Politisi, Motor Utama Korupsi di Indonesia

Angkanya Naik Tiap Jelang Pemilu

Kamis, 31 Januari 2013 – 06:37 WIB
Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Luthfi Hasan Ishaaq, saat dibawa penyidik KPK. LHI menjadi tersangka dugaan kasus suap daging impor. Foto: M Fathra Nazrul Islam/JPNN
PENETAPAN Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Luthfi Hasan Ishaaq, sebagai tersangka suap daging sapi impor oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi pukulan partai berbasis agama tersebut. Ini semakin menguatkan bahwa korupsi di Indonesia dimotori oleh politisi.

Tentu kita masih ingat begitu banyak petinggi-petinggi partai di tanah air yang terlibat korupsi. Sebut saja Andi Mallarangeng, politisi Partai Demokrat, yang terlibat korupsi proyek sport center Hambalang. Atau korupsi berjamaah belasan politisi senayan dalam kasus suap pemilihan Deputi Senior Gubernur BI. Dan masih banyak lagi politisi atau kader partai yang terlibat atau setidaknya dikait-kaitkan dengan kasus perampokan uang rakyat.

Menurut Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesian Corruption Watch (ICW), Abdullah Dahlan, bertambahnya pimpinan Parpol dalam kasus korupsi membuktikan semakin kuat dugaan tahun 2013 ini sebagai tahun politik. Sebab, katanya, angka korupsi biasanya naik menjelang pelaksanaan pesta demokrasi.

"Ini bukti bahwa dalam tahun politik semua parpol berusaha melakukan berbagai upaya untuk mengumpulkan persiapan menjelang Pemilu 2014," ungkap Abdullah, kepada INDOPOS (Grup JPNN).

Ia mengakui, sejak awal tahun pihaknya telah memberikan warning kepada parpol agar lebih membentuk citra baik kepada masyarakat menjelang pesta demokrasi nasional lima tahunan tersebut. "Bukan sebaliknya, malah menunjukkan tindakan menyimpang yang semakin masif, ini justru membuat masyarakat apatis kepada parpol," sesalnya.

Padahal, lanjut Abdullah, bagaimanapun parpol nerupakan komponen penting dalam penyelenggaraan sebuah negara, dalam konteks negara Indonesia ini. "Saya pikir parpol harus bersikap tegas menyikapi kadernya yang tersangkut kasus korupsi, jangan sampai melindunginya tapi harus mendorong penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus setiap kadernya yang didugat terlibat hukum," tandasnya.

Senada, pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah, A Bakir ihsan menegaskan, banyaknya politisi yang terseret kasus korupsi menjadi pukulan dalam pola kaderisasi partai sekaligus memperburuk proses demokrasi. "Partai politik sebagai bagian intrumen demokrasi masih sangat lemah dalam kontrolnya," ujar A Bakir Ihsan saat dihubungi di Jakarta, Rabu (30/1).

Partai politik seharusnya, kata dia, menjadi sarana yang dapat mengikat kuat kadernya dari peluang tindak pelanggaran hukum. Karena parpol memiliki mekanisme organisasi yang mapan. Artinya, lanjut dia fungsi kepartaian sepantasnya mampu melihat berbagai gejalan yang mungkin menyimpang dari kadernya. Agar tidak terjerumus lebih jauh pada pelanggaran lainnya.

"Hampir semua partai mengalami kesulitan ini. Kasus korupsi menjadi persoalan yang sangat genting di tubuh kepartaian," imbuhnya.

Dia meminta secara organisasi partai memiliki keberanian memberikan sanksi. Jika memang kader tersebut terbukti bersalah. Sikap partai yang cenderung membela bisa menjadi bumerang. Terlebih di tengah kepercayaan publik yang terus merosot pada partai politik. "Bersikaplah lebih berani dalam penerapan sanksi. Hal seperti itulah yang didambakan masyrakat," ucapnya.

Di bagian lain, menurut Pakar Komunikasi Politik Effendi Ghazali, maraknya kasus korupsi yang dilakukan petinggi partai yang ada bukanlah sebuah hal yang baru. Sebab, para petinggi parpol yang ada haus akan harta kekayaan. Dan juga, posisi bergaining terhadap proyek yang digulirkan pemerintah sangat besar.

"Sudah menjadi ramalan oleh KPK untuk mengungkap kasus korupsi oleh petinggi parpol. Dan sekarang satu-persatu mulai bermunculan nama dan tersangka baru. Makanya sudah tidak heran banyak orang ingin menjadi petinggi parpol," tegasnya, saat dihubungi INDOPOS, Rabu (30/01).

Menurutnya, gencarnya KPK mengejar para politisi yang melakukan tindak korupsi terhadap proyek pemerintah memang sudah lama dilakukan. Karena, melihat beberapa aspek yang ada. Seperti, anggaran proyek yang mencapai triliunan rupiah. Minimnya pengawasan pemerintah dan juga adanya dukungan dari kader partai tersebut.

"Sangat wajar rasanya, jika KPK terus mengungkap keterlibatan ketua partai melakukan korupsi. Nah yang saya heran kenapa partai yang ada ditanah air kita ini banyak yang mengaku bersih. Tetapi pada akhirnya terindikasi KKN," ujar Effendi.

Effendi juga menilai, korupsi yang dilakukan petinggi partai yang ada tidak terlepas dari adanya dorongan dari kader partai yang menduduki jabatan di DPR-RI. Bahkan, hasil survey PPATK sebanyak 69,7 persen anggota legislatif terindikasi korupsi. Sehingga, kebersihan para wakil rakyat yang ada sekarang sudah tidak terjamin lagi dari indikasi KKN.

"Selain dibantu kader, ada juga pihak ketiga yang memberikan uang pelicin. Sekarang ini masyarakat, pers bisa langsung menilai mana partai yang tidak tersangdung korupsi," jelasnya.

Pakar Komunikasi Politik Universitas Indonesia (UI) menambahkan, saat ini KPK sedang gencar melakukan pengintaian terhadap ketua partai dan anggota DPR-RI yang melakukan tindak korupsi. Apalagi, saat ini sejumlah partai besar ditanah air sedang mempersiapkan Calon Presiden dalam Pemilu 2014 mendatang. Dan semua kader partai yang ada mulai melakukan pergerakan untuk mengumpulkan dana politik.

"Mulai dari PAN, Demokrat, Golkar sudah banyak dicecar KPK, dan sekarang ini partai PKS. Jadi sekarang semua partai mulai berhati-hati dalam bertindak. Karena takut nama partainya tercemar," ungkapnya.

Sementara itu, menurut Pengamat Politik Burhanuddin Muhtadi, penetapan LHI sebagai tersangka seolah menjadi tsunami besar untuk salah satu partai Islam besar di Indonesia tersebut. Pasalnya, yang ditetapkan adalah seorang ketua umum yang masih aktif di Parpol. "Ini betul-betul meruntuhkan PKS. Ini menusuk jantung PKS, tsunami di PKS karena ketuanya yang dijadikan tersangka," tutur Burhanuddin, (30/1).

Tak hanya itu, tutur Burhanuddin, ini pun akan mempengaruhi elektabilitas PKS menjelang Pemilu 2014. Peluang PKS akan menurun, mengingat opini yang akan terbentuk setelah adanya penetapan tersangka ini oleh KPK. Luthfi adalah ujung tombak partai itu, sehingga ketika ia terjerat kasus korupsi, kata Burhanuddin, partainya akan mendapat tantangan besar ke depan.

"Orang akan tidak percaya lagi. Publik akan pertanyakan slogan partai ini yang mengaku PKS bersih dan peduli. Di mana bersihnya? Publik akan bertanya-tanya," kata Burhanuddin.

Tingginya godaan politisi terhadap korupsi pernah diungkapkan oleh mantan anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Mas Achmad Santosa. Dia menyebut para politisi sebagai pemain utama tindak korupsi. Mantan wakil ketua KPK itu menyebut ada lima area yang rawan korupsi. Dan kelima-limanya, politisi mengambil peran penting.

Lima area rawan korupsi menurut Ota, panggilan akrabnya, adalah, pertama, area pengambilan keputusan politik (political corruption), seperti di DPR atau pun DPRD. Kedua, area penegakan hukum. Ketiga, pengadaan barang dan jasa. Di area ini, politisi mengambil peran intervensi ke birokrasi dan menjadi beking pengusaha atau kontraktor.

Keempat, pelayanan publik, seperti pembuatan KTP, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan lain-lain. Kelima, di area pengurusan perizinan, utamanya proses izin pengelolaan sumber daya alam.

Sementara wakil ketua KPK Busyro Muqqodas juga pernah mewacanakan pejabat publik seperti menteri untuk meninggalkan ranah politik. “Menteri yang berasal dari partai politik itu sangat berpotensi melakukan abuse of power,” ujar Busyro Muqoddas beberapa waktu silam.

Busyro menyatakan itu, berdasarkan pengalamannya dalam melakukan upaya penindakan ataupun pencegahan korupsi, khususnya di Kementerian. “Ya lihat saja kasus-kasus korupsi yang kita tangani di kementerian, itu ‘kan tampak dari mana saja,” ujar mantan Ketua Komisi Yudisial ini. (ris/rko/jpnn)


BACA ARTIKEL LAINNYA... Ratna Sarumpaet Sebut BNN Over Acting

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler