PNS Dominasi Terdakwa Perkara Korupsi

Senin, 07 Agustus 2017 – 21:07 WIB
Palu hakim simbol putusan pengadilan. Foto/ilustrasi: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, SURABAYA - Pegawai negeri sipil (PNS) ternyata masih mendominasi daftar terdakwa korupsi di Pengadilan Tipikor Surabaya.

Nilai kerugian negara yang ditimbulkan juga tergolong besar.

BACA JUGA: Korupsi 11 Ton Kopi, Dua PNS Dijebloskan ke Penjara

Advokat sekaligus peneliti di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI)-Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Muhammad Sholeh mengungkapkan, fenomena tersebut berlangsung setidaknya sejak 2015.

Berdasar pemantauan secara langsung pada medio Agustus 2015-Juni 2016, PNS mendominasi daftar terdakwa. Jumlahnya mencapai 65 orang di antara total 119 terdakwa.

''PNS memang pekerjaan yang paling berpotensi melakukan tindak pidana korupsi," jelasnya.

Meski data itu diperoleh tahun lalu, dia beranggapan bahwa fenomena tersebut masih terjadi saat ini.

Alasannya, PNS punya fungsi sebagai pejabat pengguna anggaran.

Dia memiliki kewenangan dalam setiap pengadaan barang dan jasa.

''Mayoritas PNS yang terjerat kasus korupsi adalah yang menjadi pejabat pembuat komitmen (PPK)," tuturnya.

Posisi tersebut menjadi rawan lantaran tidak sedikit PNS yang tergoda memainkan anggaran.

Kongkalikong kerap terjadi antara PPK dan para pemenang lelang/tender.

Modusnya adalah melakukan mark-up anggaran atau memberikan komisi.

''Belum lagi adanya potensi untuk melakukan pungli pada bagian perizinan," urainya.

Sholeh menggarisbawahi, pada perkara korupsi yang melibatkan PNS, nilainya selalu besar.

Bahkan, mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah. Demikian juga praktik pungli.

Rata-rata vonis yang dijatuhkan hakim berkisar 1,5 hingga 2 tahun penjara.

''Kalau nilai korupsinya di atas Rp 1 miliar, baru hukumannya berkisar 2-4 tahun," terangnya.

Sementara itu, Humas Pengadilan Tipikor Surabaya Lufsiana mengakui, selama ini pihaknya cukup kewalahan.

Karena itu, sejak minggu lalu, pihaknya menambah majelis. Dari lima majelis menjadi sembilan majelis.

''Sekarang ada delapan hakim ad hoc dan sembilan hakim karir," jelasnya.

Senada dengan Sholeh, pihaknya juga mempertimbangkan semakin banyaknya perkara yang masuk.

Kualitasnya makin meningkat. Dari awalnya hanya PNS setingkat kepala dinas meningkat menjadi pejabat negara sekelas bupati, wali kota, dan direktur BUMN. (aji/c7/fal/jpnn)


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler