JAKARTA - Pembahasan rancanan undang-undang aparatur sipil negara (RUU ASN) selama ini cukup lama dan alot di internal pemerintah. Khususnya terkait keberadaan lembaga baru yang berfungsi sebagai pengawas kinerja PNS.
Namun, akhirnya Presiden SBY menginstruksikan supaya RUU ASN ini disahkan Agustus atau paling lambat akhir tahun ini. Perkembangan pembahasan RUU ASN ini disampaikan Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (Wamen PAN-RB) Eko Prasoko.
Guru besar Universitas Indonesia (UI) itu mengatakan, dalam waktu dekat draf RUU ASN akan dibawa lagi ke DPR. "Arahan dari Presiden sudah jelas. Beliau membahas pasal demi pasal dan ayat demi ayat," katanya.
Eko menuturkan, Presiden dalam instruksinya berpesan supaya RUU ASN ini menjamin peningkatan profesionalisme PNS yang nantinya berganti nama menjadi ASN. Selain itu, Presiden juga meminta supaya undang-undang ini bisa menghilangkan politisasi birokrasi, serta memperkuat etik dan perilaku PNS.
Khusus soal lembaga baru pengawas PNS yang diberi nama Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Presiden meminta agar menjadi organisasi yang miskin struktur tetapi kaya fungsi. Selama ini di internal pemerintah, keberadaan KASN ini menimbulkan tarik ulur. Sebab fungsinya bisa berbenturan dengan Kemen PAN-RB serta Badan Kepegawaian Negara (BKN).
"Intinya wajar kalau selama ini pembahasan RUU ASN ini muncul pro dan kontra. Karena keberadaannya menyangkut PNS yang jumlahnya sekitar 4,45 juta orang," tandas Eko.
Eko menuturkan, selama ini ada sejumlah persoalan mendasar dalam SDM birokrasi Indonesia. Mulai belum tertanamnya budaya kinerja dan budaya pelayanan. Lalu ukuran kinerja birokrasi pada umumnya belum terlalu kongkrit dan tidak terencana dengan baik.
"Seorang PNS juga sangat sulit diberhentikan karena alasan tidak tercapainya kinerja. Sehingga kerjanya seenaknya," tutur Eko.
Eko juga tidak menampik besarnya gejala pengaruh politik, hubungan kekerabatan, hubungan ekonomi, dan berbagai relasi lain dalam manajemen SDM PNS. Dalam proses rekrutmen dan pengisian jabatan (promosi) saja misalnya, di sebagian instansi pemerintahan daerah lebih ditentukan relasi-relasi politik, kekeluargaan, dan ekonomi.
Dengan pemberlakukan RUU ASN nanti, Eko menuturkan pengisian jabatan bakal dilakukan dengan pendekatan open career system atau seleksi terbuka. "Tidak seperti kebanyakan yang ada saat ini, dilakukan secara tertutup," katanya.
Dalam promosi jabatan secara tertutup itu, Eko mengatakan kental sekali nuansa senioritas dan kepangkatan. Padahal idealnya menurut Eko, pengisian jabatan dilakukan dengan kompetisi terbuka dan menilai kompetensi PNS. (wan/kim)
Namun, akhirnya Presiden SBY menginstruksikan supaya RUU ASN ini disahkan Agustus atau paling lambat akhir tahun ini. Perkembangan pembahasan RUU ASN ini disampaikan Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (Wamen PAN-RB) Eko Prasoko.
Guru besar Universitas Indonesia (UI) itu mengatakan, dalam waktu dekat draf RUU ASN akan dibawa lagi ke DPR. "Arahan dari Presiden sudah jelas. Beliau membahas pasal demi pasal dan ayat demi ayat," katanya.
Eko menuturkan, Presiden dalam instruksinya berpesan supaya RUU ASN ini menjamin peningkatan profesionalisme PNS yang nantinya berganti nama menjadi ASN. Selain itu, Presiden juga meminta supaya undang-undang ini bisa menghilangkan politisasi birokrasi, serta memperkuat etik dan perilaku PNS.
Khusus soal lembaga baru pengawas PNS yang diberi nama Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Presiden meminta agar menjadi organisasi yang miskin struktur tetapi kaya fungsi. Selama ini di internal pemerintah, keberadaan KASN ini menimbulkan tarik ulur. Sebab fungsinya bisa berbenturan dengan Kemen PAN-RB serta Badan Kepegawaian Negara (BKN).
"Intinya wajar kalau selama ini pembahasan RUU ASN ini muncul pro dan kontra. Karena keberadaannya menyangkut PNS yang jumlahnya sekitar 4,45 juta orang," tandas Eko.
Eko menuturkan, selama ini ada sejumlah persoalan mendasar dalam SDM birokrasi Indonesia. Mulai belum tertanamnya budaya kinerja dan budaya pelayanan. Lalu ukuran kinerja birokrasi pada umumnya belum terlalu kongkrit dan tidak terencana dengan baik.
"Seorang PNS juga sangat sulit diberhentikan karena alasan tidak tercapainya kinerja. Sehingga kerjanya seenaknya," tutur Eko.
Eko juga tidak menampik besarnya gejala pengaruh politik, hubungan kekerabatan, hubungan ekonomi, dan berbagai relasi lain dalam manajemen SDM PNS. Dalam proses rekrutmen dan pengisian jabatan (promosi) saja misalnya, di sebagian instansi pemerintahan daerah lebih ditentukan relasi-relasi politik, kekeluargaan, dan ekonomi.
Dengan pemberlakukan RUU ASN nanti, Eko menuturkan pengisian jabatan bakal dilakukan dengan pendekatan open career system atau seleksi terbuka. "Tidak seperti kebanyakan yang ada saat ini, dilakukan secara tertutup," katanya.
Dalam promosi jabatan secara tertutup itu, Eko mengatakan kental sekali nuansa senioritas dan kepangkatan. Padahal idealnya menurut Eko, pengisian jabatan dilakukan dengan kompetisi terbuka dan menilai kompetensi PNS. (wan/kim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tarif KRL Tidak Naik Hingga 2014
Redaktur : Tim Redaksi