“Pascareformasi Kota Pontianak adalah yang pertama mencantumkan agama Konghucu di KTP,” ungkapnya saat memberi sambutan pada perayaan Cap Go Meh di Pontianak, Senin (6/2).
Menjunjung tinggi plurarisme juga ditunjukan Pemkot dengan terus mendukung perayaan Imlek dan Cap Go Meh. Hanya saja dia menilai Cap Go Meh perlu dikemas lagi dengan baik agar dapat lebih banyak menyedot wisatawan. ”Imlek, Cap Go Meh perlu kita jual untuk pariwisata,” kata Sutarmidji.
Tahun depan, lanjutnya, Pemkot Pontianak bersama Yayasan Bhakti Suci akan mengemas Cap Go Meh agar dapat menjadi even wisata budaya unggulan. “Sebaiknya Cap Go Meh jadi agenda budaya unggulan. Tahun depan bersama Bhakti Suci akan kami tata kegiatan ini,” tuturnya.
Wakil Gubernur Kalbar Christiandy Sanjaya menilai perayaan Imlek dan Cap Go Meh di provinsi ini meriah. Hal itu menurutnya menunjukan Kalbar adalah daerah yang harmonis. “Dari hari pertama Imlek sampai Cap Go Meh sekarang saya dan Pak Gubernur keliling Kalbar. Semuanya berbaur dengan harmonis, ini sangat baik untuk mendatangkan wisatawan domestik dan mancanegara,” paparnya.
Ketua Cap Go Meh dari Yayasan Bhakti Suci, Yo Nguan Cua mengatakan, perayaan tahun ini diartikan pihaknya sebagai ajang silaturahmi antar etnis di Kota Pontianak. Untuk itu diadakan pawai budaya yang melibatkan semua etnis di kita ini.
“Sebagai ajang silaturahmi dan melestarikan budaya yang turun temurun. Kegiatan ini juga bermaksud untuk mengenalkan kebudayaan Tionghoa kepada masyarakat luas,” katanya.
Anggota DPRD Kota Pontianak Johansyah berharap Pemerintah Kota Pontianak lebih membangun nilai-nilai budaya di kota ini. Keberagaman yang ada mestinya menjadi modal Pontianak untuk mendatangkan pendapatan asli daerah. “Kita semua sadar Kota Pontianak tidak memiliki sumber daya alam makanya potensi yang ada harus dioptimalkan,” ungkapnya.
Dia menilai budaya menjadi salah satu yang dapat diandalkan. Beragam etnis memiliki masing-masing kebudayaan yang jika dikemas dengan baik akan mendatangkan uang bagi daerah ini. Pontianak menurut Johansyah tidak dapat hanya berharap sebagai kota perdagangan dan jasa. Tetapi hal lain seperti pariwisata juga perlu perhatian serius. “Kalau sekedar menjadi kota perdagangan jasa saya rasa tidak optimal. Perlu ada pemasukan lain untuk PAD, salah satunya pariwisata,” ujarnya.
Kegiatan budaya berskala besar di Pontianak selama ini, kata Johnsyah, justru bukan dilakukan pemerintah kota, melainkan Pemprov Kalbar. Dia menyebutkan, Festival Budaya Bumi Khatulistiwa dan gawai dayak, keduanya tidak dilakukan Pemkot. “Selama ini jarang Pemkot adakan even besar di bidang budaya,” katanya.
Jika ada Cap Go Meh, Johansyah menilai tidak sepenuhnya dilakukan Pemkot. Kegiatan itu dilakukan kelompok tertentu untuk melestarikan budayanya sendiri. Pemkot hanya mendukung dari belakang. Memang ada kegiatan budaya yang dilakukan Pemkot, tapi menurut Johansyah skalanya kecil. “Bukan berarti Pemkot tidak ada peran dalam kegiatan budaya, tapi belum maksimal saja,” ucapnya.
Ulang tahun Pontianak dianggap Johansyah dapat menjadi satu momen mempertunjukan budaya yang ada. Namun dia melihat baru belakangan ini dilakukan dengan meriah, sebelumnya kurang tertata. “Ke depannya ulang tahun Pontianak dapat dimeriahkan lagi. Contohnya tahun lalu bisa juga dilakukan meriah, tinggal kemauan saja,” ujarnya.
Dia mencontohkan, etnis Melayu sendiri memiliki beragam budaya yang menarik. Begitu juga dengan Tionghoa, Madura, Dayak serta etnis lainnya. “Jika saja potensi ini digali saya rasa dapat mendatangkan uang bagi PAD dan masyarakat Pontianak,” ungkap Johansyah.(hen)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tindak Tegas Jaksa Nakal
Redaktur : Tim Redaksi