BOGOR – Ketegasan Menteri Keuangan, Agus Martowardoyo yang melarang pegawai negeri sipil (PNS) melakukan bisnis, tidak dihiraukan Pemerintah Kota Bogor. Bahkan, Sekertaris Daerah (Sekda) Kota Bogor, Bambang Gunawan membebaskan pegawainya untuk berbisnis.
Mantan Kepala Dinas Pendidikan tersebut mengatakan, seluruh PNS bisa saja berbisnis asalkan tidak ada sangkut pautnya dengan institusi tempatnya bekerja.
“Bisnis apa pun itu asalkan tidak merugikan statusnya sebagai PNS dan tempatnya bekerja, silakan saja. Namun, jika berdampak buruk ya akan kita larang,” ujarnya kepada Radar Bogor (Grup JPNN).
Pria yang akrab disapa BG itu menilai, sah-sah saja seorang PNS berbisnis karena yang menjalankan usaha adalah keluarganya. Sedangkan, si PNS hanya bersifat mengawasi. “Kalau minta izin ke atasannya ya boleh saja, asalkan bukan usaha yang memiliki dampak buruk,” jelasnya.
Pemkot siap memberikan sanksi tegas jika ada PNS yang melakukan pelanggaran berat hingga membuat instansinya dirugikan. Adapun jenis hukumannya tergantung seberapa besar kesalahan yang dilakukan.
“Kita lihat saja seperti apa sanksi yang diberikan. Bisa berupa teguran hingga paling berat pemecatan dengan tidak hormat jika terbukti mengandung unsur pidana,” tukasnya.
Kebijakan Bambang Gunawan tersebut sangat bertolak belakang dengan Peraturan Pemerintah (PP) No 6 Tahun 1974 tentang Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri dalam Usaha Swasta.
Sekretaris Jenderal Kemenkeu, Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan, PP tersebut menyatakan untuk golongan III/d ke bawah diperbolehkan menjalani bisnis lain tapi harus seizin menteri atau pejabat berwenang. Sementara untuk golongan IV/a tidak diizinkan sama sekali. "Bagi PNS Golongan III/d ke bawah harus seizin menteri, golongan IV/a ke atas tidak boleh," tegasnya.
Dalam PP itu disebutkan, PNS golongan IV/a ke atas, anggota ABRI berpangkat Letnan II ke atas, pejabat serta istri pejabat Eselon I dan yang setingkat, baik di pusat maupun daerah, perwira tinggi ABRI, pejabat-pejabat lain yang ditetapkan oleh menteri/kepala lembaga yang bersangkutan, dilarang memiliki seluruh atau sebagian perusahaan swasta, memimpin, duduk sebagai anggota pengurus atau pengawas suatu perusahaan swasta, melakukan kegiatan usaha dagang, baik secara resmi maupun sambilan.
Sedangkan, PNS golongan ruang III/d ke bawah, anggota ABRI berpangkat pembantu letnan 1 ke bawah serta istri PNS, anggota ABRI dan pejabat yang tidak termasuk ketentuan sebelumnya, wajib mendapat izin tertulis dari pejabat yang berwenang jika memiliki perusahaan swasta atau melakukan kegiatan usaha dagang.
Penjabat yang berwenang, lanjut Ahmad, dapat menolak permintaan izin atau persetujuan yang dimaksud jika pemberian izin atau persetujuan itu akan mengakibatkan ketidaklancaran pelaksanaan tugas dari yang bersangkutan, atau dapat merusak nama baik instansinya.
Izin atau persetujuan diberikan untuk jangka waktu dua tahun yang dapat diperpanjang. Kemudian, izin atau persetujuan tersebut dapat dicabut jika pemberian izin itu ternyata mengakibatkan hambatan-hambatan pelaksanaan tugas yang bersangkutan di instansinya.
"Jika ada PNS, anggota ABRI atau pejabat yang melanggar peraturan pemerintah ini, dapat diambil tindakan dan hukuman berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,¨ tandasnya. (rur)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dua Bulan, 12 Kasus KDRT
Redaktur : Tim Redaksi