Politikus Gelora Sudah Melihat Tanda-Tanda PPKM Darurat Bakal Gagal

Jumat, 09 Juli 2021 – 23:59 WIB
Polda Metro Jaya tambah lokasi penyekatan menuju Jakarta selama PPKM Darurat. Ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Bidang Kebijakan Publik Partai Gelora Indonesia Achmad Nur Hidayat menilai kebijakan penerapan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Darurat di Pulau Jawa dan Bali tidak efektif menekan penyebaran COVID-19 varian Delta.

Nur Hidayat menyinggung belum melambatnya laju kematian dan kasus aktif sejak pelaksanaan PPKM Darurat.

BACA JUGA: Laju Covid-19 Masih Tinggi, Pemprov Jatim Diminta Lebih Tegas Saat PPKM Darurat

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, kasus COVID-19 di Indonesia hingga Rabu (7/7) berjumlah 2.379.397 sejak ditemukan pada Maret 2020 lalu.

"Terindikasi gagal meredam lonjakan COVID-19 varian Delta,” kata Nur Hidayat dalam keterangan persnya, Jumat (9/7).

BACA JUGA: PPKM Darurat, Menaker Ida Minta Pekerja Komorbid, Ibu Hamil, dan Menyusui Bekerja WFH

Matnoer, sapaan Achmad Nur Hidayat menilai potensi kegagalan PPKM karena pemerintah tidak maksimal menggunakan tiga instrumen kekuasaan yaitu penegakan hukum, keuangan, dan kepemimpinan.

Menurut dia, pelaksanaan PPKM Darurat Jawa-Bali kurang disertai dengan instrumen penegakan hukum seperti ketika pemerintah menerapkan PSBB lalu.

BACA JUGA: 34 Perusahaan Disegel Selama Penerapan PPKM Darurat, Begini Alasannya

"Di lapangan banyak perusahaan non esensial dan nonkritikal yang tidak mematuhi aturan PPKM. Mereka memaksa karyawan masuk ke kantor. Mereka tidak dihukum tegas," katanya.

Terkait instrumen keuangan, Matnoer merasa PPKM Darurat juga tidak didukung anggaran kuat. Misalnya ketika usulan dana melaksanakan PPKM Darurat baru diajukan tiga hari setelah kebijakan berjalan.

"Saya kaget karena penambahan anggaran baru diusulkan setelah PPKM Darurat berjalan tiga hari, padahal RS sudah bleeding keuangannya," ujar pendiri Narasi Institute itu.

Selanjutnya, Matnoer mengungkapkan, ada gap besar soal kepemimpinan di dalam penanganan COVID-19, sehingga kesulitan berkoordinasi.

"Bila varian Delta diibaratkan sebagai serangan masif terhadap publik Indonesia, presidenlah yang harus memimpin counter attack dari serangan tersebut, bukan pembantu presiden,” ujar dia. (ast/jpnn)


Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler