Klaim Polisi Federal Australia (AFP) yang telah menyita sabu Kristal senilai lebih dari 1 miliar dolar (atau setara Rp 10 triliun) di dalam bra push-up dan bahan-bahan kerajinan yang diimpor dari Hong Kong, berada di bawah pengawasan.
Sejumlah petugas mengakui mereka menggunakan "batas atas" untuk membuat penilaian tersebut.
BACA JUGA: Tes Air Liur Bisa Digunakan Untuk Deteksi Dini Kanker
Polisi mengatakan, empat orang telah dituduh mengimpor 720 liter sabu cair, dalam operasi yang petugas sebut sebagai penyitaan terbesar –di jenisnya -dalam sejarah Australia.
Tetapi klaim AFP bahwa narkoba itu bernilai lebih dari 1 miliar dolar (atau setara Rp 10 triliun) tengah di bawah pengawasan, dengan analisa atas penyitaan sabu yang dipublikasikan bulan lalu menunjukkan polisi menaksir hampir empat kali lipat dari harga yang mereka gunakan dalam razia sebelumnya.
BACA JUGA: Populasi Penduduk Australia Mencapai Angka 24 Juta Jiwa
AFP mengatakan, hal itu muncul dengan data yang menggunakan metode "batas atas" dari penghitungan harga narkoba yang baru.
Polisi mengatakan, 720 liter sabu cair yang ditemukan bisa digunakan untuk membuat 504 kilo sabu dengan nilai pasaran sebesar 1,26 miliar dolar (atau setara Rp 12,6 triliun) – atau senilai 2,5 juta dolar (atau setara Rp 25 miliar) per kilo.
BACA JUGA: Australia Didesak Perbaharui Kebijakan Antariksa Demi Dukung Industri Satelit
Namun, bulan lalu, AFP menaksir 159 kilogram sabu dengan nilai 106,5 juta dolar (atau setara Rp 1,06 triliun), atau sekitar 666.000 dolar (atau setara Rp 6,6 miliar) per kilo.
Komandan Chris Sheehan dari AFP wilayah New South Wales ditanya tentang perbedaan ini.
"Poin pertama yang saya nyatakan adalah, terlepas dari nilainya, setelah kami menyita obat, mereka pada dasarnya tak ada harganya karena mereka tak akan pernah dianggap sebagai keuntungan bagi kejahatan terorganisir," sebutnya.
Ia menjelaskan, "Dalam hal perhitungan nilai, ada sejumlah cara berbeda untuk menghitungnya. Biasanya, AFP bergantung pada Laporan Data Obat Terlarang (IDDR) milik ACC. Sekarang, laporan itu keluar setiap tahun, dan jelas nilainya berubah dari waktu ke waktu.”
"Nilai tertentu dari pengiriman ini telah dihitung atas dasar nilai yang dijual di tingkat jalanan, yang pada tingkat itu - satu kilogram sabu kristal -bisa dipecah menjadi barang 0,1 gram, dan dijual dengan harga itu,” tambahnya.
Ia menyambung, "Sekarang, penghitung dari sana membawa kami ke angka 1,26 miliar dolar (atau setara Rp 12, 6 triliun)."
Kriminolog dan mantan polisi, Dr Terry Goldsworthy, mengatakan, ia ingin melihat polisi lebih terbuka tentang metodologi penilaian narkoba yang mereka gunakan.
"Itu harus konsisten. Selalu bagus bagi headline media untuk menyebut 'kami menyita narkoba senilai miliaran dolar' tapi perlu ada beberapa metodologi realistis di belakang itu dan mungkin mereka harus membuat metodologi itu dikenal," jelasnya.
Ia menerangkan, "Bukan rahasia bahwa ACC menerbitkan data tentang harga narkoba dan harga pasaran. Saya ingin melihat AFP, atau siapapun yang membuat itu, mengedepankan bagaimana mereka benar-benar menghitung hal tersebut."
Dalam pernyataan yang dirilis pada hari Senin (15/2), AFP mengakui bahwa metode penghitungan mereka, baru-baru ini, berubah.
"Sebuah keputusan dibuat untuk membakukan penghitungan obat AFP dari IDDR terbaru (yang menggunakan angka kisaran atas) mengingat sebelumnya menggunakan titik tengah dan berbasis negara oleh negara," sebut pernyataan itu.
"Sekarang kami menggunakan satu titik acuan."
Di samping valuasi, polisi memiliki hal lain yang mereka fokuskan –yakni empat penangkapan.
Tiga pria dan seorang perempuan dari Hong Kong dan China telah didakwa dengan pelanggaran penyediaan narkoba komersial utama.
Aparat penegak hukum mengatakan, sabu cair disembunyikan dengan rapi di dalam sejumlah peralatan melukis, botol lem dan bra push-up.
Empat orang yang didakwa dalam penggrebekan itu tetap dalam tahanan, dan menghadapi hukuman penjara seumur hidup jika terbukti bersalah.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jejak Cakar di Gua Australia Ungkap Kehidupan Singa Berkantung Prasejarah