Polisi Main-main, KPK Manfaatkan Panggung

Senin, 08 Oktober 2012 – 07:56 WIB
JAKARTA - Komisi III DPR dalam waktu dekat akan segera memanggil Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), Jenderal.Pol.Timur Pradopo. Langkah ini terkait upaya penjemputan paksa yang dilakukan aparat kepolisian atas penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, yang juga merupakan anggota kepolisian.

Hal tersebut dikemukakan anggota Komisi III dari Fraksi PDI Perjuangan, Eva Kusuma Sundari kepada JPNN Minggu (7/10). “Tampaknya begitu, karena pada pertemuan terakhir (Komisi III dengan Kapolri,r ed) belum ada kesimpulan dan akan dilanjutkan,” ungkapnya menjawab pertanyaan apakah Komisi III akan segera memanggil Kapolri.

Eva belum menyebut kapan waktu pemanggilan tersebut. Ia hanya menyatakan, benar-benar sangat prihatin atas peristiwa penangkapan Novel dengan mengerahkan begitu banyak pasukan kepolisian.

“Kita semua sedang memprihatinkan kondisi penegakkan hukum pemberantasan tindak pidana korupsi dan nasibnya kelak. Berlarutnya konflik antara 2 lembaga penyidik, POLRI dan KPK yang dipicu kasus simulator SIM, jelas telah disikapi dengan membangun jebakan permainan kekuasaan dan hukum oleh lembaga penegak hukum.”

Pilihan mengambil langkah ini menurutnya, jelas-jelas telah mengasingkan dan merampas hak rakyat sebagai subyek untuk dibebaskan dari korupsi kolusi dan nepotisme, sebagaimana amanat konstitusi dan reformasi.

Sehingga akibatnya, lewat peristiwa ini, Eva mengatakan, rakyat menilai penegak hukum sedang asyik bermain-main dengan hukum. Termasuk mengkriminalisasi anak buah sendiri, menggunakan data 7 tahun lalu yang dihidupkan kembali. “Sementara KPK di lain pihak, memaksimalkan panggung sebagai pihak teraniaya dengan dukungan publik, karena memang penguasa melakukan pembiaran.”

Oleh sebab itu, permainan hukum dan adu jotos antar aparat penegak hukum ini menurut Eva, harus benar-benar segera dihentikan oleh presiden sebagai komandan dan pemegang mandat perwujudan reformasi.

 “Presiden yang punya kekuasaan, harus digunakan untuk memastikan penegak hukum tidak mengkorup arah dan tujuan Reformasi. Presiden dan kita semua para politisi) harus berposisi sama dalam mendudukkan persoalan. Bahwa pertikaian POLRI dan KPK sebenarnya merupakan sinyalemen adanya korupsi terhadap reformasi," ujarnya.

Jadi, sangat pantas menurut Eva kemudian, jika saat ini terlihat begitu besar upaya perlawanan yang dilakukan masyarakat. Apalagi kondisinya, sikap presiden selama ini juga lebih terlihat mencerminkan ilmuan reformasi. “Jadi Presiden harus segera bertransformasi menjadi komandan reformasi, dengan menertibkan dan menormalkan perilaku para penegak hukum,” ungkapnya.

Secara terpisah, Koordinator Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta.S.Pane, justru melihat sangat aneh, jika Kapolri sampai tidak tahu adanya penjemputan paksa yang dilakukan anak buahnya.

“Memang boleh saja tidak semua penanganan perkara, itu tidak dilaporkan kepada Kapolri. Tapi Novel ini kan bukan penjahat jalanan. Tapi ditugaskan di KPK atas penunjukan dari kepolisian. Jadi kalau hendak dilakukan penangkapan paksa, itu aparat kepolisian yang melakukan harus melapor ke Kapolri terlebih dahulu,” ungkapnya kepada JPNN.

Kalau cara-cara seperti ini terus dibiarkan, Neta khawatir, jangan-jangan nantinya ada sekelompok oknum polisi yang menyerang ke Istana negara pun, Kapolri tidak mengetahuinya. Makanya atas tindakan yang dilakukan aparat kepolisian pada Jumat malam (5/10) lalu hingga Sabtu dini hari (6/10), menurut Neta, “menunjukkan sikap-sikap asli arogansi kepolisian. Langkah tersebut cenderung telah mengarah pada perbuatan kriminalisasi

Neta juga melihat indikasi adanya balas dendam kepolisian. “Namun yang dikorbankan justru anak buahnya sendiri. Ini benar-benar preseden buruk, karena saat ini ada 110 penyidik polisi di KPK yang terancam karirnya. Jadi aparat kepolisian takut kalau sampai ditugaskan ke KPK,” ujarnya. Untuk itu menghadapi kondisi ini, Neta meminta sebaiknya Komisi III segera memanggil Kapolri maupun petinggi KPK.

“Selain itu Presiden juga harus menegur Kapolri. Kenapa untuk mejemput satu orang, sampai menurunkan tim yang begitu besar ke KPK. Dia kan polisi juga, jadi harus lewat SOP juga dong. Jangan justru menunjukkan seolah-oleh polisi itu bergaya preman.”

Di sisi lain, Neta juga mengingatkan para pimpinan KPK. Menurutnya, peristiwa ini sampai terjadi, karena juga ada indikasi sikap pimpinan KPK yang arogan. “Samad bilang, akan segera menangkap Joko Susilo. Ini kan cara-cara yang tidak sehat,” ungkapnya. (gir/jpnn)


BACA ARTIKEL LAINNYA... Majelis Tinggi Demokrat Pilih Dede Yusuf jadi Cagub Jabar

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler