Populasi Terancam, China Susun Strategii Baru untuk Genjot Angka Kelahiran

Minggu, 16 Oktober 2022 – 23:58 WIB
Presiden Tiongkok Xi Jinping. Foto: Reuters

jpnn.com, BEIJING - Pemerintah China bertekad menggenjot angka kelahiran negara dengan populasi terbanyak di dunia tersebut.

Menurut Presiden Xi Jinping, kebijakan baru akan diberlakukan untuk mencapai target ini.

BACA JUGA: 14 Faksi Palestina Sepakati Rekonsiliasi, China Puji Negara Ini

"Kami akan menetapkan sistem kebijakan untuk meningkatkan angka kelahiran dan mengejar strategi nasional proaktif dalam menanggapi penuaan populasi," kata Xi kepada sekitar 2.300 delegasi dalam pidato pembukaan Kongres Partai Komunis di Beijing.

China saat ini memiliki populasi 1,4 miliar jiwa. Namun, angka kelahiran di Negeri Tirai Bambu itu terus turun, dengan tahun ini jadi yang terendah.

BACA JUGA: Partai Komunis China Amendemen Konstitusi, Xi Jinping Makin Berkuasa

Situasi ini dikhawatirkan bakal berdampak sangat buruk bagi ekonomi China di masa mendatang.

China memberlakukan kebijakan satu anak cukup demi menekan laju pertumbuhan populasi dari 1980 hingga 2015. Pembatasan itu dilonggarkan menjadi tiga anak setelah pemerintah menyadari bahwa negara tersebut berada di ambang penurunan demografis.

BACA JUGA: Jokowi Tinjau Kereta Cepat, Dubes China dan Luhut Mendampingi, Lihat

Tingkat kesuburan China berada di angka 1,16 pada 2021, jauh di bawah standar 2,1 yang ditetapkan OECD.

Selama sekitar satu tahun terakhir, pihak berwenang telah memperkenalkan langkah-langkah seperti pengurangan pajak, cuti hamil yang lebih lama, asuransi kesehatan yang ditingkatkan, subsidi perumahan, uang tambahan untuk anak ketiga dan tindakan keras terhadap les privat yang mahal.

Namun, keinginan di antara wanita China untuk memiliki anak adalah yang terendah di dunia, sebuah survei yang diterbitkan pada bulan Februari oleh think-tank YuWa Population Research menunjukkan.

Demografer mengatakan langkah-langkah yang diambil sejauh ini tidak cukup. Mereka menyebut biaya pendidikan tinggi, upah rendah, dan jam kerja yang sangat panjang sebagai masalah yang masih perlu ditangani, bersama dengan kebijakan COVID-19 dan kekhawatiran pertumbuhan ekonomi. (reuters/dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler