu karena konsentrasi mengatasi pandemi.

"Namun, jika saat ini pemerintah sudah memiliki cukup kesempatan dan kesediaan untuk bersama DPR membahas revisi UU Pemilu, PKB tentu sangat gembira dan sangat siap menuntaskan pembahasan UU ini bersama fraksi-fraksi lain di DPR," kata Luqman.

PKB mencatat setidaknya ada 9 hal yang harus direvisi pada UU Pemilu.

Pertama beban tugas penyelenggara Pemilu. Kedua, praktik politik uang yang semakin masif. PKB menilai penegakan hukum pemilu tidak tegas dan efektif.

Ketiga, Pemilu 2019 dinilai gagal mencapai tujuan memperkuat sistem presidensial dan penyederhanaan partai politik.

"Manuver Presiden Joko Widodo mengajak kubu Prabowo ke koalisi pemerintah untuk membangun efektivitas pemerintahan yang gagal dihasilkan Pemilu," jelas Luqman.

Lebih lanjut menurut Luqman, hal yang harus diperbaiki dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tersebut adalah afirmasi terhadap keterlibatan perempuan dalam proses pemilu yang tidak diatur dalam undang-undang tersebut.

Pria yang menggantikan Yaqut Cholil ini juga menilai, UU Pemilu harus mengatur kewajiban domisili caleg di daerah pemilihan.

Hal itu akan berakibat pada putusnya hubungan antara anggota DPR dengan rakyat di daerah pemilihan.

Selanjutnya hal yang perlu dibahas dalam revisi UU Pemilu menurut Luqman ialah aturan pemilu yang belum memberi jaminan adanya persamaan beban pelayanan anggota DPR kepada rakyat yang diwakili secara berimbang.

"Aturan pembentukan daerah pemilihan, tidak mewajibkan adanya keadilan representasi kursi DPR berdasarkan jumlah penduduk yang diwakili," jelas Luqman.

Anggota DPR dari Dapil Jawa Tengah VI ini juga menjelaskan aturan terkait subsidi alat peraga kampanye juga perlu direvisi lantaran dinilai menghabiskan anggaran negara.

Selain itu, hal yang perlu direvisi dari UU Pemilu No 7 Tahun 2017 adalah evaluasi penggunaan sistem Pemilu proporsional terbuka dan memberi ruang terhadap kemajuan teknologi dalam pelaksanaan Pemilu. 

"Masih ada dua masalah penting yang harus dibahas dalam revisi UU Pemilu, yakni masalah ambang batas parlemen dan ambang batas pencalonan presiden," terang Luqman.(mcr8/JPNN)

Yuk, Simak Juga Video ini!

BACA ARTIKEL LAINNYA... Permohonan Sengketa Pilkada Boltim Ditolak MK, Ini Tanggapan Suhendro Boroma


Redaktur & Reporter : Kenny Kurnia Putra

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler