BONTANG – PLN Area Bontang mulai menguji coba penggunaan biodiesel sebagai energi penghasil tenaga listrik. Uji coba ini dilakukan sebagai bentuk awal sebelum nantinya menerapkan bahan bakar biofuel untuk bahan bakar di pembangkit PLN. Hal ini didasari keinginan PLN dalam melakukan efisiensi dan mengurangi subsidi seminimal mungkin.
“Secara nasional subsidi untuk PLN di 2013 ini diharapkan dapat ditekan sebanyak 14 persen. Dalam mencapai tujuan tersebut, dilakukan melalui dua cara. Yaitu peningkatan tarif dan efisiensi energi primer yang selama ini digunakan untuk menghasilkan listrik. Nah, uji coba biodiesel ini merupakan bagian dari efisiensi energi primer tersebut,” ujar Manajer PLN Area Bontang, Mujiono seperti dilansir Bontang Post (JPNN Grup), Jumat (11/1).
Bahan bakar biofuel ini diujicobakan di salah satu pembangkit di PLTDMG di Kanaan, Bontang. Yaitu pembangkit cumins unit 2 dengan kapasitas 600 MegaWatt (MW). Uji coba penggunaan biodiesel ini dilakukan secara bertahap. Dengan penggunaan biofuel dimulai dari 20 persen hingga 50 persen. Namun, atas rekomendari dari pihak vendor, saat ini biofuel yang diujicobakan hanya 20 persen saja. Hal ini dilakukan sebagai antisipasi pada kegagalan pembangkit akibat sifat dasar biofuel.
“Mesin yang kami gunakan adalah mesin lama yang kemungkinan besar terdapat kerak-kerak pada bagian dalamnya. Takutnya biofuel tersebut dapat mengikis kerak yang bisa langsung mematikan mesin,” jelas Mujiono.
Disebutkan Mujiono, untuk mesin pembangkit lama memang tidak bisa sepenuhnya digunakan biodiesel. Perlu dilakukan pencampuran dengan solar dengan rasio yang dilakukan secara bertahap. Penggunaan 100 persen biodiesel baru bisa dilakukan apabila mesin pembangkit yang digunakan adalah mesin yang benar-benar baru.
Rencananya, setelah uji coba selesai dilakukan, biodiesel ini akan diterapkan pada pembangkit PLN Area Bontang di Kantor Pelayanan Muara Wahau, Kutai Timur. Nantinya, PLN Area Bontang akan menjadikan pembangkit di Muara Wahau sebagai prototype pembangkit biodiesel. Pemilihan Muara Wahau bukan tanpa alasan. Pasalnya, lokasi tersebut dianggap dekat dengan perkebunan kelapa sawit yang menjadi bahan dasar untuk biofuel.
“Memang sengaja kami tentukan di Muara Wahau karena lokasinya yang strategis, dekat dengan perkebunan kelapa sawit. Karena dari direksi PLN memang menginginkan untuk setiap unit PLN memanfaatkan kearifan lokal. Yaitu dengan memberdayakan potensi-potensi energi primer lokal di daerah masing-masing. Nah, kebetulan di Bontang ini ada potensi kelapa sawit, maka diputuskanlah Bontang untuk menerapkan biodiesel tersebut,” urai Mujiono.
Bahan bakar biofuel yang saat ini digunakan dalam uji coba tersebut adalah CPO (Crude Palm Oil) berkualitas rendah. Yang kemudian diambil dan diberikan treatment, diproses sedemikian rupa hingga dapat digunakan menjadi bahan bakar PLTDMG.
Dengan penggunaan bahan bakar yang diklaim ramah lingkungan ini, PLN dapat menghemat belanja energi sebesar 20 persen bila dibandingkan dengan penggunaan solar. Namun, hal ini masih perlu dikaji lagi melalui uji coba dan penelitian yang tengah dilakukan saat ini.
“Kami masih meneliti mengenai penggunaan biodiesel ini pada pembangkit kami. Barulah dari situ kami bisa menyimpulkan penggunaan biodiesel ini lebih hemat dari solar. Kami juga akan segera membentuk tim konservasi energi untuk bisa mengetahui secara pasti mengenai biodiesel ini,” kata Mujiono.
Dijelaskan Mujiono, hasil uji coba dan penelitian yang tengah dilakukan saat ini nantinya dilaporkan pada direksi PLN Wilayah Kaltim. Untuk nantinya diputuskan bagaimana tindak lanjut mengenai pemanfaatan biodiesel untuk pembangkit listrik di Muara Wahau.
PLN Area Bontang sendiri telah menjalin kerja sama dengan PT Bio Energi Pratama Jaya selaku perusahaan penghasil biodiesel. Dalam uji coba ini, PT Bio Energi Pratama Jaya menyediakan sebanyak 1 ton biofuel. Rencananya, uji coba ini akan berlangsung dalam 2 sampai 3 bulan ke depan. Apabila uji coba berhasil, PLN Area Bontang akan mendapatkan pasokan 100 kiloliter biofuel untuk digunakan di Muara Wahau.
Apabila prototype pembangkit biodiesel di Muara Wahau dapat terealisasi, bukan tidak mungkin teknologi ini akan digunakan pula pada unit-unit PLN Area Bontang yang wilayahnya berada di sekitar perkebunan kelapa sawit. Harapannya, prototype tersebut dapat menggunakan biodiesel 100 persen.
Meski begitu, penggunaan biodiesel ini disebutkan Mujiono dapat menyebabkan penurunan daya mampu pembangkit bila dibandingkan dengan penggunaan solar. Namun, jumlah penurunan daya tersebut tidak lebih 5 persen saja. Hal ini dikarenakan nilai kalorinya yang sedikit lebih rendah dari solar.
“Karena itu mesti ada set-up yang dilakukan untuk mengembalikan daya mampu yang turun tersebut. Tapi itu masih kami teliti terlebih dulu dalam uji coba ini. Siapa tahu bisa lebih meningkat,” jelasnya.
Dampak biodiesel terhadap lingkungan disebut lebih ramah bila dibandingkan solar. Meski begitu, untuk limbahnya selalu ditangani sesuai prosedur. Di mana untuk minyak nabati ini memerlukan penanganan yang khusus. Dengan parameter-parameter yang perlu dicatat. (*/luk)
“Secara nasional subsidi untuk PLN di 2013 ini diharapkan dapat ditekan sebanyak 14 persen. Dalam mencapai tujuan tersebut, dilakukan melalui dua cara. Yaitu peningkatan tarif dan efisiensi energi primer yang selama ini digunakan untuk menghasilkan listrik. Nah, uji coba biodiesel ini merupakan bagian dari efisiensi energi primer tersebut,” ujar Manajer PLN Area Bontang, Mujiono seperti dilansir Bontang Post (JPNN Grup), Jumat (11/1).
Bahan bakar biofuel ini diujicobakan di salah satu pembangkit di PLTDMG di Kanaan, Bontang. Yaitu pembangkit cumins unit 2 dengan kapasitas 600 MegaWatt (MW). Uji coba penggunaan biodiesel ini dilakukan secara bertahap. Dengan penggunaan biofuel dimulai dari 20 persen hingga 50 persen. Namun, atas rekomendari dari pihak vendor, saat ini biofuel yang diujicobakan hanya 20 persen saja. Hal ini dilakukan sebagai antisipasi pada kegagalan pembangkit akibat sifat dasar biofuel.
“Mesin yang kami gunakan adalah mesin lama yang kemungkinan besar terdapat kerak-kerak pada bagian dalamnya. Takutnya biofuel tersebut dapat mengikis kerak yang bisa langsung mematikan mesin,” jelas Mujiono.
Disebutkan Mujiono, untuk mesin pembangkit lama memang tidak bisa sepenuhnya digunakan biodiesel. Perlu dilakukan pencampuran dengan solar dengan rasio yang dilakukan secara bertahap. Penggunaan 100 persen biodiesel baru bisa dilakukan apabila mesin pembangkit yang digunakan adalah mesin yang benar-benar baru.
Rencananya, setelah uji coba selesai dilakukan, biodiesel ini akan diterapkan pada pembangkit PLN Area Bontang di Kantor Pelayanan Muara Wahau, Kutai Timur. Nantinya, PLN Area Bontang akan menjadikan pembangkit di Muara Wahau sebagai prototype pembangkit biodiesel. Pemilihan Muara Wahau bukan tanpa alasan. Pasalnya, lokasi tersebut dianggap dekat dengan perkebunan kelapa sawit yang menjadi bahan dasar untuk biofuel.
“Memang sengaja kami tentukan di Muara Wahau karena lokasinya yang strategis, dekat dengan perkebunan kelapa sawit. Karena dari direksi PLN memang menginginkan untuk setiap unit PLN memanfaatkan kearifan lokal. Yaitu dengan memberdayakan potensi-potensi energi primer lokal di daerah masing-masing. Nah, kebetulan di Bontang ini ada potensi kelapa sawit, maka diputuskanlah Bontang untuk menerapkan biodiesel tersebut,” urai Mujiono.
Bahan bakar biofuel yang saat ini digunakan dalam uji coba tersebut adalah CPO (Crude Palm Oil) berkualitas rendah. Yang kemudian diambil dan diberikan treatment, diproses sedemikian rupa hingga dapat digunakan menjadi bahan bakar PLTDMG.
Dengan penggunaan bahan bakar yang diklaim ramah lingkungan ini, PLN dapat menghemat belanja energi sebesar 20 persen bila dibandingkan dengan penggunaan solar. Namun, hal ini masih perlu dikaji lagi melalui uji coba dan penelitian yang tengah dilakukan saat ini.
“Kami masih meneliti mengenai penggunaan biodiesel ini pada pembangkit kami. Barulah dari situ kami bisa menyimpulkan penggunaan biodiesel ini lebih hemat dari solar. Kami juga akan segera membentuk tim konservasi energi untuk bisa mengetahui secara pasti mengenai biodiesel ini,” kata Mujiono.
Dijelaskan Mujiono, hasil uji coba dan penelitian yang tengah dilakukan saat ini nantinya dilaporkan pada direksi PLN Wilayah Kaltim. Untuk nantinya diputuskan bagaimana tindak lanjut mengenai pemanfaatan biodiesel untuk pembangkit listrik di Muara Wahau.
PLN Area Bontang sendiri telah menjalin kerja sama dengan PT Bio Energi Pratama Jaya selaku perusahaan penghasil biodiesel. Dalam uji coba ini, PT Bio Energi Pratama Jaya menyediakan sebanyak 1 ton biofuel. Rencananya, uji coba ini akan berlangsung dalam 2 sampai 3 bulan ke depan. Apabila uji coba berhasil, PLN Area Bontang akan mendapatkan pasokan 100 kiloliter biofuel untuk digunakan di Muara Wahau.
Apabila prototype pembangkit biodiesel di Muara Wahau dapat terealisasi, bukan tidak mungkin teknologi ini akan digunakan pula pada unit-unit PLN Area Bontang yang wilayahnya berada di sekitar perkebunan kelapa sawit. Harapannya, prototype tersebut dapat menggunakan biodiesel 100 persen.
Meski begitu, penggunaan biodiesel ini disebutkan Mujiono dapat menyebabkan penurunan daya mampu pembangkit bila dibandingkan dengan penggunaan solar. Namun, jumlah penurunan daya tersebut tidak lebih 5 persen saja. Hal ini dikarenakan nilai kalorinya yang sedikit lebih rendah dari solar.
“Karena itu mesti ada set-up yang dilakukan untuk mengembalikan daya mampu yang turun tersebut. Tapi itu masih kami teliti terlebih dulu dalam uji coba ini. Siapa tahu bisa lebih meningkat,” jelasnya.
Dampak biodiesel terhadap lingkungan disebut lebih ramah bila dibandingkan solar. Meski begitu, untuk limbahnya selalu ditangani sesuai prosedur. Di mana untuk minyak nabati ini memerlukan penanganan yang khusus. Dengan parameter-parameter yang perlu dicatat. (*/luk)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sumbar Butuh Pengukur Gempa Digital
Redaktur : Tim Redaksi