"Dia juga akan kami periksa sebagai saksi. Yang jelas, dalam waktu dekat," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Mabes Polri Brigjen Pol Boy Rafli Amar di Mabes Polri kemarin (9/8). Boy mengungkapkan, pihaknya sudah mulai memeriksa para tersangka. Yang pertama diperiksa kemarin (8/9) adalah Kompol Legimo.
Polisi yang menjabat bendahara proyek itu diperiksa di tempat penahanannya di Rutan Mako Brimob. Pemeriksaan terhadap Legimo itu adalah pemeriksaan lanjutan untuk mendalami keterlibatan dirinya dan tersangka lain yang ikut ditahan. Sebelumnya, tiga tersangka lain sudah diperiksa sehari sebelumnya. Yakni, Wakakorlantas Brigjen Pol Didik Purnomo (pejabat pembuat komitmen), AKBP Teddy Rusmawan (ketua panitia lelang), dan Budi Susanto (pimpinan perusahaan pemenang dan penggarap tender).
Sukotjo Bambang, tersangka lainnya, belum diperiksa karena masih dalam perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sebagai justice collaborator alias pelaku yang bekerja sama mengungkap perkara. "Hari ini Legimo diperiksa, kemarin tiga lainnya yang diperiksa. Selanjutnya Djoko Soesilo," kata Boy.
Boy mengakui bahwa pihaknya memang bergegas dalam mengurus perkara simulator SIM. Tujuannya, agar gambaran kasus bisa segera diungkap. Dia menampik anggapan bahwa pemeriksaan dilakukan untuk mendahului KPK.
"Tidak ada yang mendadak. Tidak ada yang tiba-tiba. Semuanya sudah sesuai perhitungan," katanya. "Lagi pula, pasal yang kami gunakan juga sama dengan yang digunakan KPK. Kami pakai pasal korupsi, KPK juga. Lantas, apa bedanya kami yang mengusut dan KPK yang mengusut?" katanya.
Sembari pemeriksaan tersangka berjalan, kata Boy, penyidik akan berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Mereka ingin agar lembaga auditor tertinggi itu menghitung dengan rinci berapa kerugian negara dalam pengadaan simulator SIM.
Mantan Kapoltabes Padang itu menegaskan bahwa buntunya pembicaraan antara pucuk pimpinan Polri dan KPK tidak berpengaruh terhadap jalannya penyidikan. Meskipun belum ada kesepakatan, bukan berarti polisi tidak bisa mengambil langkah. "Kami tidak harus menunggu ada kesepakatan," katanya.
Di sisi lain, kata Boy, KPK juga tak bisa sembarangan memeriksa para tersangka yang berada dalam tahanan Mabes Polri. Lembaga pimpinan Abraham Samad itu harus berkoordinasi dan mengikuti aturan main kepolisian. Apalagi selama belum ada kesepakatan antara pucuk pimpinan dua lembaga tersebut. Tapi, kata Boy, pihaknya tetap akan merancang pertemuan lagi antara Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo dan Abraham setelah empat kali tatap mata gagal.
Sementara KPK memang mengaku masih cooling down dalam menangani kasus simulator SIM. Juru bicara KPK Johan Budi mengatakan pihaknya belum merencakan memanggil saksi-saksi dari pihak polisi apalagi memanggil tersangka Djoko Susilo. "Kami fokus dulu memeriksa saksi dari pihak swasta. Jadi kami masih terus mengembangkan kasus ini," kata Johan Budi.
Terkait dengan lebih dulunya mabes polri memeriksa pihak-pihak dari pihak kepolisian, Johan mengatakan itu adalah kewenangan polisi dan KPK tidak akan mencampurinya. Tapi yang jelas, KPK akan terus mendalami kasus simulator SIM. Bahkan, kata dia, KPK bisa kapan saja mengakses barang bukti yang kini tersimpan di kontainer di halaman belakang gedung KPK. "Pekan depan barang bukti akan dibuka, tetapi yang perlu ditegaskan, KPK tidak pernah menyingkirkan polri. Kami memang harus bersinergi," ujarnya.
Di bagian lain, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membuka pembicaraannya saat bertemu dengan Ketua KPK Abraham Samad dan Kapolri Jenderal Timur Pradopo saat buka bersama di Mabes Polri (8/8). SBY mendukung langkah institusi penegak hukum dalam melakukan pemberantasan korupsi.
Dalam pembicaraan sekitar lima menit itu, SBY sempat menyinggung masalah "rebutan" penanganan perkara dugaan korupsi simulator Korlantas Polri. "Saya berterima kasih kalau kedua lembaga ini, atas silang pendapat yang terjadi bisa diselesaikan dengan baik, bisa dicapai kesepakatan," kata SBY saat membuka rapat koordinasi bidang pertahanan di Mabes TNI, Cilangkap, kemarin (9/8).
Kesepakatan yang dimaksud presiden adalah, baik KPK maupun Polri, bisa menjalankan tugas sebaik-baiknya dalam memberantas korupsi. "Saya katakan tadi malam (Rabu malam, Red), bapak berdua ini (ketua KPK dan Kapolri, Red) adalah andalan saya, jago-jago saya dalam perang melawan korupsi," tutur SBY.
KPK, lanjut dia, memiliki peran yang sangat penting. Selain itu kepolisian, kejaksaan, dan penegak hukum yang lain juga menjalankan tugasnya. "Saya berharap bisa berkolaborasi, dalam arti saling mendukung, bekerjasama agar pemberantasan korupsi berjalan dengan baik," katanya.
Sementara itu, Mensesneg Sudi Silalahi menolak jika disebut presiden bergerak lambat dalam menyikapi sengketa KPK - Polri. Menurutnya, presiden sudah memberikan instruksi kepada menko polhukam untuk menindaklanjuti persoalan itu. "Ada MoU, ada undang-undang. Itu dilaksanakan," katanya.
Sudi mengklaim, presiden konsisten pada upaya pemberantasan korupsi. Salah satu bukti yang disebutnya adalah jumlah surat izin pemeriksaan yang ditandatangani untuk menteri, anggota DPR, atau pun kepala daerah yang tersandung persoalan hukum.
Saat Sudi menjabat sebagai sekretaris kabinet dalam Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid I, jumlah izin yang diteken berjumlah 168. Sementara saat ini, jumlahnya mencapai 1.640 izin pemeriksaan.
Secara terpisah, Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai sendiri ikut menyayangkan terjadinya proses penyidikan "ganda" terhadap Sukotjo Bambang yang dilakukan Polri dan KPK. Dia memprediksi Bambang yang sampai sekarang masih dalam perlindungan LPSK akan sangat kelelahan.
"Karena diproses oleh dua insitusi, berarti dia jadi saksi untuk tersangka A di KPK. Lalu jadi saksi untuk tersangka A di Polri. Dua kali. Bagaimana dengan waktu, tenaga, dan fikiran. Ketenangan nggak akan ada. Terlebih lagi setelah dia dalam status tersangka," kata Haris.
Haris mengingatkan ujung dari proses penyidikan di Polri dan KPK berbeda. Kalau di Polri, proses penuntutan dilakukan kejaksaan agung. Sedangkan KPK sendiri bertindak sebagai penuntut umum. Polri memiliki mekanisme Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), sebaliknya KPK tidak bisa menghentikan penyidikan.
"Karena penyidikannya dilakukan dua institusi berbeda, maka muaranya juga berbeda. Masak satu orang diadili dua kali untuk perbuatan yang sama. Ini melanggar aturan," ingatnya.
Selain itu, lanjut Haris, bila memang Sukotjo Bambang hendak ditetapkan sebagai justice collaborator, proses antara Polri dan KPK juga berbeda. Kalau disidik KPK, maka ketua KPK yang berhak mengumumkan itu. Kalau disidik kepolisian, maka kejaksaan yang mengumumkannya.
"Kami berharap segera saja diputuskan. Setidaknya kalau ada dua penyidikan jangan tersangkanya sama. Berbeda-beda sajalah," tegas Haris. LSPK, kata Haris, mendorong Mahkamah Konstitusi atau presiden untuk secepatnya menyelesaikan persoalan ini. "Supaya saksi ini tidak terombang-ambing atau dirugikan," katanya.
Meskipun tidak eksplisit mendukung KPK, Haris menyebut Bambang Soekotjo pertama kali melaporkan kasus korupsi itu ke KPK. Setelah melaporkannya, Bambang Soekotjo meminta perlindungan ke LPSK. "Sekitar April atau Mei 2012, saya agak lupa," katanya.
Setelah melakukan telaah dan investigasi, serta berkoordinasi dengan KPK, awal Juli diputuskan kalau Bambang Soekotjo berhak mendapatkan perlindungan KPK. "Bentuknya perlindungan fisik dan pendampingan saat pemeriksaan, apabila dilakukan penyidikan oleh aparat penegak hukum dalam status pelapor atau saksi," katanya. (aga/kuh/fal/ken/pri)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Polri Garap 3 Tersangka Simulator di Mako Brimob
Redaktur : Tim Redaksi