PPATK: Waspadai Modus Pencucian Uang

Senin, 13 Mei 2013 – 05:20 WIB
JAKARTA - Ada beberapa modus koruptor yang harus dicermati oleh para anak muda agar tidak ikut menjadi pelaku pencucian uang pasif. Menurut Wakil Ketua Pusat Pelaporan Analisa dan Transaksi Keuangan (PPATK) Agus Santoso, intinya ada pada pemberian yang berlebihan. Sekaya apapun si pemberi, patut dicurigai.
   
Kepada Jawa Pos, Minggu (12/5), Agus menyebut salah satu contohnya adalah memberi fasilitas kartu kredit. Biasanya, pelaku tindak pidana pencucian uang (TPPU) akan membebaskan segala beban biaya yang muncul saat tagihan muncul. "Gesek saja, nanti saya yang bayar," ujar Agus mencontohkan ucapan koruptor.
   
Agar tidak mencolok, kartu kredit tersebut biasanya juga diatasnamakan orang yang bisa dipengaruhi oleh pelaku. Begitu juga saat pemilik uang dengan enteng memberikan sebuah mobil atau barang mewah lain. Biasanya, meski tidak langsung akan ada semacam harapan untuk mendapat timbal balik yang menguntungkan diri.

"Harus lebih hati-hati, apalagi kalau diperbolehkan pakai tetapi nanti harus siap sedia saat diminta menjual pemberian itu," imbuhnya.

Kata dia, kecurigaan perlu muncul ketika ada seseorang yang menawarkan untuk dibuatkan produk jasa keuangan seperti asuransi. Dia kembali mengingatkan bahwa pengunaan uang hasil kejahatan bisa ikut dihukum.

Anak muda juga harus waspada saat keinginannya untuk memiliki barang mewah bisa dengan mudah dikabulkan orang tua. Apakah semua itu diberi melalui uang halal atau tidak. Seperti saat ada anak muda yang merengek minta mobil, tetapi leasing tersebut dibayari orang lain (koruptor).

Agus memastikan bahwa pola-pola berulang dari kasus pencucian uang bisa dideteksi. Apalagi PPATK juga telah sudah menjalin kerjasama dengan Kemendagri untuk menelusuri data seseorang. "PPATK sudah bisa mengakses data kependudukan. Atas dasar satu nama, kami bisa mengakses data yang bersangkutan," katanya.

Nah, anak muda yang biasa menjadi tempat untuk mencuci uang kata Agus bisa dengan mudah terdeteksi oleh PPATK. Apalagi, jika rekening tidak sesuai dengan profilnya. Itu kerap terjadi oleh staff seorang pemimpin yang juga melakukan tindak pidana korupsi.

"Tipologi itu pencucian uang itu di ring 1 keluarga, lalu ring 2 kepada orang-orang kepercayaan, ring 3 di area biasa beraktivitas atau bekerja, dan ring 4 sasarannya kepada orang-orang yang bisa dipengaruhi," tandasnya. Umumnya, anak muda masuk kategori ring 4 karena tergiur dengan kemewahan instan.

Ahli hukum pencucian uang Dr Yenti Garnasih membenarkan sikap curiga saat ada pemberian berlebihan. Dia yakin, sikap itu bisa menjadi salah satu sarana untuk mempersempit ruang koruptor nantinya. Alasannya sederhana, koruptor jadi bingung akan mencuci kemana uang hasil kejahatannya.

"Kalau masyarakat tidak beritahu bahaya menerima, pemberantasan korupsi ikut lemah. Koruptor jadi punya peluang untuk menyembunyikan," tandasnya.

Dia kembali mengingatkan bahwa menerima sama seperti menjadi penadah barang curian. "Yang beli murah saja bisa dirampas, apalagi yang diberi begitu saja," tambahnya.

Dia juga memastikan penerima uang atau pembelian dari tersangka korupsi yang beralasan "tidak tahu" bukanlah jaminan nantinya tak dijerat KPK. "Boleh saja bilang seperti itu, tetapi UU TPPU sudah mengatur apa sanksi bagi penerima," jelasnya.

Seperti diketahui, UU TPPU Pasal 5 menyebut setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana bisa dipidana penjara paling lama 5 lima tahun dan denda Rp 1 miliar.
    
Terpisah, Jubir KPK Johan Budi S.P mengatakan bahwa orang-orang di sekililing koruptor yang dikenakan TPPU bisa ikut dijerat. Namun, semuanya harus sesuai dengan UU.

"Siapapun itu, tidak terbatas pada hubungan keluarga, hubungan secara organisasi juga bisa. Asal ada bukti yang memenuhi Pasal 5 UU TPPU," katanya. (dim/agm)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Usakti Bantu Orang Tua Korban Tragedi 12 Mei

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler