PPATK : Transaksi Tunai di Jakarta Sangat Mencurigakan

Rabu, 02 Januari 2013 – 23:56 WIB
JAKARTA -- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan telah menerima sebanyak 8.817 laporan transaksi pembawaan uang tunai oleh warga negara Indonesia maupun warga negara asing dari Ditjen Bea dan Cukai RI pada tahun 2012. Dari data PPATK, diketahui wilayah Jakarta sejak tahun 2006 hingga tahun 2012  paling banyak terjadi transaksi pembawaan uang tunai, yaitu sebesar 5. 920 laporan transaksi.

Menurut data yang dipaparkan PPATK, pada tahun 2006 hingga 2008 sebelum berlakunya undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Nomor 8 tahun 2010 tercatat di Jakarta ada 1272 transaksi pembawaan uang tunai. Berikutnya pada tahun 2009 terdapat 663 laporan. Pada tahun 2010 menjadi 931 laporan transaksi. Totalnya menjadi 2866 laporan transaksi sebelum adanya undang-undang itu.

Sedangkan, sesudah berlakunya undang-undang TPPU yaitu tahun 2011 tercatat ada 1220 laporan transaksi. Tahun 2012 meningkat adanya pelaporan transaksi sebanyak 1834 laporan. Totalnya menjadi 3.054 laporan.

"Ini kemungkinan belum tentu semua pendatang yang datang melapor ke bea cukai. Padahal, setiap warga negara siapa pun, asing dan maupun non asing, jika membawa uang lebih dari 10 ribu dollar, harus melapor pada bea cukai. Nanti bea cukai lakukan verifikasi, lapor pada PPATK," ujar Ketua PPATK, Muhammad Yusuf di kantor, Jakarta Pusat, Rabu (2/1).

Jika pembawa uang tunai tidak melapor, kata Yusuf, dimungkinkan bisa terjadi seperti pada kasus Gayus Tambunan. Saat itu, Gayus diketahui memiliki mata uang asing Amerika dan Singapura. Padahal, namanya tidak tercatat di money changer resmi maupun terlacak PPATK.

Selain Jakarta, PPATK juga mencatat Batam sebagai kota kedua dengan transaksi tunai terbanyak. Jumlahnya 2683 laporan. Namun, data itu diperoleh PPATK sebelum berlakunya undang-undang TPPU. Yusuf kembali meyakini bahwa banyak pembawa uang tunai yang tidak melaporkan hal itu.

Berikutnya, kota yang tercatat adalah Tanjung Balai Karimun yang sejak tahun 2006 hingga 2012 terdapat 111 transaksi mencurigakan. Disusul oleh Denpasar, dengan jumlah 80 laporan transaksi. Di Teluk Bayur, Sumatera Barat, kata Yusuf,  terdapat 10 transaksi tunai. Di Medan dan Bandung, masing-masing hanya terdapat empat transaksi yang terdeteksi. Berikut, di Teluk Nibung, Sumatera Utara, hanya ada dua laporan transaksi. Di Pontianak, Balikpapan dan Dumai, PPATK hanya menerima masing-masing 1 laporan transaksi dari bea cukai.

Yusuf menduga, bea cukai mendapat sedikit laporan karena para pembawa uang tunai ini berbohong dengan mengatakan memiliki usaha money changer di kota yang dituju. Ke depan, tutur Yusuf, untuk melacak pembawa uang tunai, PPATK telah membuat regulasi yang mengatur kewenangan Bea Cukai. Regulasi itu memberi kewenangan petugas bea cukai untuk memeriksa fisik pendatang ke Indonesia dan jika mencurigakan dapat dilaporkan.

"Kita membuat regulasi, sekarang smpai tahap finalisasi diserahkan ke Kumham, kasih ke presiden. Pada pokoknya, bea cukai bisa menggeledah orang yang datang jika diindikasikan mencurigakan. Berangkat dari fakta, bahwa banyak kasus korupsi yang ditangkap KPK bentuknya mata uang asing," papar Yusuf.

Yusuf berharap, ke depan intelijen dari kepolisian dan bea cukai dapat bekerja sama melacak money changer tidak resmi maupun oknum-oknum yang mengaku usaha money changer untuk bisa membawa uang tunai dalam jumlah besar.(flo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tol Cikampek-Jakarta Padat Merayap

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler