Plus Minus Sistem Zonasi Penerimaan Siswa Baru

Kamis, 25 Mei 2017 – 00:05 WIB
Guru dan siswa. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, BANJARMASIN - Sistem zonasi diterapkan dalam penerimaan siswa baru tahun ajaran 2017/2018. Yaitu sekolah diwajibkan menerima siswa yang bertempat tinggal di wilayah yang masuk zonanya.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Muhadjir Effendy mengatakan, sistem zonasi diberlakukan bertujuan untuk meminimalisir pelajar berburu masuk ke sekolah-sekolah favorit yang jauh dari tempat dia berdomisili.

BACA JUGA: Aceh Dilarang Rekrut Guru Baru

"Semua sekolah sekarang harus jadi favorit. Dengan cara zonasi itu dapat mengatasi timbulnya sekolah favorit," katanya.

Sebelumnya penerimaan murid baru di sekolah-sekolah negeri menggunakan nilai tertinggi yang berasal dari nilai evaluasi belajar murni (NEM). Akibatnya, banyak muncul sekolah-sekolah favorit yang berdampak negatif pada beberapa hal.

BACA JUGA: Peringatan Keras dari Mendikbud Muhadjir Effendy

"Misal para murid berlomba untuk masuk sekolah favorit, sehingga banyak sekolah yang kurang favorit jadi kekurangan murid," ujarnya.

Muhadjir menambahkan untuk menerapkan sistem zonasi tersebut, peran Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), mulai dari SD hingga SMA sangat dibutuhkan karena ia akan menetapkan kuota masing-masing sekolah di zonanya.

BACA JUGA: Tidak Punya Sertifikat Pendidik tak Bisa Diangkat jadi PNS

Lalu bagaimana dengan sekolah yang berada di pinggiran dan jauh dari pemukiman? Kepala Sekolah SMAN 3 Banjarbaru Saryono mengaku belum yakin jika siswa baru yang mereka terima nantinya mencukupi kuota.

"Sekolah kami berada di zonasi Kecamatan Cempaka, padahal sebagian besar siswa kami di luar Cempaka. Ada yang dari Landasan Ulin dan Banjarbaru," katanya.

Dia menuturkan, di zona SMAN 3 Banjarbaru terdapat empat SMP. Jika siswa di empat SMP tersebut keseluruhannya berdomisili di Cempaka, maka mereka tidak akan kekurangan siswa.

Namun apabila hanya sebagian saja yang berdomisili di Cempaka, kemungkinan mereka akan kekurangan siswa. "Kalau kurang terpaksa kami menerima siswa yang berada di luar zonasi," ujarnya.

Sesuai hasil rapat MKKS Banjarbaru, di Kota Idaman akan memberlakukan sistem 90 persen di dalam zonasi dan sisanya di luar.

Maka sekolah yang kekurangan siswa bisa memanfaatkan jatah menerima calon siswa dari luar zonasi, sebesar 10 persen. "Tapi kalau pendaftar berlebih akan kami seleksi," kata Saryono.

Secara terpisah Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kalsel Yusuf Effendy mengungkapkan, kesulitan sekolah dengan adanya zonasi bisa dipecahkan di MKKS.

"Di musyawarah itu semua akan diatasi, sementara ini 'kan belum terlihat mana sekolah yang kekurangan pendaftarar? Dan mana yang pendaftarnya membeludak," ungkapnya.

Akan tetapi, menurutnya banyak hal positif yang dihasilkan jika sistem zonasi diterapkan. Seperti, tertampungnya semua anak yang berada satu zonasi sekolah.

"Biasanya kan anak-anak bisa sekolah di luar zonasi, karena tidak diterima di sekolah dekat tempat tinggalnya," ujarnya.

Kemudian, hal positif lainnya yaitu menghidupkan sekolah swasta yang selama ini kekurangan siswa. Sebab, sekolah negeri tidak bisa lagi menerima siswa sebanyak-banyaknya.

"Jadi sisi negatifnya hanya satu, orang tua tidak bisa menyekolahkan anaknya di sekolah favorit jika berada di luar zonasi," pungkasnya.

Pakar Pendidikan Kalsel, Prof Wahyu menilai, upaya pemerintah dengan menerapkan sistem ini salah satunya dapat menekan padatnya arus transportasi di jalanan.

Dengan sistem rekrutmen zona tersebut menurutnya pula, akan membuat sekolah bersaing untuk menjadi terbaik dan unggulan.

Dimana selama ini, beberapa sekolah unggulan selalu diminati orangtua siswa, sehingga membuat sekolah pinggiran pun kekurangan siswa.

“Ini sangat bagus. Terlebih, sangat membantu sekali mengurangi kemacetan di jalan yang saat ini sudah terjadi tiap pagi,” ujarnya, Rabu (24/5) kemarin.

Guru Besar yang juga menjabat sebagai Dekan FKIP ULM itu menilai, dengan penerapan sistem zona pada penerimaan siswa baru, dapat membuat para guru semakin tertantang untuk bisa menjadikan sekolah mereka unggulan.

“Keuntungannya akan memeratakan siswa unggulan di semua sekolah. Terlebih bagi sekolah, ini semacam pembuktian dan harus melakukan pembenahan agar mereka tak kalah dengan sekolah yang saat ini sudah unggulan dan pilihan favorit,” tambahnya.

Dengan diberlakukannya sistem zona ini pula ujarnya, dapat mendorong pemerintah lebih memerhatikan sekolah pinggiran yang selama ini miskin peminat untuk dijadikan pemerataan.

“Ini terobosan yang bagus. Sehingga tak ada lagi beberapa siswa yang jauh dari rumah, malah sekolah di kecamatan lain yang areanya terbilang jauh,” katanya, seperti diberitakan Radar Banjarmasin (Jawa Pos Group).

Meski demikian, melihat kondisi sekolah di Kalsel saat ini, menurutnya perlu tindakan nyata agar orangtua yakin menyekolahkan anaknya yang dekat dengan tempat tinggal.

“Pemerintah bisa memberikan gambaran, bahwa sekolah itu sama dengan sekolah lain. Nah, ini kembali lagi ke sekolah dan guru guru nya, mereka harus bisa meningkatkan kemampuannya,” cetusnya.

Dia mengakui, kecenderungan orangtua siswa untuk menyekolahkan anaknya selalu memilih sekolah favorit. Sehingga para siswa unggulan pun menumpuk di sekolah tersebut.

“Memang ini hak semua orang, kita ambil contoh ketika orang mau kuliah teknik, pasti memilihnya ke ITB. Untuk itu, perlunya pemahaman tadi, yang pada dasarnya semua sekolah sama,” tandasnya. (mof/risy/ran)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Setuju Guru di Sekolah 8 Jam, dengan Catatan...


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler