Potensi Hutan Indonesia Minim

Jumat, 26 April 2013 – 07:35 WIB
BOGOR - Walaupun daratan di Indonesia sebagaian besar hutan, tapi kondisi itu belum memberikan nilai lebih untuk devisa negara. Itu akibat minimnya riset dan teknologi, untuk mengembangkan hutan tersebut.

Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengaku, kondisi itu karena banyak dari para profesor yang bekerja sebagai peneliti, tidak bisa bekerja maksimal, karena penghasilannya sebulan masih minim.

Padahal, untuk dapat berkembang pemerintah bisa memberikan anggaran lebih. “Ini satu bulan hanya Rp9 juta, minim sekali bagi seorang profesor. Harusnya bisa lebih karena dari mereka banyak yang bisa dihasilkan,” ujarnya saat mengunjungi Pusat Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Kementrian Kehutanan (Kemenhut), Jalan Gunung Batu, Kota Bogor, Kamis (25/4).
   
Menurutnya, luas hutan Indonesia seharusnya memberikan manfaat cukup besar, baik dari hutan produksi maupun konservasinya. Sebab, dari kedua hutan itu bisa dihasilkan kayu dan tempat ekowisata. “Di Singapore, hutan kotanya sudah menghasilkan Rp9 triliun pertahun dan masuk devisa Negara, masa kita yang lebih besar daerah dan wilayah hutannya tidak bisa,” ujarnya.
   
Berkaca dari negara-negara maju, kata dia,  hutan Indonesia bisa mendatangkan pemasukan besar bagi negera, jika lebih dimaksimalkan hasil hutannya. “Peran riset dan teknologi pengolahan hutan yang bisa menjawab itu semua,” katanya.

Zulkifli berharap, melalui kerjasama dengan CIFOR dalam bidang riset, diharapkan dapat mengadopsi teknologi dan lebih mengembangkan hasil hutan, karena melalui riset dapat menghasilkan kayu hasil hutan tumbuh cepat dan berkualitas baik, sehingga hasil hutan Indonesia dilirik negara lain.
   
Sementara itu, Direktur CIFOR Indonesia Peter Holmgren mengatakan sangat mendukung kerjasama dalam bidang riset tersebut, dan mereka menerapkan konsep green economi, dimana keanekaragaman hayati, pemanasan global menjadi isu yang berkaitan dengan tata kelola hutan. “Dengan ini kita bisa mengadopsi teknologi yang tepat guna, tanpa merusak hutan,” ungkapnya.

Tak hanya itu kata dia, akan melakukan pengsertifikasian kayu yang merupakan salah satu syarat mengekspor kayu ke luar negeri. Karena melalui sertifikasi kayu, negara bisa mengatur mulai dari cara penanaman hingga pengolahan hutan dan lingkungan dari kayu.

Sementara Kepala Litbang Kementrian Kehutanan, Iman Santoso mengatakan bahwa selama ini riset di Litbang Kemenhut sendiri sudah cukup banyak namun masih kurang diketahui oleh masyarakat luas. Padahal Litbang sudah mengeluarkan ratusan hasil riset pohon yang sejenis. Namun kurang diminati masyarakat, jika masyarakat menanam pohon Gaharu yang usainya berumur 7 tahun memiliki nilai jual Rp 2 juta.

“Masyarakat kita hanya mau menanam pohon Sengon dan Jengjeng yang mereka nilai cepat besar dan mempunyai nilai ekonomis, padahal masih banyak yang bisa dimanfaatkan,” tandasnya.(bac)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gamawan Ogah Batalkan SK Bupati Kobar

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler