Politisi PDIP Usul Parpol Didanai APBN

Kamis, 14 Februari 2013 – 00:38 WIB
JAKARTA - Wacana agar dana kampanye partai politik dibebankan pada negara untuk menghindari terjadinya korupsi politik terus menguat. Usulan itu dinilai  bisa mencegah masuknya dana-dana gelap pada parpol sekaligus mempersempit praktik money laundering, dan korupsi.
 
"Sudah saatnya anggaran dana kampanye parpol disediakan dalam APBN sebagaimana yang terjadi di beberapa negara maju.  Di Jerman, 75 persen dana parpol itu dari pemerintah pusat sehingga lebih terkontrol," kata anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari dalam "Dialog Hukum: Korupsi Politik" di gedung Komisi Hukum Nasional (KHN) di Jakarta, Rabu (13/2).

Eva juga mengatakan, selama ini yang mayoritas persoalan korupsi di Indonesia melibatkan politisi. Tentunya, persoalan ini pun akan terkait dengan urusan pendanaan parpol yang makin tahun makin tinggi angkanya.

"Cost politik di Indonesia cukup besar, ini jelas membuka ruang untuk orang-orang luar berpartisiapsi di dalamnya tentunya bisa jadi dengan titipan kepentingan," imbuh politisi PDI Perjuangan ini.

Namun usulan eva tersebut ditentang oleh Ketua Komisi Hukum Nasional Professor J.E. Sahetapy. Menurutnya, akan lebih baik jika ada dana untuk parpol disalurkan bagi masyarakat miskin.

"Saya tidak setuju dengan donasi dari negara (untuk dana kampanye, red) itu. Lebih baik disalurkan bagi orang miskin," tukasnya.

Menurut Sahetapy, negara-negara maju yang menggunakan sistem donasi negara untuk parpol dapat sukses menerapkan cara tersebut karena mempunyai kultur yang berbeda. Kultur tersebut, lanjutnya adalah guilt and shame culture atau kultur malu dan merasa bersalah, sebuah nilai yang jarang atau bahkan hampir tidak pernah dijumpai di Indonesia.

"Menteri di Jerman itu baru dituduh plagiat saja sudah mengundurkan diri. Baru plagiat lho, bukan korupsi. Tapi di Indonesia harus tunggu terbukti dulu dan macam-macam. Ini jelas ada perbedaan kultur yang sangat berbeda. Oleh karena itu, sistem yang demikian tidak cocok diterapkan mengingat kultur berpolitik Indonesia yang masih sangat tertinggal," paparnya.

Menengahi perbedaan pendapat tersebut, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Abdullah Dahlan mengatakan bahwa yang terpenting adalah bagaimana agar parpol jangan sampai menjadi bergantung pada negara. "Ada baiknya jika partai diberi ruang untuk menjalankan usaha sendiri jika ingin mengumpulkan dana untuk kampanye. Hanya saja jangan sampai memberikan pembenaran untuk memenangkan proyek Negara," tegas Abdullah.

Lebih jauh Abdullah mengatakan, pencegahan korupsi politik harus dibarengi dengan perbaikan kode etik DPR yang saat ini masih sangat lentur dan belum mengatur soal konflik kepentingan. "Kita butuh kode etik yang lebih spesifik dan detail, ini jelas diperlukan untuk mencegah korupsi politik yang semakin marak khususnya menjelang Pemilu 2014," katanya. (dms)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Australia Kagumi Kiprah Perempuan Indonesia Berpolitik

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler