jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih menolak tegas wacana penghapusan kegiatan ekstra kurikuler (Ekskul) Pramuka di sekolah menyusul insiden susur sungai di SMPN 1 Turi, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta.
“Berlebihan bila karena satu kasus ini menjadi kesalahan Ekskul Pramuka, justru kita harus tingkatkan perhatian dan meminta Kwartir Nasional Pramuka untuk intensif turun membina anggotanya,” kata politikus PKS ini, Selasa (25/2).
BACA JUGA: TNI AL Bantu Evakuasi Korban Tragedi Susur Sungai Sempor Sleman
Menurut Fikri, kegiatan luar sekolah Pramuka bagi siswa sangat bermanfaat dan bernuansa positif bagi pembentukan karakter mereka. “Ada tujuan mulia di balik siswa ikut Pramuka dan saya kira hal ini dilindungi oleh konstitusi kita,” imbuhnya.
Dia menambahkan, salah satu tujuan Pendidikan kepramukaan di sekolah menurut Undang-Undang Nomor 12 tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka, adalah sebagai wadah pengembangan potensi diri agar memiliki akhlak mulia, pengendalian diri, dan kecakapan hidup untuk melahirkan kader penerus perjuangan bangsa dan negara.
BACA JUGA: Menko Polhukam Singgung Rok Panjang Pramuka SMPN 1 Turi Sleman
Di samping itu, pendidikan kepramukaan merupakan wadah pemenuhan hak warga negara untuk berserikat dan mendapatkan pendidikan sebagaimana tercantum dalam Pasal 28, Pasal 28C, dan Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Lebih jauh, Fikri meminta Kwartir Nasional Pramuka melakukan kemitraan program kegiatan luar ruangan dengan instansi penanggulangan bencana seperti BNPB atau BPPD agar kejadian musibah seperti di SMPN 1 Turi tidak terulang.
BACA JUGA: Tersangka Kasus Susur Sungai Pramuka SMPN 1 Turi Sleman Bertambah
“Para pembina pramuka di situ seperti tak paham kapan bisa memanfaatkan kegiatan susur sungai dan kapan saat sungai itu kita hindari karena berbahaya, padahal ini bagian dari materi mitigasi bencana,” urai Fikri.
Kejadian tersebut dapat menjadi evaluasi bagi semua pihak, baik sekolah, gerakan pramuka, maupun pemerintah daerah agar dapat mensinergikan program mitigasi bencana yang melibatkan siswa di tiap jenjang pendidikan.
“Dari musibah tersebut, ada pertanda bahwa lembaga pendidikan kita tidak akrab dengan lingkungan sekitar dan kurang memahami karakteristik alamnya,” tambah dia.
Selain mitigasi bencana, Fikri menilai perlunya sekolah dilibatkan dalam aktifitas kesiagaan bencana, terutama yang sesuai dengan karakteristik wilayahnya.
“Dalam teori kebencanaan hanya ada 2 hal yang bisa kita lakukan terhadap daerah yang dekat atau berpotensi bencana yakni: mitigasi dan adaptasi, kita berharap siswa juga makin adaptif terhadap potensi bencana melalui Pramuka,” katanya.
Sebelumnya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia menyatakan perlunya Pramuka dievaluasi sebagai Ekskul wajib di sekolah. Hal itu diusulkan terkait musibah kegiatan pramuka SMPN 1 Turi Kabupaten Sleman, Yogyakarta yang menyebabkan 10 siswa meninggal terseret air bah, dan 23 siswa lainya luka luka. Terseretnya para siswa yang tengah mengikuti kegiatan susur sungai tersebut disinyalir karena tidak mengindahkan cuaca yang tengah hujan lebat di hulu.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich