PNS Gantung Diri di Ruang Kerja, Tinggalkan Surat Wasiat, Isinya Mengejutkan!

Selasa, 23 Agustus 2016 – 05:50 WIB
Proses identifikasi dan olah TKP kasus bunuh diri Domingus N. Misa. Foto: Timor Ekspres/JPNN.com

jpnn.com - SOE – Domingus N. Misa, PNS yang menjabat Bendahara Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), NTT, nekat mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri di ruang kerjanya Senin, (22/8) sekira pukul 06:30 Wita.

Domingus merupakan warga Rt06/Rw 03, Kelurahan Nonohohis, Kecamatan Kota SoE.

BACA JUGA: Wali Kota Ganteng Ini Bilang, Banyak Perempuan PNS Minta Cerai karena...Wow!

Korban meninggalkan surat wasiat, yang isinya menguraikan alasan ia nekat menggantung dirinya. Disebutkan, dia merasa ditekan oleh pimpinan dalam tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang bendahara. 

Dalam surat wasiatnya itu korban menguraikan jika ia tidak mampu mengerjakan SPJ, sehingga minta mengundurkan diri. Dia meminta agar jabatanya diganti oleh orang lain yang lebih mampu, namun ia disarankan untuk tetap menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang bendaraha dan akan dibantu oleh orang lain yang akan ditunjuk pimpinan. 

BACA JUGA: Kompleks Olahraga Bertaraf Internasional di Mimika Segera Diresmikan

“Dari awal saya sudah kasi tau pimpinan bahwa saya tidak mampu, karena untuk membuat SPJ saja saya harus buka kembali SPJ tahun-tahun sebelumnya. Hanya beliau bilang itu sudah bai, jalan saja. Kami di perpustakaan ini kemampuan terbatas semua, sehingga mereka pilih kami yang tidak mampu untuk ini agar bisa diatur,” unkap korban dalam surat wasiatnya yang diampil oleh pihak kepolisian di dalam ruang kerjanya. 

Lebih jauh korban menuliskan bahwa, pada tanggal 19 Agustus ia bertemu dengan kepala badan perpustakaan dan kearsipan daerah (pengguna anggaran), Agus Benu, dengan tujuan mencairkan dan ganti uang (GU) dengan nilai Rp 73. 488. 246.

BACA JUGA: 2 Napi yang Kabur dari Lapas Abepura Ditangkap, 1 Terpaksa Ditembak

Pertemuan itu untuk membagi uang GU untuk bidang pelayanan, sekretariat dan bidang arsip. Dalam pertemuan itu, dituliskan bahwa kepala badan setuju sedangkan kasubag keuangan tidak setuju sehingga ia bingung mau ikuti perintah yang mana. 

Setelah pencairan uang, bidang pelayanan tidak mengambil uang karena dilayani tidak sesuai dengan permintaan dan mengambil uang GU hanya bidang kearsipan dengan nilai Rp 15 juta. 

“Sisa uang GU ke III dan ke II ada di laci meja saya. Saya nekat gantung diri karena mekanisme kerja yang tidak baik. Setiap kali saya minta untuk menyelesaikan segala sesuatu, tidak diindahkan pimpinan. Setiap kali pencairan uang dan saya mau kasi ke bidang, saya minta supaya kasubag keuangan mengetahui beliau tidak mau (kwintansi). Yang membantu saya untuk menentukan perjalanan dinas atau perjalanan apa saja adalah kasubag keuangan. Di saat ada uang, kasubag keuangan dekat dengan saya. Sementara SPJ saya kerja sendiri-sendiri makanya SPJ saya amburadul,” katanya dalam surat wasiat.

Dituliskan almarhum bahwa, pengguna anggaran dan kasubag keuangan hanya mengutamakan perjalanan rutin yaitu perjalanan dinas. Sementara pekerjaan untuk membangun kerja sama dalam satu instansi yang baik, tidak diperhatikan. 

“DPA yang amburadul membuat saya bingung (kasubag program). Kasubag program setiap kali ada pergeseran pada badan anggaran, beliau tidak pernah pergi tetapi minta SPPD terus. Untuk diketahui bahwa, kronologi ini ada pada SPJ saya dan kwitansi-kwitansi saya. Sekian,” tulis korban.

Security kantor Badan Kearsipan Daerah Kab TTS, Leni Benu saat dijumpai di tempat kejadian perkara kepada wartawan mengatakan, korban mendatangi kantor Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah sekitar pukul 05:30 Wita. 

Saat tiba dadatang ke kantor, korban bersama istrinya Veti Nitbani dan beberapa saat kemudian istri korban kembali. Ketika istri korban kembali, korban memberi uang Rp 50 ribu kepada Isak Tahe yang adalah pegawai honor pada kantor tersebut untuk membeli rokok. 

Beberpa saat kemudian, korban kembali memberikan uang kepada Leni Benu untuk membeli gerengan. 

“Waktu datang dengan istrinya dan kami duduk sama-sama, istrinya bilang lu jangan terlalu pikiran dengan pekerjaan, kemudian kami duduk-duduk istrinya pulang. Setelah kami kembali beli kue sudah tidak ada lagi, mungkin beliau (korban,red) sudah naik ke ruangan di lantai dua. Jadi saya langsung kasi panas dispenser untuk Buatkan copi makan dengan gorengan. Kami sudah makan kami punya, sedangkan kami kasi tinggal dua potong untuk beliau,” ujar Leni.

Korban baru diketahui tewas dengan cara menggantungkan dirinya menggunakan seutas tali rafia yang diikatkannya pada engsel pintu ruang kerjanya. 

Ketika istri korban kembali ke kantor korban guna memastikan keadaan suaminya karena istri menduga jika korban dalam keadaan stres berat terhadap beban pekerjaan yang diberikan, istri korban bertemu dengan Hendrikus Seran di pintu kantor tersebut. 

Saat itu, Hendrikus memanggil Eben Talan, pembantu bendahara, menemaninya memanggil korban karena istrinya menunggu di lantai satu kantor tersebut. 

“Waktu kami sampai depan pintu panggil tidak ada yang menyahut, kami tolak pintu keras. Kemudian kami maloi lewat cila pintu, kami liat dia sudah gantung diri,” terang Hendrikus.

Kepala Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah, Agus Benu mengatakan Sabtu (20/8) korban mengirimkan SMS kepadanya dengan isi pesan ingin bertemu untuk menyampaikan sesuatu. 

Namun saat itu, ia berada di Kupang mengikuti kegiatan keluarga sehingga meminta kepada korban agar jika ingin menyampaikan sesuati, maka bisa disampaikan pada Senin (22/8) di kantor.

“Saya balas bilang kalau mau omong apa na nanti hari Senin di kantor saja, karena sekarang saya di Kupang,” ujar Agus.

Istri korban dan keluarga korban ketika mengetahui jika korban telah tewas gantung diri di ruang kerjanya, langsung mendatangi kantor Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah. 

Nampak keluarga sangat kecewa dengan kematian korban, karena sudah korban tidak mampu menjabat sebagai bendahara namun dipaksakan sehingga korban akhirnya gantung diri. 

Istri korban nampak tidak menahan emosi, sehingga memcahkan beberapa pot bulang yang diletakan di depan kantor tersebut. Beruntung karena beberapa anggota kepolisian tiba sebelum keluarga mendatangi kantor itu sehingga dapat meredam emosi keluarga korban. 

Usai diidentifikasi yang dipimpin oleh Kaur Identifikasi Polres TTS, Aiptu Laurens Jehau dan olah TKP, jasad korban langsung dibawa ke ruang instalasi pemulasaran jenazah RSUD SoE untuk dilakukan visum et repertum oleh dr. Gerat Da Cunha, dr. Juan Manu. Dari hasil visum yang dilakukan, diketahui korban tewas akibat murni gantung diri.

“Tidak ada tanda-tanda kekerasa baik lama maupun baru. Korban meninggal murni gantung diri, karena sesuai dengan ciri-ciri orang gantung diri yaitu keluarnya air mani dari kemaluan korban,” ujar dr. Gerat Da Cunha diamini oleh dr. Juan Manu. 

Namun untuk memastikan kematian korban, harus dilakukan otupsi. Namun karena keluarga menolak untuk dilakukan otopsi dan menerima kematian korban sebagai musibah. Maka usai melakukan visum et repertum pihak kepolisian menyerahkan janasah korban untuk dimakamkan. 

BACA: PNS Gantung Diri di Ruang Kerja, Begini Cerita si Istri, Ternyata...

“Karena keluarga tolak untuk lakukan otopsi, sehingga kami serahkan kembali jenasah korban ke pihak keluarga untuk dimakamkan,” ujar Laurens. (yop/sam/jpnn) 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Polisi Buka Kantong Plastik Berbau tak Sedap, Lah Isinya....


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler