jpnn.com, JAKARTA - Pihak sukarelawan Jokowi Mania (JoMan) selaku pelapor Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun dipanggil Polda Metro Jaya, Rabu (19/1).
Mereka dipanggil untuk dimintai klarifikasi terkait laporan yang dilayangkan terhadap Ubedilah.
BACA JUGA: Suntikan Modal Rp 71 Miliar untuk Bisnis Es Doger Dipersoalkan, Gibran Bilang Begini
"Klarifikasi hari ini kepada penyidik, kami dari Jokowi Mania," kata kuasa hukum Jokowi Mania, Bambang Sri di Polda Metro Jaya, Rabu (19/1).
Dia menuturkan ada sembilan pertanyaan yang diajukan penyidik kepada pihaknya.
BACA JUGA: KPK Tancap Gas Memproses Dugaan Tindakan Korupsi Gibran dan Kaesang
Selain itu, ujar Bambang, dalam klarifikasi tersebut, penyidik juga menyampaikan soal pernyataan Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka yang berkeinginan agar perkara tersebut dihentikan.
“Kami juga menghargai dan telah disampaikan oleh penyidik perihal keinginan dari Pak Gibran selaku Wali Kota untuk menghentikan perkara ini. Namun demikian, untuk sebatas hari ini, kami itu melakukan gelar perkara mengenai pasal-pasalnya seperti itu," ujarnya.
BACA JUGA: Laporkan Ubedilah Badrun, San Salvator Diperiksa Polisi
Bambang mengatakan pihaknya akan terlebih dahulu berkonsultasi dengan Ketua Umum JoMan Immanuel Ebenezer, terkait apakah akan mencabut atau meneruskan laporan terhadap Ubedilah Badrun tersebut.
"Ini yang akan kami konsultasikan ke Pak Immanuel Ketum JoMan untuk hal ini. Kalau Pak Immanuel suruh menghentikan, ya, (kami) hentikan," katanya. “Kalau tahap selanjutnya kami serahkan ke penyidik, apakah unsurnya terpenuhi atau tidak," pungkasnya.
Laporan terhadap Ubedilah Badrun di Polda Metro Jaya berawal dari dosen UNJ itu yang melaporkan Gibran dan Kaesang Pangarep ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (10/1).
"Jadi, laporan ini terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi dan atau tindak pidana pencucian uang berkaitan dengan dugaan KKN relasi bisnis anak Presiden RI dengan grup bisnis yang diduga terlibat pembakaran hutan," kata Ubedilah di Gedung KPK, Jakarta.
Ubedilah mengaku kejadian tersebut bermula pada 2015 ketika ada perusahaan, yaitu PT SM yang menjadi tersangka pembakaran hutan dan sudah dituntut oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) senilai Rp 7,9 triliun.
Namun, dalam perkembangannya, Mahkamah Agung (MA) hanya mengabulkan tuntutan senilai Rp 78 miliar.
"Itu terjadi pada Februari 2019 setelah anak Presiden membuat perusahaan gabungan dengan anak petinggi perusahaan PT SM," ujar Ubedilah.
Dia mengatakan dugaan KKN tersebut terjadi terkait adanya suntikan dana penyertaan modal dari perusahaan ventura.
"Itu dugaan KKN yang sangat jelas saya kira yang bisa dibaca oleh publik karena tidak mungkin perusahaan baru anak presiden mendapat suntikan dana penyertaan modal dari sebuah perusahaan ventura, yang juga itu dengan PT SM dua kali diberikan kucuran dana. Angkanya kurang lebih Rp 99,3 miliar dalam waktu yang dekat," ujarnya.
Setelah itu, lanjut Ubedilah, anak presiden membeli saham di sebuah perusahaan dengan angka yang juga cukup fantastis Rp 92 miliar.
“Itu bagi kami tanda tanya besar. Apakah seorang anak muda yang baru mendirikan perusahaan dengan mudah mendapatkan penyertaan modal dengan angka cukup fantastis, kalau dia bukan anak presiden," ujar dia.
Sementara, Gibran Rakabuming Raka memastikan tidak akan melaporkan balik Ubedilah yang sebelumnya sudah melaporkannya ke KPK.
"Rasah, tekke wae lak bosen (tidak usah, didiamkan saja nanti, kan, bosan)," katanya di Solo, Jumat.
Apa lagi, kata dia, saat ini pemberitaan terkait dengan kasus tersebut sudah mulai mereda.
“Fokus nyambut gawe wae (bekerja saja). Koyo ora nduwe gawean wae (seperti tidak punya pekerjaan saja), sibuk," katanya.
Gibran juga tidak merasa tercemar dengan pelaporan tersebut sehingga tidak perlu ada upaya pelaporan balik atas pencemaran nama baik.
"Aku nyolong (mencuri) ngono, tercemar," katanya. (antara/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Boy