Polisi ini Harus Wisuda Pensiun di Atas Kursi Roda

Senin, 15 Oktober 2018 – 13:04 WIB
Iptu Suwito. FOTO : Jawa Pos

jpnn.com, SURABAYA - Semua yang berada di lapangan Mapolrestabes Surabaya langsung bertepuk tangan ketika Iptu Suwito datang dalam wisuda purnabakti pada Jumat (12/10). Semua anggota, baik yang menjalani upacara purnabakti maupun yang masih aktif, langsung menyambut ketika dia datang dengan ditemani Zubaidah, istrinya. 

Ada yang langsung menyiapkan kursi roda begitu dia turun dari taksi online yang ditumpanginya. Kemudian, tongkatnya dibawakan. Perhatian itu membuat Suwito menangis. "Terharu rasanya," ucapnya. Pengabdiannya selama 39 tahun 7 bulan seperti terbayar dengan penghormatan itu. 

Puncaknya terjadi ketika Kapolrestabes Surabaya Kombespol Rudi Setiawan memberikan piagam penghargaan atas jasa-jasanya selama mengabdi di Polri. 

Suwito yang terakhir tercatat sebagai anggota Bagsumda Polrestabes Surabaya pensiun dengan pangkat terakhir iptu. 

Dia sebenarnya hampir berpangkat AKP pada 2016, tetapi kenaikan pangkat itu batal didapat karena sakit stroke yang dideritanya hingga mengakibatkan dirinya lumpuh Sakit stroke itu diderita Suwito sejak 2014 saat masih bertugas sebagai perwira Unit II Binmas Polsek Rungkut. Setahun berselang atau akhir 2015, dia mendapatkan surat untuk mengurus proses administrasi kenaikan pangkat. Dia kemudian pindah ke Polsek Jambangan sebagai Kanit Sabhara sebagai syarat untuk mendapatkan pangkat tersebut. "Saya ngurus karena diberi tahu ada suratnya. Pindah ke Jambangan untuk job kapten (AKP)," ucapnya.

Namun, setahun berselang, saat pelantikan untuk kenaikan pangkat, dia menjadi salah seorang anggota yang batal dilantik. Suwito tidak tahu dan tidak mau mencari tahu mengapa dirinya batal mendapatkan pangkat tersebut. Dia meyakini pangkat itu batal didapat karena kondisinya lumpuh. "Saya sakit, tahu diri. Wong sakit kok masih ngurus pangkat," ujarnya.

Setelah dipastikan dirinya batal dilantik, Suwito kemudian dimutasi ke Bagsumda Polrestabes Surabaya pada 2017. Mulai saat itu, dia tidak lagi pergi ke kantor. Sebab, kantornya berada di lantai atas yang tentu saja menyulitkannya. Menurut dia, daripada pergi ke kantor dan merepotkan teman-temannya karena harus membantunya, lebih baik istirahat saja di rumah.

"Dari institusi tidak meminta Bapak ngantor. Mereka memiliki pengertian yang membuat kami legawa. Kami sangat bersyukur Bapak tidak dipensiundinikan dan bisa pensiun pas waktunya," tambah Zubaidah.

Bagi Zubaidah, pimpinan dan rekan-rekan suaminya di kepolisian cukup perhatian kepada keluarganya. Salah satu pimpinan yang cukup perhatian dan berkesan hingga kini adalah Wakapolda Jatim M. Iqbal. Semasa menjabat Kapolrestabes Surabaya, Iqbal pernah mengirim dokter pribadinya ke rumah anak buahnya itu sekaligus memberikan salam.

"Kami sampai nangis saat itu. Sampai begitu perhatiannya. Selama ini hak-hak suami saya juga sudah dipenuhi oleh institusi, membuat kami legawa," tuturnya.

Selain itu, yang membuat Suwito lebih legawa, ketika dirinya batal mendapatkan pangkat kapten, anak pertamanya, Wida Amalia Rosalina, 30, diangkat sebagai PNS di Politeknik Negeri Madura dan anak keduanya, Wida Nuril Karimah, 25, lulus sebagai sarjana hukum. "Hikmahnya, rezeki orang tua menurun ke anak-anaknya," ucap Suwito.

Suwito mengawali karir dari tamtama pada 1978. Naik menjadi bintara pada 1990, kemudian menjadi perwira. Karirnya banyak dihabiskan di binmas. Dia bukan tipikal polisi stereotip yang mengejar-ngejar maling. Tapi, dia adalah polisi yang dekat dengan masyarakat. Saking dekatnya dengan masyarakat, dia kerap ditunjuk sebagai imam di banyak masjid. Terutama di kawasan Surabaya Timur. Selain itu, ketika jalan, sering tiba-tiba disapa orang yang dia sendiri lupa namanya. (*/c6/ano) 

BACA JUGA: 78 Pati TNI AL Mengikuti Tradisi Wisuda Purna Wira 2018


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler