Koalisi itu terdiri dari Imparsial, KontraS, YLBHI, Elsam, LBH Masyarakat, IDSPS, AJI Indonesia, Lesperssi, HRWF, The Ridep Institute, ICW, Infid, LBH Jakarta, LBH Pers dan Setara Institue. Direktur Program Imparsial, Al Araf, mengatakan, RUU Kamnas mengancam kehidupan demokrasi dan kebebasan masyarakat sipil di Indonesia.
"Kami berharap besok dan seterusnya PKS konsisten mengembalikan dan meminta pemerintah merombak total dan mengevaluasi menyeluruh," kata Al Araf saat bersama koalisi beraudiensi dengan Fraksi PKS di DPR, Senin (22/10). Mereka diterima pimpinan Fraksi PKS di DPR, Mustafa Kamal dan Al Muzamil Yusuf.
Al Araf menegaskan, RUU ini memiliki persoalan serius. Setidaknya, kata dia, ada 25 pasal bermasalah dalam RUU Kamnas yang mengancam kebebasan dan demokrasi. "RUU ini sangat tidak layak dan sudah sepantasnya dikembalikan ke pemerintah," desak dia.
Batara Ibnu Reza dari Imparsial menambahkan, tidak ada perubahan substantif yang diubah pemerintah dalam RUU Kamnas yang baru diserahkan pemerintah ke DPR pekan lalu. Menurutnya, saran DPR ke pemerintah untuk merevisi RUU Kamnas justru diabaikan.
"Tidak ada perubahan signifikan. Ini sinkronisasi UU Intelijen negara dan Penanganan Konflik Sosial," kata Batara.
Mengacu RUU Kamnas versi 11 September 2011 (penyesuaian UU nomor 17 tahun 2011 tentang Intelijen Negara dan UU nomor 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial), Koalisi mencatat ada beberapa hal penting. Antara lain, ancaman multitafsir, represif dan bersifat subversif di dalam pasal 16 junto pasal 17 beserta penjelasannya.
Kemudian soal penangkapan yang tercantum dalam pasal 15 huruf e junto pasal 20. Penyadapan yang diatur pasal 51 huruf e junto pasal 20, serta pengertian kamnas dan ruang lingkup Kamnas pasal 1 ayat (1) yang mengadopsi UU Intelijen Negara. "Draft RUU Keamanan Nasional yang diserahkan pemerintah kepada parlemen masih mengandung nuansa sekuritisasi," kata Al Araf.
Al Muzamil Yusuf dari FPKS menyatakan, pihaknya melihat RUU Kamnas ini dari dua sisi, yakni prosedural dan substansi. Ia menyatakan, secara prosedural pemerintah dan DPR boleh mengajukan RUU. Namun DPR, katanya, bisa menolak atau menerima RUU itu harus dalam sidang rapat pembahasan. "Bukan di media massa," katanya.
Dia menambahkan, besok siang pemerintah akan menyampaikan penjelasan mengenai draft RUU Kamnas yang diminta DPR untuk direvisi. "Keputusan resmi baru pada sidang yang akan datang. Sikap kami baru akan kami sampaikan pada pembahasan," kata Muzamil.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gugat ke MK, Minta Parpol Lokal Boleh Ikut Pemilu
Redaktur : Tim Redaksi