Poso Masih Area Paling Bahaya 2013

Selasa, 01 Januari 2013 – 06:25 WIB
JAKARTA - Pekerjaan rumah polisi masih menumpuk di awal tahun ini. Kondisi keamanan di berbagai wilayah membutuhkan perhatian ekstra. Yang menjadi zona prioritas pertama tentu problem terorisme di Poso, Sulawesi Tengah.
   
"Semua wilayah kita waspadai, tapi memang Poso ini agak khusus. Ini membutuhkan perhatian spesial," ujar Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Agus Rianto di Jakarta, Senin (31/12). 
   
Poso sekarang menjadi titik konsentrasi pemberantasan terorisme setelah beberapa kasus penyerangan terhadap polisi. Hingga kini, sejumlah nama masih belum berhasil dibekuk. Satu yang amat diincar adalah Santoso alias Abu Wardah.
   
Menurut Agus, Poso dan Papua rawan karena ada aksi kelompok yang memiliki senjata api. Mereka juga menyerang polisi aktif yang sedang bertugas. "Sekarang strateginya sudah berjalan, ini tahun baru juga operasi masih jalan di lapangan," kata mantan Kabidhumas Polda Jawa Barat itu.
   
Koordinator Kontras (Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan) Haris Azhar menilai kasus Poso 2012 akibat dari kasus lama yang tidak tuntas. Bahkan, juga termasuk kasus dugaan korupsi di Poso yang belum tuntas. "Dugaan korupsi dana bantuan konflik kemanusiaan juga belum diusut dengan baik," kata Haris.
   
Selain itu, kebijakan politik pemerintah lokal di Poso juga ikut menjadi pemicu berbagai tindakan kriminal baru. Bagi-bagi proyek pembagunan pasca konflik oleh Bupati Poso kepada kelompok-kelompok eks-kombatan konflik telah menciptakan segregasi di kelompok tersebut. "Karena keliru dalam pengelolaannya, tujuan de-radikalisasi melalui program pemberdayaan eks kombatan konflik ini telah berujung pada re-radikalisasi," katanya.
     
Pemerintah juga belum menemukan pendekatan yang tepat bagi korban konflik di Poso. Korban dan keluarga konflik yang masih merasakan trauma dan dendam belum berhasil dipulihkan melalui program-program pemerintah. "Akibatnya mereka yang kemudian menjadi radikal ini dikelola oleh kelompok-kelompok yang terorganisir dari luar Poso,"katanya.
    
Pada Januari 2007, Tim Densus 88 dan Brimob Polda Sulteng menggempur pemukiman warga di Tanah Runtuh, Gebang Rejo dan Kayamanya yang diduga menjadi tempat persembunyian kelompok teroris Jamaah Islamiyah-Polisi menyebut kelompok ini merupakan afiliasi dari Mujahidin dan Kompak.
     
Paska Operasi  bersandi Lanto Dago digelar, puluhan orang yang diduga sebagai anggota kelompok perusuh Poso yang terhimpun dalam organisasi Jamaah Islamiyah ini ditangkap dan diadili. Saat ini sebagian dari mereka masih menjalani hukuman penjara di Lembaga Pemasyarakatan di Palu, Luwuk dan Ampana-Sulawesi Tengah.
     
Beberapa anggota dari kelompok ini berhasil bebas dari operasi penangkapan, demikian pula beberapa orang di antaranya telah bebas setelah menjalani masa hukuman. Di antara mereka ada yang menganggap bahwa perjuangan mereka belum tuntas.
     
Peristiwa saat itu diduga telah "menciptakan perpecahan di internal kelompok Tanah Runtuh, di antaranya perbedaan pandangan mengenai strategi berjihad. "Bagi mereka yang telah bebas dari hukuman penjara, beberapa di antaranya memilih untuk mengelola proyek-proyek sebagai kontraktor dalam skema pengelolaan Bupati Poso," kata alumni S2 Essex University Inggris ini.
     
Kondisi ini memungkinkan munculnya kelompok baru yang radikal di Poso dan tidak lagi melakukan aksinya berdasar pada instruksi organisasi. Dengan kekuatan yang terbatas, kelompok radikal yang eksis di Poso ini kemudian melakukan aksinya. Temuan pada kasus penggerebekan terduga teroris di Desa Kalora, Poso Pesisir Utara pada 31 Oktober 2012, seorang yang menjadi target polisi tewas tertembak dan 5 orang lainnya ditangkap. "Identitas dari keenam orang tersebut menunjukkan kalau mereka bukan warga Poso. Ini membuktikan ada perpaduan antara faktor internal bekas kelompok-kelompok Poso dan kekuatan luar," ujarnya.(rdl/nw)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Taufiq Tambah Usia, Puan Buka Rahasia Keluarga

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler