Polri Bentuk Densus Antikorupsi, Kita Tunggu Tanggal Mainnya

Minggu, 24 September 2017 – 08:45 WIB
Brigjen Rikwanto. Foto: dok/JPG

jpnn.com, JAKARTA - Mabes Polri mengajukan tambahan anggaran Rp 975 miliar untuk membiayai pembentukan Densus Antikorupsi.

Korps Bhayangkara itu berjanji, permintaan dana yang tak sedikit tersebut akan dibarengi dengan kinerja yang menggebrak.

BACA JUGA: Anggaran Cekak, Gedung Sekolah Memprihatinkan

”Saya yakin kinerjanya (bakal) melebihi anggaran yag didapat,” tutur Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divhumas Polri Brigjen Rikwanto.

Lembaga yang ditujukan untuk meningkatkan peran Polri dalam pemberantasan korupsi itu direncanakan mulai aktif pada 2018. Rikwanto tak merinci gebrakan yang dimaksud.

BACA JUGA: Pilkada Kota Tarakan Terancam Batal

Yang pasti, diharapkan, dampak kinerja Densus Antikorupsi dalam sebuah kasus bisa membuat orang lain tidak mau melakukan rasuah. Artinya, efeknya ke pencegahan.

”Lalu, harus diikuti dengan perbaikan sistem dalam lembaga tersebut,” ujarnya.

BACA JUGA: Pilkada Biak Numfor Terancam Batal

Mengenai jumlah dana tambahan yang diminta, menurut Rikwanto, kendati terlihat besar, tapi sebenarnya kecil.

“Sebab, dibagikan dengan polda se-Indonesia,” urainya.

Sejumlah pihak menilai tambahan anggaran itu memungkinkan karena ada rencana pansus hak angket KPK untuk membekukan anggaran KPK secara sementara. Tapi, Rikwanto menjelaskan bahwa keduanya merupakan hal yang berbeda.

Dia menjelaskan, penegak hukum kasus korupsi ada tiga: Kepolisian, Kejaksaan dan KPK.

Ketiganya bukan bersaing, namun harus sinergi. ”Ini bukan kompetisi, semua harus menyamakan langkah memberantas korupsi,” jelasnya.

Densus Antikorupsi tersebut dalam kiprahnya kelak bisa menangani kasus korupsi ratusan juta. Diharapkan sama seperti KPK.

”Walau begitu, tambahan anggaran Rp 975 miliar yang terlihat besar itu sebenarnya kecil. Sebab, dibagikan dengan polda se-Indonesia,” urainya.

Anggota Komisi III Arsul sani mengatakan, pihaknya bisa memahami alasan Polri mengajukan tambahan anggaran. Sebab, pagu anggaran yang diajukan untuk 2018 lebih kecil daripada anggaran tahun ini.

“Anggaran yang diajukan tahun depan hanya dipenuhi 60 persen,” terang dia kepada Jawa Pos kemarin.

Apalagi, terang Sekjen DPP PPP itu, Komisi III meminta Polri membentuk detasemen khusus tindak pidana korupsi (Densus Tipikor). Tentu, pembentukan kesatuan baru itu membutuhkan anggaran dalam melaksanakan tugasnya.

Jadi, pengajuan tambahan anggaran sangat beralasan. “Fraksi PPP tidak keberatan dengan pengajuan tambahan,” katanya.

Namun, usulan itu harus dibahas lebih lanjut dan juga melihat kemampuan fiskal pemerintah. Pengajuan tambahan itu akan dibahas di Badan Anggaran (Banggar) DPR.

Perwakilan Komisi III akan menyampaikan pandangannya di rapat banggar. “Kita lihat respons pemerintah terhadap usulan itu,” ucap legislator asal Dapil Jawa Tengah X itu.

Menurut dia, sepanjang ruang fiskal pemerintah bisa memenuhi usulan itu, penambahan anggaran bisa dilakukan.

Namun, pemerintah juga harus melihat lembaga lain, khususnya lembaga mitra kerja Komisi III yang juga mengajukan tambahan anggaran.

Sebab, kata dia, tidak hanya Polri yang mengusulkan tambahan, Kejaksaan Agung dan MA juga mengajukan hal yang sama. Hanya KPK yang tidak.

Sementara itu, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menganggap langkah Polri mengajukan tambahan anggaran sebagai sesuatu yang wajar.

Sebab, semua memahami bahwa penanganan korupsi itu perlu keroyokan. ”Tidak bisa hanya dilakukan satu lembaga,” jelasnya.

Apalagi, Polri selama ini berkaca pada keberhasilan Densus 88 Anti Teror dalam menangani terorisme. Sehingga, terinspirasi membentuk Densus Anti Korupsi.

Tapi, perlu disadari bahwa kondisi Densus 88 dan Densus Antikorupsi berbeda 180 derajat. ”Jelas beda sekali,” ungkapnya.

Perbedaan mendasar itu adalah Densus 88 Anti Teror selama ini bekerja one-man show. Yang dapat diartikan tidak memiliki pembanding dalam panggung pemberantasan terorisme.

Bila ditanya berhasilkah Densus 88 Anti Teror, jawabannya berhasil. Namun, keberhasilan itu tidak belum teruji karena tidak ada lembaga lain yang bisa dijadikan ukuran keberhasilan.

”Masalahnya, Densus Antikorupsi ini memiliki pembanding. Dan, pembanding itu KPK yang selama ini dirasakan masyarakat menjadi satu-satunya tumpuan pemberantasan korupsi. Maka, Densus Antikorupsi tentu ekspektasinya setidaknya sama dengan KPK. Kalau kinerjanya dibawah KPK, ya sudah tamat,” ujarnya.

Kalau kinerjanya dibawah KPK, tentu nanti masyarakat sendiri yang akan meminta lembaga itu dibubarkan.

Hal tersebut perlu untuk dipertimbangkan Polri sehingga, kinerja Densus Antikorupsi bisa memenuhi hasrat masyarakat. ”Kita tinggal tunggu tanggal mainnya,” ujarnya. (idr/lum/ttg)

BACA ARTIKEL LAINNYA... HUT Kemerdekaan RI di Istana, Suvenir Sedot Anggaran Terbesar


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler