JAKARTA - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengatakan Polri jangan membiarkan "telur menetas menjadi naga". Sebab tantangan Polri ke depan cukup berat, yakni menjaga kamtibmas dari berbagai konflik dan kerusuhan. Aksi demo menolak kenaikan harga BBM yang terjadi di 62 kota patut menjadi perhatian.
"Polri perlu mengkonsolidasikan diri menyongsong tahun politik 2013-2014. Jajaran Intelijen dan Bimas harus dimaksimalkan agar Polri bisa melakukan deteksi dan antisipasi dini," kata Neta S Pane, di Jakarta, Senin (1/7).
Di sepanjang 2012 lanjut Neta, situasi Kamtibmas tergolong rawan. Berbagai konflik dan kerusuhan terjadi, mulai dari Aceh sampai Papua yang menyebabkan 154 orang tewas dan 217 luka. Konflik terjadi mulai dari bentrok antar kampung, aparat dengan warga, antar aparat keamanan, perkelahian pelajar, bentrokan mahasiswa maupun ulah suporter sepakbola. "Di tahun 2013-2014 bukan mustahil konflik ini kian meluas, jika Polri tidak segera berbenah. Jika itu terjadi kepercayaan publik terhadap Polri akan kian rapuh," ujarnya.
IPW mendata, ada enam faktor kenapa krisis keamanan terjadi yang membuat kepercayaan masyarakat pada Polri tidak pernah terbangun. Yaitu; kontrol atasan sangat lemah, adanya target ambisius dari atasan, bawahan cendrung cari muka, tidak ada tolok ukur yang jelas dalam rotasi tugas, tidak ada sanksi pemecatan pada perwira tinggi bermasalah, dan gaya hidup hedonis yang makin membudaya di kepolisian.
"Meskipun Polri sudah memperoleh renumerasi, upaya membenahi sikap, prilaku dan kinerja anggotanya, terutama jajaran bawah, masih saja belum maksimal. Perubahan mind set di jajaran atas belum terjadi. Jajaran elit Polri cenderung larut dangan pencitraan yang tidak membumi," ungkapnya.
Dikatakannya, Pin anti KKN digunakan tapi KKN masih tetap terjadi di segala lini di Polri. Terkuaknya kasus Simulator SIM nyata-nyata tamparan bagi konsep pin anti KKN di Polri. Kasus ini menunjukkan tidak ada keinginan yang kuat untuk membenahi KKN di Polri. Akibatnya, keinginan Polri untuk mendapat kepercayaan masyarakat tidak pernah terwujud. Masyarakat selalu menilai bahwa polisi masih sulit untuk bisa dipercaya.
Terakhir Neta menyebut dua hal yang diperlukan masyarakat dari Polri yakni polisi selalu bersikap adil dan dapat memberi kepastian hukum serta adanya jaminan keamanan. "Artinya, dalam menjalankan tugas, polisi senantiasa bersikap adil dan dapat memberi kepastian waktu dalam menyelesaikan sebuah masalah. Sehingga masyarakat tidak merasa diombangambingkan setiap kali berurusan dengan polisi. Tapi, bisakah Polri dipercaya untuk mewujudkan hal ini? Itulah tantangan yang harus dijawab kalangan Polri pada HUTnya di tahun 2013 ini," kata Neta S Pane. (fas/jpnn)
"Polri perlu mengkonsolidasikan diri menyongsong tahun politik 2013-2014. Jajaran Intelijen dan Bimas harus dimaksimalkan agar Polri bisa melakukan deteksi dan antisipasi dini," kata Neta S Pane, di Jakarta, Senin (1/7).
Di sepanjang 2012 lanjut Neta, situasi Kamtibmas tergolong rawan. Berbagai konflik dan kerusuhan terjadi, mulai dari Aceh sampai Papua yang menyebabkan 154 orang tewas dan 217 luka. Konflik terjadi mulai dari bentrok antar kampung, aparat dengan warga, antar aparat keamanan, perkelahian pelajar, bentrokan mahasiswa maupun ulah suporter sepakbola. "Di tahun 2013-2014 bukan mustahil konflik ini kian meluas, jika Polri tidak segera berbenah. Jika itu terjadi kepercayaan publik terhadap Polri akan kian rapuh," ujarnya.
IPW mendata, ada enam faktor kenapa krisis keamanan terjadi yang membuat kepercayaan masyarakat pada Polri tidak pernah terbangun. Yaitu; kontrol atasan sangat lemah, adanya target ambisius dari atasan, bawahan cendrung cari muka, tidak ada tolok ukur yang jelas dalam rotasi tugas, tidak ada sanksi pemecatan pada perwira tinggi bermasalah, dan gaya hidup hedonis yang makin membudaya di kepolisian.
"Meskipun Polri sudah memperoleh renumerasi, upaya membenahi sikap, prilaku dan kinerja anggotanya, terutama jajaran bawah, masih saja belum maksimal. Perubahan mind set di jajaran atas belum terjadi. Jajaran elit Polri cenderung larut dangan pencitraan yang tidak membumi," ungkapnya.
Dikatakannya, Pin anti KKN digunakan tapi KKN masih tetap terjadi di segala lini di Polri. Terkuaknya kasus Simulator SIM nyata-nyata tamparan bagi konsep pin anti KKN di Polri. Kasus ini menunjukkan tidak ada keinginan yang kuat untuk membenahi KKN di Polri. Akibatnya, keinginan Polri untuk mendapat kepercayaan masyarakat tidak pernah terwujud. Masyarakat selalu menilai bahwa polisi masih sulit untuk bisa dipercaya.
Terakhir Neta menyebut dua hal yang diperlukan masyarakat dari Polri yakni polisi selalu bersikap adil dan dapat memberi kepastian hukum serta adanya jaminan keamanan. "Artinya, dalam menjalankan tugas, polisi senantiasa bersikap adil dan dapat memberi kepastian waktu dalam menyelesaikan sebuah masalah. Sehingga masyarakat tidak merasa diombangambingkan setiap kali berurusan dengan polisi. Tapi, bisakah Polri dipercaya untuk mewujudkan hal ini? Itulah tantangan yang harus dijawab kalangan Polri pada HUTnya di tahun 2013 ini," kata Neta S Pane. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Amelia Siap Menangkan Hanura di Pemilu 2014
Redaktur : Tim Redaksi