jpnn.com, JAKARTA - Media sosial Twitter tengah disemarakkan polling atau jajak pendapat tentang pasangan calon presiden-calon wakil presiden. Berdasar polling yang digelar sejumlah pengguna situs microblogging itu, duet Prabowo Subianto - Sandiaga S Uno terlihat mengungguli Joko Widodo - KH Ma’ruf Amin.
Menurut pengamat politik Emrus Sihombing, polling di Twitter merupakan keniscayaan di alam demokrasi. Namun, Emrus menyebut polling di Twitter tidak bisa dipertanggungjawabkan secara metodologi.
BACA JUGA: Suhendra: Selamatkan Jokowi dari Kuda Troya
Akademisi Universitas Pelita Harapan (UPH) itu mengatakan, dalam survei yang baku ada penarikan sampel yang tidak bisa dilakukan asal-asalan. Sedangkan di Twitter, setiap pemilik akun bisa menyampaikan pilihannya.
“Artinya hasil itu tidak berlaku terhadap seluruh masyarakat Indonesia yang punya hak pilih. Tegasnya tidak bisa digeneralisasi ke populasi,” kata Emrus kepada JPNN.com, Senin (13/8).
BACA JUGA: Kubu Prabowo - Sandi Belum Satu Suara soal Tim Pemenangan
Emrus justru mengapresiasi pemberitaan-pemberitaan yang menyebut polling ini bukanlah hasil akhir. Sebab, hasil sebenarnya adalah hasil real count usai pemungutan suara.
Oleh karena itu Emrus mendorong adanya polling yang lebih objektif yang merepresentasikan populasi atau dengan metode probability sampling. Dia menambahkan, jajak pendapat itu harus dilakukan oleh lembaga survei yang bukan konsultan politik.
BACA JUGA: Polling Prabowo-Sandi dari Iwan Fals Tak Bisa jadi Acuan
Jadi, kata dia, lembaga itu harus fokus pada survei saja tanpa menjadi konsultas politik. Menurut Emrus, survei yang objektif itu bisa dilakukan lembaga perguruan tinggi kredibel dan memiliki keahlian di bidang penelitian dan pengembangan (litbang).
“Saya kira itu lebih mendekati kebenaran dengan menggunakan metode yang sangat bagus, probability sampling atau memberikan kesempatan sama semua unsur populasi,” pungkasnya.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pilpres 2019: Prabowo Susah Tidur Sebelum Tes Kesehatan
Redaktur & Reporter : Boy