PEKANBARU - Kondisi cuaca yang fluktuatif membuat kebakaran lahan dan hutan di kawasan Riau belum juga tuntas. Saat ini, di beberapa tempat kondisi udara justru makin berbahaya. Meski hujan buatan sudah mulai turun, namun karena tidak deras maka dampaknya pun tidak terlalu luas.
Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), kemarin kualitas udara di dua daerah di Riau berada pada level bahaya. Angka Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) di kawasan Kandis, Kabupaten Siak, mencapai 500 dan Bangko dan Rokan Hilir 492. Normalnya, angka ISPU di bawah 100.
Kondisi tersebut merupakan yang terparah pascakunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Riau pada 15 Maret. Sejak kunjungan tersebut, tingkat polusi udara terus menurun hingga mencapai normal. Namun, siklon Gilian yang muncul baru-baru ini membuat kondisi Riau kembali kering. Kondisi itu dimanfaatkan sebagian orang untuk kembali membakar lahan sehingga titik api muncul lagi.
Kepala BNPB Syamsul Maarif menjelaskan, konsentrasi titik api terpantau di bagian utara dan timur Riau. Di antaranya Rokan Hilir, Dumai, Bengkalis, Siak, Pelalawan, dan Indragiri Hulu. Satelit NOAA 18 mencatat, ada 121 titik api dengan luas masing-masing lebih dari 110 hektare. Sebagian besar berada di Rokan Hilir dan Dumai.
Meski begitu, pihaknya mengklaim telah memadamkan sebagian titik api lewat darat dan udara. Pemadaman darat melibatkan personel TNI, Polri, Manggala Agni, Pemadam Kebakaran, dan satuan lain, termasuk beberapa perusahaan perkebunan. "Kami melibatkan lebih dari 2.000 personel dalam operasi pemadaman darat," ujarnya kemarin.
Sedangkan, dari udara, operasi hujan buatan kemarin berhasil menurunkan hujan di sejumlah wilayah. Yakni, Pekanbaru, Bangkinang, Kampar, Pasir Pangarayan (Rohil), Sedinginan (Rohul), Dumai, dan Tembilahan (Inhil). Seharian kemarin, tim darat dan udara memadamkan sekitar 52 titik api.
Sementara itu, Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, ketersediaan awan menjadi faktor penentu keberhasilan hujan buatan. Berapapun banyaknya garam yang siap disemai, jika tidak tersedia awan di langit Riau, maka operasi hujan buatan tetap tidak bisa dilakukan.
Menurut Sutopo, Awan yang layak disemai adalah awan-awan rendah jenis Cummulus yang bentuknya menggumpal seperti bunga kol. "Bahkan, jika ada awan Comulonimbus (Cb) maka awan ini yang disemai," tuturnya. Awan Cb merupakan incaran pesawat-pesawat TMC karena bisa menghasilkan hujan lebat.
Jika menemukan awan cumulus atau cumulonimbus, pesawat TMC akan terbang mendekati ataupun masuk ke kedua awan itu untuk menyemai garam halus (NaCl). Garam yang disemai akan menyerap titik-titik air yang menyebar dan membuatnya menjadi berat. Alhasil, titik air tersebut bisa turun ke bumi lebih cepat. (byu/kim)
BACA JUGA: Tim Hatta dan Tokoh Lain Dekati PDIP
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dahlan Iskan Lega Ketoprak BUMN Sukses Mengundang Tawa
Redaktur : Tim Redaksi