Mantan Ketua Komnas HAM, Ifdhal Kasim menyatakan, dalam menangani kasus terorisme itu pula terjadi legalisasi atas pembunuhan. "Pemberantasan kelompok yang diduga atau disebut teroris, semua ada pemenembakan, extrajudicial killing," kata Ifdhal dalam diskusi "Refleksi dan Evaluasi Penegakan Hukum dan HAM Tahun 2012 di kantor DPP PPP, Jakata Pusat, Rabu (26/12).
Menurutnya, hampir di semua insiden penembakan itu justru petugas di lapangan melanggar undang-undang termasuk aturan di kepolisian sendiri. "Apakah sah penembakan itu, apakah secara hukum memenuhi persyaratan yang ditetapkan UU untuk melakukan penembakan itu?" ucapnya.
Ditegaskannya pula, harusnya negara bisa menjaga keamanan tanpa mengabaikan hak-hak individual warganya. "Jadi harus ada tindakan dan cara untuk meminta pertangungjawaban," kata Ifdhal seraya menambahkan, dirinya saat masih aktif di Komnas HAM pernah membicarakan soal itu dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Sementara Juru Bicara FPI, Munarman yang juga hadir dalam diskusi itu menyayangkan sikap pemerintah yang begitu gesit soal teror tapi adem-adem saja dalam menghadapi separatisme. Menurutnya, sebenarnya ada kesamaan antara terorisme dengan separatisme. Misalnya, kesamaan modus perbuatanefek yang ditimbulkan.
Namun Munarman menyebut pemerintah terlalu fokus soal terorisme. "Sampai dibentuk badan khusus, tapi untuk separatisme ditangani biasa-bisasa saja," sebutnya.
Bahkan menurutnya, seringkali polisi merekayasa pemenuhan hak sipil. Misalnya dalam pemilihan kuasa hukum bagi tersangka terorisme saja, kata Munarman, sering dijadikan alat tawar oleh kepolisian.
"Setiap tersangka terorisme terlebih dulu ditawari kuasa hukum yang ditunjuk kepolisian. Kalau tersangka setuju dapat imbalan keluarga bisa berkunjung. Kalau tersangkanya menolak, maka hak berkunjung ini dipersulit," beber mantan Direktur YLBHI itu.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dorong Pemerintah Tuntaskan Revisi KUHP
Redaktur : Tim Redaksi