PKS Masih Ogah Bertemu Jokowi, Ini Alasannya

Rabu, 16 Oktober 2019 – 18:41 WIB
Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera di Jakarta Pusat, Sabtu (27/7). Aristo Setiawan/jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sudah mantap memilih berada di luar pemerintahan alias menjadi oposisi bagi Presiden Joko Widodo (Jokowi). Tak sekadar beroposisi, PKS baru mau bertemu Jokowi setelah kembali dilantik sebagai Presiden RI 2019-2024 pada Minggu depan (20/10).

Menurut Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKS Mardani Ali Sera, parpol berlambang bulan sabit kembar itu akan menemui Presiden Jokowi setelah kabinet baru terbentuk. “Saya sudah bilang bahwa PKS akan ke Pak Jokowi tetapi sesudah pengumuman kabinet dalam rangka silaturahmi,” kata Mardani di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (16/10).

BACA JUGA: Pak Moeldoko Akui Presiden Jokowi Sedang Puyeng Hadapi Banyak Pihak

Mardani mengatakan, bagaimanapun PKS punya semangat yang sama dengan parpol lain dalam membangun Indonesia. Pencetus tagar #2019GantiPresiden itu menegaskan, justru tidak etis jika PKS bertemu Jokowi sebelum kabinet baru terbentuk.

“Kalau kami datang ke Pak Jokowi sekarang itu tidak sesuai dengan etika dan logika demokrasi. Jadi, biarkan  PKS mencoba mencintai negeri ini dengan menjalankan demokrasi yang punya kekuatan penyeimbang,”  ungkapnya.

BACA JUGA: PKS: Sebaiknya Jokowi Memuaskan Partai Pendukungnya

Meski demikian Mardani mengakui bahwa sistem ketatanegaraan di Indonesia tidak mengenal istilah oposisi. Namun, katanya, dalam demokrasi selalu ada kekuatan penyeimbang.

“Mau dibilang di luar pemerintahan, tetapi akan sangat baik  pemerintahan yang kuat memerlukan oposisi yang kuat,” katanya.

Mardani mengatakan, belum tentu parpol yang sudah bertemu dengan Presiden Jokowi akan bergabung dengan koalisi pendukung pemerintah. Dia memprediksi akan ada parpol dari kubu koalisi maupun oposisi yang kecewa karena target menempatkan sejumlah kader mereka di kabinet tak sepenuhnya tercapai.

“Buat  saya ini bukan satu contoh yang baik yang layak dikenang oleh anak cucu kita. Anak cucu kita semestinya dapat menggambarkan 2019 ini pertarungan politik yang elegan,  gentleman,  penuh dengan kesatria,” paparnya.

Terpisah, anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu menyebut langkah PKS untuk bertemu presiden setelah kabinet baru terbentuk sangat bagus buat demokrasi. Menurutnya, PDIP tak akan memaksa semua partai ikut mendukung pemerintahan Presiden Jokowi.

“Buat kami bukan hanya semua melulu dalam pemerintahan,  tetap harus ada yang di luar. Kalau bisa bareng-bareng ya monggo, tetapi kan juga tidak bisa memaksakan kalau itu harus semua bersama,” papar Masinton.

Menurut Masinton, PDIP juga pernah memilih berada di luar pemerintahan saat kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2004-2009 dan 2009-2014. Kalau kami memang berpandangan bahwa apa pun negara ini nggak bisa dikerjakan sendiri-sendiri lagi, tidak ada prinsip yang menang semua,” katanya.

Hanya saja, partai-partai yang tak mendukung Jokowi di Pilpres 2019 memang tak serta-merta bisa ditinggalkan. Alasannya, harus ada semangat rekonsiliasi.

“Karena di situlah politik itu bagian dari melakukan rekonsiliasi bangsa ini. Rekonsiliasi yang terus-menerus serta bagian dari proses pendidikan politik bahwa berbeda itu tidak selamanya, tidak harus berpisah,”  ujarnya.(boy/jpnn) 


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler