jpnn.com, JAKARTA - Eks Senator atau anggota DPD RI Periode 2009-2024 dan 2024-2019 Mervin Komber meminta Presiden dan DPR RI segera merevisi aturan tentang Corporate Sosial Responsibility sebagaimana diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 2007.
Demikian salah satu kesimpulan disertasi Mervin berjudul “Pengaruh Strategy Policy dan Strategy Planning and Bubgeting Terhadap Efektivitas Corporate Social Responsibility LNG Tangguh Bagi Kesejahteraan Masyarakat Papua Barat yang Dimediasi Oleh Good Corporate Governance”.
BACA JUGA: Eks Sekjen PP PMKRI Mervin Komber Resmi Bergabung di PDIP
Dr. Yolanda Masnita Siagian (ketua Sidang Terbuka Program Doktoral) mengucapkan selamat kepada Mervin Komber seusai meraih gelar doktor Ilmu Ekonomi di Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta pada Kamis, 8 Juni 2023. Foto: Dokumentasi pribadi
BACA JUGA: Mervin Komber Minta Pemerintah Konsisten Jalankan Otsus Papua Jilid Kedua
Mervin resmi meraih gelar Doktor Ilmu Ekonomi di Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta pada Kamis, 8 Juni 2023 setelah berhasil mempertahankan disertasinya saat sidang terbuka yang berlangsung di Kampus Universitas Trisakti Jakarta Gedung Fakultas Ekonomi itu.
Adapun dosen tim penguji terdiri dari Dr. Yolanda Masnita Siagian (Ketua), Prof. Dr. Willy Arafah (Promotor), Dr. Kusnadi (Co-Promotor), Dr. Ir. Dedie S. Martadisastra (Anggota), Dr. Wahyuningsih (Anggota), dan Prof. Dr. Masyhudzulhak (penguji luar).
Mervin berpandangan perlu aturan baru tentang Corporate Sosial Responsibility.
Dia juga mengusulkan perlunya membuat satu undang-undang tersendiri khusus tentang CSR.
Mervin menilai ketentuan mengenai CSR dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 sudah terasa usang. Oleh karena itu, perlu diterbitkan aturan baru soal CSR.
“Secara khusus kami meminta presiden untuk mengeluarkan Perppu dikarenakan adanya aturan yang tumpang tindih antara investasi dan pelaksanaan CSR terkait pemberlakuan UU Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja (UU Omnibuslaw),” ujar Mervin.
Lebih lanjut, Mervin menilai aturan Corporate Sosial Responsibility sebelumnya bersifat parsial dan sangat ego sectoral. Hal itu membingungkan perusahaan dalam menerapkan Corporate Sosial Responsibility di wilayah pertambangan masing-masing.
Saat ini, kata Mervin, pemerintah menggalakkan investasi di Indonesia dengan diterbitkannya UU Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja.
Mervin menyebut ada enam aturan hukum yang mengatur tentang Corporate Social Responsibility.
Pertama, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Kedua, Pemerintah Nomor 47 Tahun 2017 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas.
Ketiga, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Keempat, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Kelima, Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. PER05/MBU/2007 Tahun 2007 Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan sebagaimana terakhir diubah dengan Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara No. PER08/MBU/2013 Tahun 2013 Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. PER-05/MBU/2007 Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan.
Terakhir, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi.
“Selama ini aturan Corporate Social Responsibility (CSR) masih bersifat parsial,” kata Mervin.
Mervin berharap kehadiran aturan yang jelas tentang CSR maka masyarakat di sekitar pertambangan dapat menikmati hasil alamnya.
“Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar pertambangan,” ujar Mervin.(fri/jpnn)
BACA JUGA:
Eks Senator Papua Barat Raih Gelar Doktor Ilmu Ekonomi dari Universitas Trisakti
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Friederich Batari