PLN Gandeng 5 PTN, LAPAN, dan TNI AD

Jumat, 04 Oktober 2019 – 06:48 WIB
Ilustrasi. Pembangkit listrik. Foto dok PLN

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Human Capital Management (HCM) PLN Muhamad Ali mengatakan, upaya melistriki wilayah Papua dan Papua Barat tersebut tidak mudah dilakukan.

Sampai Juli 2019 rasio elektrifikasi Provinsi Papua adalah 48,5 persen dan Papua Barat 91,22 persen.

BACA JUGA: Masyarakat Harus Paham Berbagai Jaringan PLN dan Peralatan Kelistrikan

Dengan jumlah desa 7.358 (sesuai Permendagri No. 137/2017), masih ada sekitar 1.724 desa yang masih gelap gulita.

Itulah awal mula yang sekaligus menjadi dasar pertimbangan, PT PLN (Persero) Direktorat Bisnis Regional Maluku dan Papua, menetapkan program inisiatif strategis,”Ekspedisi Papua Terang,” di tahun 2018. Langkah awal yang dilakukan PLN untuk membangun sistem kelistrikan, adalah mengadakan survei kelistrikan, yang menjadi dasar menentukan tahapan atau langkah berikutnya.

BACA JUGA: Penyebab Utama Elektrifikasi di Indonesia Timur Masih Rendah

Karena itu menurut Ali, sebagai kelanjutan dari Ekspedisi Papua Terang tahun ini PLN menetapkan “Program 1.000 Renewable Energy for Papua,” yang merupakan kerja sama PT PLN (Persero) Direktorat Bisnis Regional Maluku dan Papua dengan Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Universitas Cenderawasih, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), dan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD).

Vita Khairunnisa, alumnus Mapala Departemen (Jurusan) Geografi Universitas Indonesia yang ikut dalam Ekspedisi Papua Terang 2018, mengaku memperoleh banyak pengalaman selama mengikuti ekspedisi tersebut.

Sejumlah manfaat diperolehnya antara lain berkesempatan melakukan riset sistem informasi geografis untuk pengembangan riset lebih lanjut, khususnya untuk memperoleh data pendukung secara lebih praktis dan efisien.

“Mengingat pelaksanaan riset sangat mahal apabila dilakukan sendiri, maka dengan mengikuti EPT, kami yang di tahun lalu juga tengah menyusun tugas akhir (skripsi), dapat sekaligus melakukan survei dan analisisnya. Memang tugas akhir saya dilakukan di daerah yang berbeda dengan lokasi EPT. Namun karena tema yang saya ambil untuk tugas akhir dengan tujuan EPT, maka dapat dilakukan data kompilasi dan kelengkapannya,” jelas gadis kelahiran 1996 ini.

Berada di Provinsi Papua sekitar satu bulan, Vita belajar banyak hal. Seperti bagaimana sikap penerimaan dan penolakan dari masyarakat setempat waktu itu. Walaupun tim EPT datang dengan niat baik ingin melistriki Papua, tetapi penerimaan dari masyarat setempat tidak selalu sama nadanya.

“Misalnya ada satu distrik yang menerima kedatangan mereka secara lebih terbuka, yaitu di daerah pantai. Meeka termasuk dalam kelompok yang biasa menerima kedatangan warga dan tamu asing, sehingga mereka tidak curiga. Bedanya dengan kondisi di daerah pegunungan, dengan kontur geografis yang memang sudah sulit dilewati, ternyata juga berpengaruh terhadap sifat dan karakter penduduknya, yang juga tidak mudah menerima apakah informasi ataupun rencana dan niat baik dari anggota tim EPT untuk membawa terang ke Papua,” paparnya.

Karena itu dari awal kedatangan sudah disampaikan, tim EPT tidak langsung melistriki Papua, melainkan ini adalah awal proses masuknya listrik ke distrik ini. Pernyataan ini perlu dikemukakan, agar tim tidak dikatakan “menipu” penduduk setempat.

Jika tidak demikian, pasti akan muncul pertanyaan,” Kapan listrik akan muncul ke daerah kami?” Sementara bagi mereka sebagai mahasiswa tim ekspedisi, tidak tahu dengan pasti, kapan program listrik masuk ke sana akan terimplementasi.

Dari survei di lapangan, lanjut Vita, berbagai upaya perlu dilakukan, karena ada di satu distrik yang masuknya listrik, masih bisa dilakukan dengan sistem memperpanjang atau menarik kabel listrik, dan itu dipandang lebih efektif, ketimbang harus membangun pembangkit listrik, yang perawatannya belum tentu dipahami dengan baik.

Apalagi daerah tersebut, ternyata menolak masuknya energi terbarukan (renewable energy). Namun demikian, daerah tersebut juga masih berpotensi untuk pengembangan turbin angin.

Ada juga daerah atau distrik yang hanya mau menerima masuknya listrik dari PLN, karena mereka pernah menggunakan PLTS, tetapi pasokan listriknya tidak tetap, sehingga mudah mati lampu (tidak ada aliran listrik). Itu sebabnya mereka hanya mau jika yang masuk ke distrik mereka, adalah aliran listrik yang bersumber dari PT PLN (Persero).

Dari hasil kajian dan survei menurut Kepala Divisi Pengembangan Regional Maluku - Papua PT PLN (Persero) Eman Prijono Wasito Adi, ada empat alternatif EBT yang ditawarkan dalam EPT yakni Pembangkit Listrik Tenaga Pikohidro, Tabung Listrik (Talis) Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm), serta PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya). (esy/jpnn)

 


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler