jpnn.com, JAKARTA - Ekonom yang juga Ketua Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Keuangan Negara (LPEKN) Sasmito Hadinegoro mengkritik kebijakan Pembatasan Pemberlakuan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang mulai berlaku besok hingga 20 Juli mendatang.
Dia menganggap PPKM Darurat mirip lockdown terselubung.
BACA JUGA: Kepala Daerah yang Tak Serius Terapkan PPKM Darurat Bisa Dipecat
Menurut dia, kebijakan tersebut tidak efektif menekan laju penyebaran Covid-19. Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo layak mempertimbangkan kembali kebijakan tersebut.
“Saya menilai kebijakan ini perlu dipertimbangkan secara matang. Apakah efektif menekan lonjakan Covid-19 atau justru kontraproduktif. Jadi harus dipertimbangkan secara matang. Ini menyangkut nasib jutaan rakyat Indonesia,” kata Sasmito di Jakarta, Jumat (2/7).
BACA JUGA: Selama PPKM Darurat, Kawasan Bromo-Semeru Ditutup Total
Menurut Sasmito, kebijakan PPKM Darurat ini tidak jelas arahnya. Justru saat ini, rakyat kelas bawah dan menengah terkena dampak dari kebijakan ini. Daya tahan masyarakat menurun bahkan stres dengan munculnya kebijakan PPKM Darurat ini.
Saat ini, menurut dia, masyarakat makin sulit mencukupi kebutuhan pokok ekonominya. Sebab kebijakan ini terkesan dipaksakan.
BACA JUGA: Wanita Emas Pertanyakan Solusi Pemerintah Tekan Penularan Covid-19
“Pemerintah silakan melihat Pulau Jawa dan Bali sebagai pilot project PPKM dengan lebih cermat. Apakah cukup representatif dengan sampel kota besar Jakarta, Semarang, dan Bandung untuk barometer kehidupan rakyat di luar DKI Jakarta,” kata dia.
Semarang-Bandung yang lonjakan Covid-19 paska-liburan dianggap layak mewakili fakta kehidupan ekonomi rakyat yang relatif dekat seperti kota-kota kecil seperti Cipanas, Puncak, Garut, Slawi, dan Tegal.
Demikian juga di Semarang seperti wilayah Kabupaten Banyumas, Purwokerto, Wonosobo, Temanggung dan lain-lainnya. Sama halnya di Jawa Timur seperti Kediri, Kota Batu Malang.
Dia menilai rakyat tidak terlalu merespons kebijakan PPKM Darurat ini.
Sepertinya, rakyat tenang-tenang saja bekerja dengan disiplin menerapkan SOP Protokol Kesehatan (Prokes) guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sasmito menuturkan UMKM memang sulit bergerak. Demikian juga sopir taksi yang mengeluh kehilangan penghasilan sebelum diterapkannya PSBB.
Sebab, kata dia, PPKM Darurat membatasi waktu jam kerjanya lebih pendek membuat mereka sulit mendapatkan penghasilan yang memadai untuk bisa memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
Dia menegaskan kebijakan PPKM Darurat ini benar-benar memukul daya beli rakyat.
Oleh karena itu, dia meminta pemerintah setop membuat kebijakan yang menyengsarakan rakyat.
“Kasihan rakyat menengah dan bawah yang jelas berbeda dengan para ASN dan apparat negara yang setiap bulan cost of livingnya sudah terjamin dibayar oleh APBN yang sebenarnya itu juga disediakan oleh masyarakat seluruh Indonesia dengan membayar pajak,” kata Sasmito.
Sasmito menyarankan kalau memang pemerintah konsekuen mencegah lonjakan positif Covid-19 maka sebaiknya mengambil kebijakan tegas. Misalnya, pemerintah mulai 3 Juli hingga 20 Juli 2021 harus tetapkan Lockdown secara transparan.
“Jangan buat kebijakan abu-abu seperti sekarang ini,” imbuhnya.
Dia berharap pemerintah harus mencukupi kebutuhan hidup masyarakat sehari-hari selama 17 hari pasca-implementasi PPKM Darurat ini.
“Seluruh rakyat Indonesia tinggal di rumah, biar sehat dan selamat akan disediakan sembako gratis dari negara,” ujar dia.
Artinya, kata dia, publik dijamin negara dengan tegas dan jelas dengan pertanggungjawaban keuangan negara melalui APBN sebagai pos Anggaran Tak Terduga (masukan dalam contingencies factor).
Hal ini wajar-wajar saja sesuai dengan amanah konstitusinya dilaksanakan dengan lebih sempurna.
Dia meminta pemerintah jangan menutup mata dengan persoalan yang dihadapi masyarakat saat ini.
“Jangan sampai ada yang terpaksa nanti ramai-ramai nekat bersama-sama menjarah Alfamart dan Indomart dengan paksa membawa sembako gratis rakyat,” tuturnya.
Saat ini, kata dia, rakyat makin menderita sebagai dampak covid-19 ini. Bahkan rakyat tidak punya tabungan untuk sekadar bisa bertahan hidup.
Dia khawatir rakyat tidak boleh keluar rumah pasca-PPKM Darurat ini.
“Bisa-bisa rakyat terancam kelaparan dan ini mengerikan,” kata Sasmito.
Lebih lanjut, Sasmito juga mengkritik revolusi mental yang dicanangkan Presiden Joko Widodo sejak 2014 yang lalu. Pasalnya, apa yang digaungkan tidak jelas tolok ukur keberhasilannya.
“Yang terjadi saat ini, mental rakyat tidak kuat menanggung beban derita kelaparan, yang miskin tambah miskin. Sementara yang kaya makin kaya,” kata Sasmito.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich