Politisi Kunjungi KPK Dicurigai

Selasa, 07 Februari 2012 – 10:27 WIB

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuai pujian karena menetapkan Angelina Sondakh sebagai tersangka kasus Wisma Atlet. Namun, namun di sisi lain KPK juga dikritisi karena belakangan menerima manuver sejumlah politisi dan anggota DPR tanpa tujuan jelas.

Menurut anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Hanura, Syarifuddin Sudding, sah-sah saja bagi warga negara datang ke KPK untuk melaporkan kasus tertentu. Hanya, dia merasa agak aneh dengan kedatangan sejumlah politisi ke gedung KPK belakangan ini.

Misalnya, kedatangan Ketua DPR MArzuki Alie ke Gedung KPK, Jakarta Selatan, pada 20 Januari 2012 lalu, bersama dengan Sekjen DPR Nining Indra Saleh. Kedatangan itu bertepatan dengan memanasnya isu dugaan mark up dan korupsi proyek pembangunan ruang Badan Anggaran (Banggar) DPR. Yang lain adalah kedatangan politisi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Permadi, ke KPK, 2 Februari lalu. Permadi beralasan kedatangannya demi menanyakan isu bahwa KPK sedang "pecah" dalam penanganan kasus Wisma Atlet.

Namun, kaitan antara Permadi dengan Pius Lustrilanang, kader Partai Gerindra yang duduk sebagai Wakil Ketua Badan urusan Rumah Tangga (BURT) DPR, juga tak bisa dinafikan. "Kita berharap kedatangan mereka tidak bermaksud membawa agenda untuk intervensi terhadap KPK dalam penanganan kasus korupsi," kata Sudding di Gedung DPR, Jakarta, Senin (6/2).

Berdasarkan catatan, sejumlah anggota Komisi III juga mendatangi KPK pada Jumat (3/2). Mereka adalah Bambang Soesatyo dari Fraksi Partai Golkar, Trimedya Panjaitan dari PDI Perjuangan, Nasir Djamil dari PKS, dan Ahmad Yani dari PPP. Partai-partai itu sendiri sedang resah karena sejumlah kadernya sedang diincar KPK. Kader Golkar dan PDI Perjuangan terkait kasus suap travel cek dalam pemilihan Deputi Gubernur BI, dan kader PKS diincar dalam kasus suap dana PPID.

Para anggota DPR itu mengaku datang untuk mendorong KPK menyelesaikan kasus Bank Century. Hanya, menurut Pengamat Hukum dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Nurkholis, kedatangan para politisi yang mengaku-aku tulus itu tidak bisa dipercaya begitu saja.

Sebagai contoh, menurut dia, kedatangan Ketua DPR Marzuki Alie dan Sekjen DPR Nining Indra Saleh ke KPK adalah bagian dari permainan psikologis pembuktian diri seakan-akan bersih. Bagi Nurkholis, strategi demikian adalah permainan "orang kotor yang sok bersih dan terganggu" yang merasa perlu datang ke KPK untuk membersihkan diri. "Kalau orangnya benar-benar bersih, pasti dia tak merasa perlu ke KPK," kata Nurkholis saat dihubungi di Jakarta, Senin (6/2).

Saat ini, menurut dia, banyak sekali politisi yang mencoba mendengung-dengungkan ke publik soal dukungan ke KPK untuk menuntaskan kasus-kasus korupsi besar. Padahal di sisi lain, dukungan tersebut ternyata main-main saja dan di belakang menghambat serta memperlemah kinerja KPK melalui tekanan-tekanan politiknya. "Faktanya, mulai dari kasus Bibit-Chandra, revisi UU Tipikor yang memperlemah KPK. Publik lebih tahu lagi apa yang sebenarnya terjadi," tandasnya.

Secara terpisah, Uchok Sky Khadafi, dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), masyarakat sebenarnya boleh saja mendatangi KPK dengan kepentingaan agar kasus yang ditangani lembaga antikorupsi itu segera ditindaklanjuti.

Selain itu, kedatangaan publik ke KPK kadangkala diperlukan sebagai kontrol terhadap KPK agar lembaga itu tidak melakukan tebang pilih terhadap kasus yang ditangani mereka. "Kalau konteksnya itu, saya kira KPK tidak kena pengaruh buruk kunjungaan para politisi atau anggota masyarakat," kata Uchok di Jakarta, kemarin.

Hanya, lanjutnya, KPK juga harus berhati-hati terhadap kunjungan-kunjungan tertentu, khususnya dari anggota DPR, yang bertujuan memengaruhi penanganan kasus KPK. Uchok menyatakan adalah kenyataan bahwa anggota DPR selalu menjadi ancaman KPK dengan mengopinikan lembaga antikorupsi itu sebagai yang negatif di mata publik. "Dan opini DPR memang seringkali dianggap sebagai serangan kepada KPK, agar jangan macam-macam kepada DPR, dan KPK tidak boleh masuk menyelidiki ke DPR," tegas Uchok.

Bagi Uchok, KPK sebaiknya menyambut baik bila ada politisi atau anggota DPR yang menyerahkan dokumen kasus ke KPK. Di sisi lain, lanjutnya, KPK juga harus berhati-hati dan lebih baik menolak bertemu, bila tujuan kedatangan politisi adalah untuk mengintervensi penyelidikan KPK. "Kalau ada sejumlah anggota dewan yang melarang KPK menindaklanjuti suatu kasus, KPK wajib melawan anggota dewan tersebut," tandas Uchok, yang membuka tabir kasus dugaan suap ruang banggar DPR. (aj)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Berdalih Stres Mikirin Anak Istri


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler