Polri Ungkap 18 Kasus Penyimpangan Produksi APD, Ada 33 Tersangka

Kamis, 09 April 2020 – 22:51 WIB
Kabagpenum Divisi Humas Polri, Kombes Pol Asep Adi Saputra, saat konferensi persdi Graha BNPB, Kamis (9/4). Foto: Humas BNPB

jpnn.com, JAKARTA - Kepolisian Republik Indonesia berhasil mengungkap 18 kasus terkait dengan indikasi terjadinya penyimpangan atau penyalagunaan dalam produksi dan pendistribusian alat pelindung diri (APD), hingga Kamis (9/4).

Kabagpenum Divisi Humas Polri, Kombes Pol Asep Adi Saputra mengatakan penyimpanan yang dilakukan penimbunan sehingga menyebabkan harga melambung tinggi dan ketersediaan di masyarakat pun sedikit.

BACA JUGA: Indohaircut Mengelontorkan Rp 100 Juta untuk Beli APD Bagi Tim Medis

"Dari 18 kasus ini, modusnya yaitu memainkan harga, menimbun, menghalangi dan menghambat jalur distribusi alat kesehatan, serta memproduksi dan mengedarkan APD, hand-sanitizer, atau alat kesehatan lainnya yang tidak sesuai dengan standar," ujar Asep, dalam konferensi pers melalui akun YouTube BNPB Kamis (9/4).

Untuk mengatasi modus itu Kapolri telah mengeluarkan Surat Telegram nomor 1.101 IV Tahun 2020. Surat Telegram itu diterbitkan sebagai pedoman penanganan pekara dan pelaksanaan tugas selama pencegahan Covid-19.

BACA JUGA: Mahasiswi Positif COVID-19 Dijemput Tim Medis Lengkap dengan APD, Warga Diimbau tidak Panik

Dari 18 kasus tersebut, Asep berujar terdapat 33 tersangka, dan dua di antaranya dilakukan penahanan.

Mereka diancam dengan dua undang-undang. Pertama, undang-undang no.7 tahun 2012 tentang perdagangan, untuk pelanggaran pasal 29 dan pasal 107, ancaman hukumannya adalah 5 tahun penjara, dan denda Rp50 miliar.

BACA JUGA: Bea Cukai Fasilitasi Produksi Puluhan Ribu Unit APD Untuk Dihibahkan

Kedua, dengan undang-undang no.36, perihal kesehatan. Untuk pelanggaran pasal 98 dan 196, ancaman hukumannya adalah 15 tahun penjara, dan denda Rp1,5 miliar.

"Penegakan hukum yang dilakukan oleh Polri adalah merupakan upaya yang paling akhir atau ultimum premidium, karena kami mengedepankan pendekatan kepolisian yang bersifat preemtif dan juga preventif," kata Asep.

Pendekatan preemtif dilakukan dengan memberikan imbauan, dan kemudian melakukan pemantauan yang sifatnya mengingatkan dan juga pencegahan.

Apabila kedua upaya ini tidak efektif, maka upaya penegakan hukum menjadi pilihan terakhir untuk memberikan jaminan kepastian kepada para pelaku kejahatan tersebut.

Sebagai upaya yang berkelanjutan, Kepolisian terus melakukan koordinasi dan pengawasan bersama dengan dinas kesehatan, serta para distributor demi menjamin ketersediaan alat kesehatan bagi masayarkat, khususnya para tenaga medis.

Polri mengimbau kepada seluruh masyarakat, khususnya kepada seluruh pelaku usaha, baik yang memproduksi maupun mendistribusikan, alat perlindungan diri (APD) harus mentaati ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan undang-undang.

"Apabila ini tidak dipatuhi ada perundang-undangan yang mengatur dengan perangkat ancaman hukuman pidananya. Jadi, hal ini bagi para pelaku usaha hendaknya menjadi perhatian khusus," ungkap Asep.

Secara umum, Asep juga menyampaikan bahwa penggunaan alat perlindungan diri (APD) bagi kepolisian RI dalam tugas sehari-hari adalah menjadi sebuah keharusan, baik dalam tugas rutin, tugas yang sifatnya mobilitas dan pelayanan kepada masyarakat.

Dalam menyikapi penyebaran virus Covid-19, Polri juga mengajak masyarakat mengedepankan rasa simpati, empati dan gotong royong dalam menangani penyebaran Covid-19.

"Mari kita meningkatkan disiplin dalam melaksanakan physical distancing dengan bekerja, belajar dan beribadah dari rumah," pungkas Asep. (mg9/jpnn)


Redaktur & Reporter : Dedi Sofian

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
APD   Polri   Virus corona  

Terpopuler