jpnn.com, MALANG - Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat SD dan SMP di Kota Malang tahun ini akan menerapkan 90 persen dari sistem zonasi. Angka ini meningkat karena sebelumnya jalur zonasi hanya 60 persen.
Kenaikan kuota tersebut, karena Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Malang wajib mengikuti Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018. Kepala Dinas Pendidikan Kota Malang Dra Zubaidah MM merinci, 90 persen jalur zonasi dengan jarak terdekat dari sekolah.
BACA JUGA: Strategi Pemkot Malang Genjot Penerimaan Pajak
Rincinya, dari 100 persen kuota PPDB, 90 persen untuk jalur wilayah, lima persen untuk jalur prestasi, dan lima persen untuk siswa pindahan dari luar kota. ”Nah, di kuota 90 persen ini tidak lagi mengukur dua jarak berbeda,” kata dia.
Sebelumnya, ketika kuotanya masih 60 persen, masih dibagi lagi menjadi dua. Pertama, ada 30 persen untuk siswa mampu yang jarak rumahnya 200 meter dari sekolah dan untuk siswa tidak mampu dengan jarak 500 meter dari sekolah. Lalu ada 35 persen kuota jalur reguler atau pendaftar online.
BACA JUGA: Buruan, Urus Pindah Lokasi Nyoblos Hingga 10 April
BACA JUGA: Kisah Edgar, Sejak TK Hobi Games, Juara Olimpiade Matematika, Tembus Harvard University
Namun di Permendikbud baru, tidak ada lagi pembagian kuota antara siswa tidak mampu dengan mampu dalam jalur wilayah.
BACA JUGA: Harga Rumah Rp 100 Juta, Tanda Jadi Rp 750 Ribu, Lokasi Strategis
”Istilahnya cepet-cepetan daftar. Semakin dekat jarak rumah dengan sekolah, semakin besar peluangnya untuk diterima,” ujar dia. Makanya, orang tua diminta Zubaidah harus selektif melihat peluang pendaftaran selama PPDB berlangsung.
Sebenarnya, disdik agak waswas dengan konsep permendikbud untuk Kota Malang. Pada awal tahun, disdik sudah mengirim surat pengajuan jalur zonasi yang sudah dirancang. ”Karena disuruh 90 persen zonasi, kami rancang biar adil ada 70 persen wilayah dan 20 persen untuk reguler,” jawab Ida, sapaan akrab Zubaidah.
Namun pembuatan rancangan ini, awalnya berlaku untuk SD ke SMP. Sementara SMP ke SMA, diatur lagi oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur yang mengatur zonasi SMA. ”Sayangnya, usulan kami ditolak. Kami tidak bisa apa-apa. Kalau memaksa, sanksinya berat,” tutur Ida.
Sanksi bagi pemerintah daerah yang tidak mau menerapkan Permendikbud ini, ada penurunan dana Bantuan Operasional Sekolah hingga sanksi administratif.
Ida menyatakan, dalam draf proposal pengajuan skema PPDB, pihaknya sudah menyampaikan plus minus zonasi 90 persen. Sisi minus zonasi, di antaranya bisa merugikan calon peserta didik yang punya nilai bagus, tapi rumahnya jauh dari sekolah.
Kemudian, tidak ada perlindungan dan jaminan pendidikan bagi siswa tidak mampu yang harus bersaing dengan siswa mampu untuk bisa bersekolah di dekat rumah. ”Karena jika satu sekolah ini penuh, mereka bisa saja geser ke sekolah lain yang jarak rumahnya jauh dari rumah mereka,” tambah Ida.
Ketika zonasi 90 persen diterapkan, maka siswa yang rumahnya di luar Kota Malang, misalkan Kabupaten Malang, bakal sulit untuk masuk SMP Negeri Kota Malang. Sebab, SMPN di setiap wilayah bakal menyerap siswa lulusan SD di zonanya.
Karena itu, Zubaidah hendak membuat draf PPDB terkait pembagian kelurahan dalam zonasi dan mapping jumlah siswa di wilayah sekitar sekolah.
Sementara, Ketua Dewan Pendidikan Prof Amin menyatakan bahwa, mau tak mau memang seluruh wilayah harus menerapkan Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018. ”Memang, dulu zonasi tidak bisa naik 90 persen karena menyesuaikan kondisi masing-masing daerah,” kata dosen biologi Universitas Negeri Malang (UM).
Terpisah, Staf Ahli Bidang Regulasi Pendidikan Kemendikbud Chatarina Muliana Girsang menjelaskan mengapa daerah tidak boleh mengutak-atik zonasi. Sebab, regulasi yang selama ini diterapkan menjadi penyebab munculnya klasifikasi sekolah favorit dan tidak favorit.
”(Dengan regulasi yang baru), praktik jual beli kursi, ketidakmerataan guru, akan terminimalisasi,” tambahnya. (san/c1/muf)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PPDB 2019 Dipastikan Tetap Pakai Sistem Zonasi
Redaktur & Reporter : Soetomo