Posisi Tawar Lemah, Nasib Ahok di Tangan Partai

Senin, 08 Agustus 2016 – 12:40 WIB
Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama. Foto: dok jpnn

jpnn.com - JAKARTA -  Posisi tawar politik Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok semakin melemah. Keputusan sang petahana maju pilkada lewat jalur partai politik menjadi penyebabnya.

Direktur EmrusCorner Emrus Sihombing mengatakan, ketika Ahok mengklaim mendapatkan dukungan satu juta warga, serta merta posisi sang petahana melejit. Ahok pun dilamar oleh beberapa partai. 

BACA JUGA: Tiga Partai Dukung Komedian Ini Jadi Wali Kota

Tetapi setelah petahana batal menyerahkan dukungan mengusungnya dari jalur perseorangan, nasib Ahok menjadi cagub DKI Jakarta dipastikan berada "di genggaman tangan" partai politik pengusung. "Posisi tawar berubah," tegas Emrus, Senin (8/8).

"Realitas politik tersebut, suka tidak suka membuat posisi tawar petahana turun sedangkan posisi tawar partai politik naik melejit," tambahnya.

BACA JUGA: Begini Sikap Golkar Soal Calon Wakil Ahok

Ia menambahkan, meski sudah ada tiga partai yang mengusungnya, tidak bisa dipastikan sang petahana resmi menjadi cagub, sebelum didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta.

Sebab, perubahan peta politik termasuk partai yang akan mengusungnya sangat-sangat cair. "Secair petahana mengabaikan sejuta KTP dukungan," ungkap Emrus.

BACA JUGA: Bawaslu RI: Petahana Ogah Cuti Bakal Didiskualifikasi

Karena itu, dinamika transaksi komunikasi politik Ahok dengan tiga kemungkinan partai pengusung sangat menentukan apakah petahana jadi cagub atau berhenti di tengah jalan. "Dalam suatu proses komunikasi politik dipastikan terbentuk kesepakatan-kesepakatan politik," tegasnya.

Dalam membangun kesepakatan tersebut, tidak terhindarkan terjadi transaksi kepentingan politik antarsesama partai pengusung dan antarpartai dengan calon petahana. "Biasanya terjadi tawar menawar kepentingan politik. Contoh sederhana, bisa jadi atau hampir pasti, Heru bukan wakil lagi pasangan petahana," katanya.

Mengapa? Sebab, petahana sudah tidak punya posisi tawar yang kuat mempertahankan calon pasangannya tersebut. Bahkan partai punya power sharing menyodorkan kader mereka menjadi cawagub.

"Rendahnnya posisi tawar tersebut pasti berdampak pada semua bidang kepentingan politik, termasuk visi politik petahana terhadap kepentingan partai pengusung," ujarnya.

Singkatnya, ketika Ahok tidak menyerahkan syarat dukungan hingga Minggu tanggal 7 Agustus 2016 pukul 16.00, posisi tawar petahana  "terjun bebas" dalam proses komunikasi politik dengan kemungkinan tiga partai pengusung.

Selain itu, posisi masing-masing tiga partai untuk mengusung petahana, relatif sama menjadikan dirinya cagub. Artinya, kata dia, jika salah satu partai menarik dukungan, petahana dapat membuat dirinya tidak jadi cagub karena jumlah kursi di DPRD-DKI Jakarta belum memadai.

"Karena itu, petahana memerlukan "energi" politik yang luar biasa menjalin komunikasi politik untuk mempertemukan berbagai kepentingan politik dari ketiga partai tersebut," paparnya.

Terus terang, kata Emrus, ini bukan pekerjaan gampang bagi petahana. Jika ingin pasti dicalonkan oleh partai, petahana membutuhkan tenaga, waktu pikiran dan termasuk "logistik" politik untuk melakukan pendekatan dengan kemungkinan tiga partai pengusung.

Selain itu, petahana perlu melakukan kalkulasi politik  terhadap elit dari tiga partai pengusung ini. Sebab, awalnya elit ketiga partai ini berasal dari tiga partai yang sama, yang sudah banyak makan "asam garam" politik di Indonesia. Mereka sudah sangat matang menciptakan, mengelola dan memanfaatkan peluang, situasi, kondisi dan sebagainya untuk mewujudkan kepentingan politik dari masing-masing partai. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Semoga Bu Risma Tersentuh Lihat Tanda Tangan Ribuan Warga Surabaya Ini


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler