Politisi dan Mafia Jadikan Izin Impor Beras Mesin ATM

Minggu, 02 Februari 2014 – 07:57 WIB

JAKARTA - Perizinan impor beras diduga menjadi lahan empuk untuk mengeruk "uang haram" para politisi bersama mafia beras. Pasalnya banyak keanehan yang terjadi terkait dengan data konsumsi beras nasional dan perubahan pos tarif (kode harmonized system/HS Code) pada tahun 2012.
    
Pengamat pertanian, Khudori mencurigai ada permainan kelas tinggi terkait perubahan kode HS (harmonized system) beras yang ditetapkan Kementerian Keuangan pada tahun 2012. Khudori menyebut, berdasar Buku Tarif Kepabeanan tahun 2008, kode HS untuk beras medium dan beras khusus sebelumnya dibedakan, tapi tiba-tiba tahun 2012 kode HS keduanya disatukan."Ada apa dengan penyatuan kode HS itu," ujarnya di Warung Daun Cikini, Sabtu (1/2).
    
Bagaimana tidak, selain tidak ada pembedaaan, Bea Cukai juga tidak mememeriksa secara ketat beras impor yang masuk ke pelabuhan. Padahal, kedua jenis beras itu fisiknya maupun importernya berbeda. Bea Cukai beralasan beras adalah komoditi yang berisiko rendah (low risk) sehingga tidak perlu diperiksa fisik."Ini membuka peluang untuk bermain-main," ketusnya.
    
Selain itu dia juga mempertanyakan mengenai penggunaan angka konsumsi beras nasional sebesar 139 kilogram pertahun per orang sejak 1996."Itu angka yang tidak jelas asal usulnya, kemungkinan besar angka dari keputusan politik tertentu. Buktinya, sampai sekarang tidak dirubah meskipun jumlah penduduk bertambah, dan ada data terbaru dari BPS (Badan Pusat Statistik)," lanjutnya.
    
Padahal pada tahun 2012, BPS bersama Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian sudah melakukan survei dan menyimpulkan bahwa konsumsi beras nasional sebenarnya hanya 113 kilogram pertahun."Itu sudah disampaikan ke pak Hatta Rajasa (Menko Perekonomian). Selisih yang sangat besar tapi tetap saja 139 kilogram pertahun yang dipakai, alasannya apa," Tanya Khudori.
    
Padahal, lanjut Khudori, jika produksi padi rata-rata sebesar 70,87 juta ton gabah atau jika dikonversi menjadi 40,39 juta ton beras maka seharusnya Indonesia surplus beras sejak beberapa tahun terakhir."Kalau pakai angka konsumsi tertinggi 139 kilogram pertahun, surplus kita 5,5 juta ton. Sedangkan kalau pakai konsumsi terendah 113 kilogram, surplus bisa 11 juta ton," terangnya.
    
Tapi anehnya, pada tahun 2011 impor beras Indonesia mencapai 2,7 juta ton yang mayoritas beras medium dan tahun 2012 impor beras mencapai 1,927 juta ton. Hanya pada tahun 2013 pemerintah tidak mengimpor beras atau hanya menngizinkan masuknya beras khusus 16.900 ton."Tahun 2013 katanya swasembada beras tapi masih impor beras khusus yang ternyata malah isinya beras medium," sebutnya.
    
Dia menduga tidak dirubahnya angka konsumsi beras nasional karena ada pembiaran secara politis agar tetap ada peluang untuk "permainan" impor beras."Kalau mau menggaruk untung lewat APBN itu banyak mata yang mengawasi KPK, BPK, DPR. Tapi kalau lewat lisensi (perizinan-red), para mafia beras itu sangat aman, bisa jadi ATM (mesin uang) karena tidak banyak orang yang paham," ungkapnya.    
    
Di tempat yang sama, Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Yusni Emilia, menyatakan bahwa Kementerian Pertanian berperan kecil dalam kebijakan impor beras. Rekomendasi impor beras lebih ditentukan oleh Kelompok Kerja (Pokja) Perberasan di bawah Kementerian Koordinasi Perekonomian yang beranggotakan Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian dan Perum Bulog. "Tim inilah yang lebih banyak menentukan," tukasnya.
     
Menurut Yusni, tugas Kementerian Pertanian hanya memberi data tempat dan waktu panen untuk menghitung jumlah produksi beras. Data itu kemudian digunakan oleh Tim Peberasan di Menko Perekonomian untuk memberi rekomendasi impor. Rekomendasi tersebut termasuk untuk beras khusus untuk kebutuhan konsumsi hotel, restoran, diet atau penderita diabetes. "Jadi alau diprosentase kita hanya berperan 30 persen," jelasnya.
     
Sementara itu, Keputusan Gita Wirjawan untuk mundur dari jabatannya sebagai Menteri Perdagangan hampir dipastikan tidak akan diikuti peserta konvensi capres Partai Demokrat lainnya yang juga masih memegang jabatan publik. Anggota Badan Pemeriksa Keuangan Ali Masykur Musa termasuk yang telah secara terbuka pula menyatakan tidak akan mundur.
    
Seperti halnya rata-rata peserta konvensi lainnya, sepanjang bisa menempatkan diri dengan baik, dia tidak merasa pula ada yang salah tetap menjabat sebagai anggota BPK sekaligus peserta ajang penjaringan capres Partai Demokrat itu. Terlebih, lanjut dia, juga tidak ada aturan di internal konvensi tentang keharusan pesertanya memilih. "Apakah tetap menjadi peserta konvensi atau tetap menjabat jabatan yang ada, tidak ada aturan itu," kata Ali Masykur.
    
Dia kemudian melanjutkan kalau alasannya untuk tidak mundur dari posisi di BPK karena terkait sejumlah tugas penting sebagai bagian dari amanah jabatan yang harus ditunaikannya. Diantaranya, ungkap Ali Masykur, terkait pula agenda pemeriksaan atas kisruh impor pangan di Kementrian Perdagangan. "Kalau saya mundur, justru nanti siapa yang akan memeriksa kisruh beras yang ada" Kami akan secepatnya melakukan pemeriksaan," ucapnya.
     
Rencananya, program pemeriksaan sudah akan mulai jalan pada awal pekan ini. "Semua masalah pasti menimbulkan konsekuensi. Kalau masalah itu bisa merugikan negara, walaupun beliau mundur, tetap akan menjadi bagian yang harus bertanggung jawab," ujar Ali Masykur.
    
Fokus pemeriksaan, beber dia, setidaknya akan berusaha mengungkap proses baik di kementerian perdagangan maupun kementerian pertanian tentang bagaimana beras Vietnam yang secara spesifikasi aturanya tidak boleh masuk ke pasar tanah air, namun ternyata tetap bisa diimpor. Intinya, akan dilihat apakah hal tersebut sebagai akibat dari kordinasi antara kemendag dan kementan, serta bea cukai yang tidak sinkron, atau memang ada permainan di dalamnya.
    
Meski demikian, Ali Masykur menegaskan kalau pihaknya tetap menghargai dan mengapresiasi langkah Gita mundur dari jabatannya. Menurut dia, dengan mengambil langkah tersebut, yang bersangkutan dapat lebih konsentrasi mengikuti ajang konvensi sehingga dapat sekaligus mendongkrak elektabilitas sebagai capres.      
     
"Tentu Pak Gita sudah menghitung secara matang dan pilihannya itu pasti dilakukan secara rasional dan dewasa," imbuhnya.
     
Sementara itu, di tengah banyak komentar miring mengikuti keputusan mundur Gita, para elit Partai Demokrat tetap memberikan acungan jempol. "Saya salut, dia kesatria, Gita tak mau menabrak etika," kata Wasekjen DPP Partai Demokrat Ramadhan Pohan.
     
Menurut dia, keputusan mundur Gita adalah untuk meminimalkan potensi conflict of interest. Bahwa, di satu sisi tetap menjadi menteri, tapi di sisi lain juga bertarung di ajang konvensi capres.
     
Ramadhan menambahkan kalau dengan mundur sebagai menteri telah menunjukkan kalau yang bersangkutan ingin sungguh-sungguh fokus menyiapkan diri memimpin bangsa. "Gita ingin fokus menyapa, berdialog dengan rakyat. Blusukan yang tak hanya keluar masuk kampung, tapi juga daerah, kota, dan kabupaten terpencil," pujinya lagi. (wir/dyn)

BACA JUGA: Prabowo Hadiahi Anak Ahok Medali Kehormatan Kopassus

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tahun Ini, Hanya Separuh Honorer K2 Terima Gaji CPNS


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler