MAKASSAR -- Pakar Psikologi Pendidikan Universitas Negeri Makassar (UNM), Sulawesi Selatan (Sulsel), Profesor Muhammad Jufri menegaskan perlunya para guru mengubah gaya mengajarnya. Masalahnya, kata dia, selama ini, model pembelajaran yang diterapkan cenderung melahirkan sikap negatif anak didik. Seperti rasa takut. bosan, dan menganggap pelajaran yang disuguhkan tidak bermakna.
Hal tersebut diungkapkan Profesor Jufri saat memberikan paparan pada Seminar Nasional bertajuk Guru Sejahtera, Pendidikan Berkualitas yang dilaksanakan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Daerah Makasssar di Aula PPs UNM. Menurutnya, tidak ada pilihan lain yang mesti dilakukan saat ini selain melakukan variasi di ruang kelas.
Jika hal ini tidak dijalankan, menurut dia, maka akan sangat sulit melahirkan mutu pendidikan yang berkualitas. Pasalnya, berdasarkan hasil riset pembelajaran yang menyenangkan justru tingkat pencapaian target pengajaran lebih tinggi. Selain itu, pembelajaran yang dilakukan dengan setting happy juga akan berujung pada ketenangan guru dalam menghadapi anak didiknya.
"Saya mau katakan dari hasil riset terbukti, jika pembelajaran hanya dengan kata-kata seperti selama ini, maka hasilnya hanya 7 persen. Tapi jika dibarengi dengan intonasi kalimat atau gaya bahasa, maka pencapaiannya sampai 38 persen. Kemudian jika dibarengi dengan bahasa tubuh, maka pencapaiannya sampai 55 persen," ungkap Jufri.
Dikatakan lagi, Jufri bahwa pola yang tepat adalah berinteraksi dengan peserta didik dalam dinamika yang menyenangkan. Memahami kondisi dan karakter murid harus dilakukan. Apalagi, pada masa anak-anak, jelas yang dibutuhkan adalah keamanan, kesenangan, dan perhatian. "Jangan justru buat suasana menakutkan, galak, dan monoton di ruang kelas," tambahnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Badan Anggaran DPR RI, Tamsil Linrung mengatakan, masalah yang tidak bisa dipungkiri saat ini memang adalah faktor sarana pendidikan dan kesejahteraan guru. Alokasi, dana pendidikan menurutnya, sudah lebih dari 20 persen. Hanya saja, masih banyak terjadi kebocoran anggaran sehingga belum maksimal realisasinya.
"Pada 2014 nanti diproyek APBN sudah mencapai 2000 triliun. Artinya, jika dikali dengan 20 persen, maka anggaran pendidikan sudah sampai 400 triliun. Itu dana besar. Nah, tinggal bagaimana dana ini dimaksimalkan. Selain untuk kesejahteraan guru juga pembenahan infrastruktur sekolah. Masih banyak sekarang sekolah dari gubuk," ujarnya. (arm/sil)
Hal tersebut diungkapkan Profesor Jufri saat memberikan paparan pada Seminar Nasional bertajuk Guru Sejahtera, Pendidikan Berkualitas yang dilaksanakan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Daerah Makasssar di Aula PPs UNM. Menurutnya, tidak ada pilihan lain yang mesti dilakukan saat ini selain melakukan variasi di ruang kelas.
Jika hal ini tidak dijalankan, menurut dia, maka akan sangat sulit melahirkan mutu pendidikan yang berkualitas. Pasalnya, berdasarkan hasil riset pembelajaran yang menyenangkan justru tingkat pencapaian target pengajaran lebih tinggi. Selain itu, pembelajaran yang dilakukan dengan setting happy juga akan berujung pada ketenangan guru dalam menghadapi anak didiknya.
"Saya mau katakan dari hasil riset terbukti, jika pembelajaran hanya dengan kata-kata seperti selama ini, maka hasilnya hanya 7 persen. Tapi jika dibarengi dengan intonasi kalimat atau gaya bahasa, maka pencapaiannya sampai 38 persen. Kemudian jika dibarengi dengan bahasa tubuh, maka pencapaiannya sampai 55 persen," ungkap Jufri.
Dikatakan lagi, Jufri bahwa pola yang tepat adalah berinteraksi dengan peserta didik dalam dinamika yang menyenangkan. Memahami kondisi dan karakter murid harus dilakukan. Apalagi, pada masa anak-anak, jelas yang dibutuhkan adalah keamanan, kesenangan, dan perhatian. "Jangan justru buat suasana menakutkan, galak, dan monoton di ruang kelas," tambahnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Badan Anggaran DPR RI, Tamsil Linrung mengatakan, masalah yang tidak bisa dipungkiri saat ini memang adalah faktor sarana pendidikan dan kesejahteraan guru. Alokasi, dana pendidikan menurutnya, sudah lebih dari 20 persen. Hanya saja, masih banyak terjadi kebocoran anggaran sehingga belum maksimal realisasinya.
"Pada 2014 nanti diproyek APBN sudah mencapai 2000 triliun. Artinya, jika dikali dengan 20 persen, maka anggaran pendidikan sudah sampai 400 triliun. Itu dana besar. Nah, tinggal bagaimana dana ini dimaksimalkan. Selain untuk kesejahteraan guru juga pembenahan infrastruktur sekolah. Masih banyak sekarang sekolah dari gubuk," ujarnya. (arm/sil)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Wajar 9 Tahun di 173 Daerah Belum Tuntas
Redaktur : Tim Redaksi