Potensi Kekerasan Seksual pada Anak Tertinggi di Cirebon

Rabu, 03 April 2013 – 22:59 WIB
JAKARTA - Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Abdul Haris Semendawai mengaku prihatin dengan tingginya angka kekerasan seksual pada anak. Apalagi, seiring peningkatan kekerasan, ketersediaan akses layanan medis dan psikologis terhadap korban juga sangat minim.

Akibatnya banyak korban tidak terselamatkan, sehingga banyak yang memilih diam saat mengalami tindakan kekerasan yang secara berulang. Karena itu LPSK kata Haris, kini gencar menyosialisasikan keberadaannya di daerah-daerah yang berpotensi tinggi terjadi kekerasan seksual terhadap anak. Salah satunya di wilayah Cirebon, Jawa Barat.

"Informasi keberadaan dan jaminan perlindungan yang diberikan LPSK, diharapkan mampu menjangkau pemenuhan hak korban, terutama di daerah. Wilayah Cirebon sebagai daerah pesisir utara, berpotensi tinggi terjadinya kekerasan seksual terhadap anak. Sehingga sosialisasi LPSK sangat strategis di wilayah ini," ujarnya dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu (3/4).

Haris juga mengaku prihatin dengan proses penegakan hukum atas tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak. Vonis hukum terhadap pelaku kekerasan selama ini terkesan ringan. Bahkan banyak pengaduan yang tidak diproses hukum karena minimnya alat bukti dan lemahnya aturan perundang-undangan yang ada.

"Sulitnya pengungkapan kasus kekerasan seksual pada anak ini, disinyalir karena pelaku kekerasan didominasi orang terdekat korban. Seperti bapak kandung, tetangga, majikan, paman dan lain sebagainya, sehingga korban takut mengungkapkannya dan melapor ke aparat penegak hukum," ujarnya.

Menghadapi persoalan ini, Haris menyarankan pentingnya penanganan hukum yang cepat. Langkah lain, LPSK juga siap menyediakan sejumlah layanan perlindungan seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Bentuk layanan yang diberikan diantaranya perlindungan fisik (pengamanan, pengawalan dan penempatan di rumah aman), pemulihan medis psikologis, dan pendampingan terhadap korban dalam proses hukum.

"Pelayanan diberikan secara cuma-cuma, karena semua ditanggung oleh APBN, sehingga diharapkan korban dan aparat penegak hukum di daerah dapat memanfaatkannya semaksimal mungkin," ujarnya.(gir/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dideadline 15 Hari Revisi Bendera Aceh

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler