jpnn.com, JAKARTA - Ahli Psikologi Sosial dari Universitas Indonesia (UI) Risa Permana Deli mengeritik sumber pemberatan dalam kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Adapun, kritikan Risa ditujukan kepada penegak hukum dalam hal ini polisi yang menggunakan transkrip ucapan Ahok di Kepulauan Seribu sebagai salah satu bukti.
BACA JUGA: Ahok Mengutip Almaidah Bukan Desakralisasi Agama
"Saya pikir, polisi terlalu gegabah menjadikan transkrip sebagai alat bukti," kata Risa dalam sidang di Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Rabu (29/3).
Menurutnya, untuk memberatkan kesalahan terdakwa hanya berdasarkan transkrip adalah kurang tepat. Dia menilai, transkrip tidak serta merta menunjukkan keadaan sebenarnya saat Ahok berpidato di Kepulauan Seribu.
BACA JUGA: Ini Arti Ekspresi Warga Pulau Seribu Usai Ahok Pidato
"Kalau mau dijadikan alat bukti, harusnya transkrip disertakan dengan reaksi masyarakat dan kondisi sekitar," ungkapnya.
Lantas, Direktur Pusat Kajian Representasi Sosial dan Laboratorium Psikologi Sosial Eropa itu pun menyayangkan kasus Ahok yang selama ini dilihat dari sisi bagian kecil saja. Warga maupun penegak hukum harusnya bisa menilai kasus ini dari sekop yang lebih luas.
BACA JUGA: Wanita Pembawa Sangkur di Sidang Ahok, Pasien RSJ?
"Makanya saya bisa katakan tuduhan ini tidak valid. Kalimat yang diambil hanya sedikit saja. Makanya saya bilang kasus ini terlalu sumir," tuturnya.
Jika ingin menggali kasus ini lebih dalam, maka penegak hukum hendaknya menggali dari awal kenapa Ahok bisa menyinggung surat Al-Maidah.
"Anda harus melihat kenapa ia merujuk surat tersebut, siapa yang pernah mengucapkan jangan pilih saudara Basuki Tjahaja Purnama karena agama," tandasnya.(uya/JPG)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Psikolog: Ahok Punya Pengalaman Buruk soal Almaidah
Redaktur : Tim Redaksi