Potensi Tanaman Obat Besar

Rabu, 10 Oktober 2012 – 09:10 WIB
SOLO - Tanaman obat memiliki potensi dan peluang yang besar, baik pasar dalam negeri maupun luar negeri. Pasalnya, gaya hidup masyarakat yang back to nature membuka kesempatan bagi Indonesia yang memiliki 7.500 spesies tanaman berkhasiat obat.

"Dengan arah ke depan yang konsepnya back to nature, bukan obat kimia lagi, tanaman obat ini semakin berpotensi. Pada 2007 saja kita sudah mengekspor sekitar 7.000 ton tanaman obat dan pada 2008 ekspor kita meningkat dua kali lipat," ujar Sekretaris Ditjen Hortikultura Kementerian Pertanian Dr Mat Syukur di sela-sela Press Tour Ditjen Hortikultura bertema "Prospek Pengembangan Tanaman Obat Indonesia sebagai Bahan Baku Obat Tradisional" di Solo, Jawa Tengah, belum lama ini.

Sementara Direktur Budidaya dan Pascapanen Sayuran dan Tanaman Obat Ditjen Hortikultura Kementan Yul H. Bahar mengatakan, sejauh ini produk komoditas yang diunggulkan adalah temulawak. ”Jadi, kita ingin temulawak ini identik dengan Indonesia. Sama halnya Korea Selatan (Korsel) dengan Ginseng," katanya.

Tak hanya temulawak, lanjut Yul, pihaknya juga ingin mengunggulkan jamu sebagai ramuan khas Indonesia. Seyogyanya jamu bukan hanya berfungsi sebagai obat, tapi juga memiliki fungsi keindahan dan keasrian.

"Jamu itu bisa digunakan untuk obat dan juga untuk permen, odol, sabun, spa. Ginseng dari Korea itu bisa diolah bermacam-macam ada odol ginseng, bahkan parfum ginseng pun ada. Di bidang spa juga omzetnya besar sekali. Jadi,jangan mengebiri jamu hanya sebagai obat. Jamu bisa terkait dengan farmasi, industri, dan kosmetik," paparnya.

Dalam statistik, lanjut Yul, nilai penjualan jamu dalam setahun itu sekitar Rp 10 triliun. Di luar angka statistik tersebut, mungkin lebih besar lagi nilainya. "Kalau industri jamu diperluas lagi, maka pendapatan kita bisa lebih dari Rp 10 triliun," tandasnya.

Ke depannya, kata Yul, temulawak tidak hanya dikembangkan dalam bentuk jamu, namun juga permen hingga pewangi badan. Pengembangan ini membutuhkan riset terpadu dari berbagai instansi. Seperti jamu yang takaran penggunaannya merupakan kewenangan Kementerian Kesehatan. "Kementan itu berwenang dalam budidaya dan meneliti kandungannya," tuturnya.

Yul mengungkapkan, beberapa tahun terakhir Malaysia pun mulai mengklaim jamu merupakan ramuan khas negara tersebut. Di beberapa negara seperti Malaysia dan India memang ada ramuan khas negara masing-masing, tapi kandungan yang terdapat dalam ramuan tersebut tidak lengkap seperti di Indonesia.

"Malaysia juga mengenal pasak bumi, bahasa sana itu tongkat ahli. Temulawak juga bisa ditanam di Malaysia, namun hasilnya kurang bagus. Nah kita tutup peluang Malaysia. Kita juga berusaha angkat jamu kita lantaran kita lebih unggul dalam hal bahan baku dari India dan Malaysia. Yang pasti, jangan sampai masyarakat Indonesia bergantung pada jamu impor," ungkapnya.

Yul menambahkan, jamu Indonesia seyogyanya telah diekspor seperti ke Korea yang selalu membeli jahe dan temulawak dalam bentuk simplisia (bubuk), Timur Tengah, sebagian Eropa, dan Jepang. "Yang paling besar ekspor kita ke Timur Tengah berupa rempah-rempah dan tanaman obat," tandasnya.

Kepala Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro) Balitbang Kementan Agus Wahyudi menambahkan, jamu bakal menjadi trademark Indonesia karena kaya atas keragaman tanaman obat dan rempah-rempahan. ”Jamu merupakan ramuan yang terbukti secara empiris menyehatkan badan dan menyembuhkan penyakit. Balittro melakukan dukungan berupa data ilmiah agar masyarakat memahami khasiat jamu,” ujarnya. (aro)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tak Perlu Malu Opname di Kamar Kelas III

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler