Polri Bantah Kasus Obor Rakyat Dihentikan

Selasa, 02 September 2014 – 16:03 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Mabes Polri menegaskan masih memeroses kasus dugaan pelanggaran Undang-undang Pers, pencemaran nama baik, fitnah dan penghinaan terhadap Joko Widodo saat masih menjadi calon presiden melalui Tabloid Obor Rakyat.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Ronny Franky Sompie, menjelaskan Obor Rakyat merupakan kasus yang terjadi ketika masa pemilihan presiden yang awalnya ada orang membuat sebuah tulisan dalam bentuk tabloid.

BACA JUGA: Pansus Juga Harus Sasar Kemendagri

"Tulisan itu sendiri tidak diakui sebagai tabloid oleh Dewan Pers. Tapi, apa yang ditulis di dalam barang cetakan itu adalah hal yang tidak berdasar fakta. Karena tidak berdasarkan fakta bernilai dan bernuansa fitnah saat berlangsung pilpes, maka masuk UU Pilpres," katanya kepada wartawan di Mabes Polri, Selasa (2/9).

Namun, lanjut dia, batas waktu untuk dilaporkan sesuai UU Pilpres itu adalah tiga hari setelah beredar. "Ketika lewat tiga hari maka tidak bisa itu diajukan sebagai kasus tindak pidana dalam UU Pilpres," ungkap Ronny.

BACA JUGA: KPK Didesak Usut Jaringan Mafia Tanah Karawang

Dia menjelaskan, selanjutnya Tim Kuasa Hukum dari Tim Sukses Jokowi-Jusuf Kalla tetap membawa kasus ini. Sebelumnya, mereka melapor ke Bawaslu. Kemudian, Bawaslu menilai tidak bisa ditindaklanjuti di Penegakan Hukum Terpadu karena sudah lewat tiga hari. Lantas, Bawaslu menyerahkan ke Polri dengan ranah pidana umum.

"Kalau masuk ke pidana umum itu pasti (pasal) 310 dan atau 311 KUHP. Itu namanya fitnah pencemaran nama baik, penghinaan," katanya.

BACA JUGA: PAN Pertimbangkan Jika Ditawari Kursi Menteri

Tetapi kata Ronny, jika baca pasal berikutnya dalam dalam kelompok pasal-pasal pidana pencemaran nama baik, fitnah, maka kasus ini masuk dalam delik aduan.

"Artinya, kalau bukan korban yang mengadu, orang lain tidak boleh mengadukan. Kalau orang lain mengadukan tidak sah polisi menanganinya," katanya.

Kemudian, Tim Kuasa Hukum mendapatkan kuasa untuk mengadukan. Polisi pun menerima laporan tersebut. Setelah perdebatan di dalam penanganan kasus ini sejak awal, akhirnya Polri menanganinya dengan pasal berlapis. "Yakni dengan UU Pers kemudian KUHP," kata Ronny.

Menurut Ronny, kasus ini tidak masuk dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik. "Jangan disamakan, semua kasus berbeda. Ini barang cetakan. Jadi, UU ITE tidak bisa diterapkann" katanya.

Memang, diakuinya, proses kasus ini tidak berjalan cepat. Sebab, Polri butuh mendengarkan saksi ahli, seperti ahli bahasa maupun ahli hukum yang tidak mudah diperoleh.

"Terakhir sekarang ini, karena korban (Jokowi, Red.) itu harus didengar keterangan agar berkasnya lengkap, maka kita tinggal menunggu keterangan korban. Apa yang menjadi permasalahan, kok seperti ada tanda tanya besar, lebih bagus rekan-rekan bisa tanya kepada korban saja, atau tim suksesnya," kata Ronny.

Menurut Ronny, pihaknya berkoordinasi dengan Timses dan Tim Penasehat Hukum Jokowi-JK. Pemanggilan terhadap Jokowi, itu sudah pernah. "Pertama dulu, kemudian beliau masih sibuk," katanya.

Kemudian, atas koordinasi Polri dengan tim sukses, maka akan dikoordinasikan kapan Jokowi punya waktu. "Penyidik dengan timses yang perlu berkoordinasi," paparnya.

Dia mengatakan, Polri akan berkoordinasi dengan Timses dan Penasehat Hukum. "Kalau memang tidak dilanjutkan, berarti dicabut. Itu akan dihentikan kalau ada pencabutan laporan," katanya.

Menurut Ronny, sepanjang tidak ada pencabutan laporan, maka proses itu menunggu sampai berita acara pemeriksaan terhadap korban itu lengkap.

"Lebih bagus kawan-kawan tanya timses juga, karena timses lebih leluasa kalau ngobrol. Kalau beliau kan sibuk, karena beliau sementara konsentrasi untuk tanggal 20 (pelantikan presiden). Beliaulah yang punya kepentingan terhadap laporannya," pungkasnya. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hatta Anggap Kompetisi dengan Jokowi Sudah Selesai


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler