jpnn.com - JAKARTA - Rencana penerapan PPN 10 persen dari setiap transaksi penyelengara belanja online, baik perusahaan maupun individu kembali mencuat. Pemerintah melalui Dirjen Pajak tengah menggodok aturan tersebut.
Pakar e-commerce menilai, kebijakan tersebut dinilai dapat merugikan para pebisnis online. Sebab, semua produk atau barang sudah terkena PPN 10 persen. Nah, jika transaksi online dikenakan pajak lagi sebesar 10 persen per barang, maka para pelaku bisnis online akan terkena double take.
BACA JUGA: Ragukan Kemampuan Indonesia Hadapi Masyarakat Ekonomi Asean
"Perlakukan ini akan menimbulkan kelesuan di bisnis online. Imbasnya konsumen tidak lagi melirik bisnis online karena variable cost yang terlalu besar untuk pajak. Kalau orang beli online dikenakan lagi pajak 10 persen, maka barang tersebut harganya akan lebih mahal dan tidak kompetitif dengan toko offline," ucap Pakar E-commerce dari Institute Teknologi Bandung (ITB), Agung Harsoyo melalu siaran persnya.
Menurut Agung, peraturan tersebut belum bisa diterapkan lantaran bisa menimbulkan berbagai kendala. ”Dikhawatirkan aturannya tumpang tindih, sehingga pebisnis online dirugikan karena terkena double take tadi," serunya.
BACA JUGA: Pertamina Setop Suplai BBM 3 Bulan Kepada SPBU Bandel
Ia menilai seharusnya pengenaan pajak dilakukan agar bisnis lebih rapih, lebih tertata dan lebih kompetitif. Namun, jika aturan tersebut menimbulkan kondisi sebaliknya, maka harus dieveluasi dan jangan dulu diterapkan. Bila aturan tersebut tetap dipaksakan, menurut Agung, bukan tidak mungkin iklim bisnis online akan layu sebelum berkembang.
“Intinya kita jangan latah dan suka membuat aturan, namun aturan tersebut tidak bisa dijalankan. Seharusnya segenap komponen termasuk pemerintah harus mendorong lebih agresif lagi terhadap bisnis online yang sekarang tumbuh di masayarakat,” harap Agung. (chi/jpnn)
BACA JUGA: BBM Subsidi Dibatasi, Masyarakat Jangan Panik
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bangun Pabrik Gula, PTPN XII Dapat Suntikan Rp 1,2 Triliun
Redaktur : Tim Redaksi