jpnn.com - JPNN.com-Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menilai ketentuan soal pemilihan pimpinan MPR dan DPR yang ada di UU MD3 tidak lazim.
Pasalnya, jatah pimpinan ditentukan bukan berdasarkan perolehan suara di pemilu legislatif.
BACA JUGA: Menag Bantah Resmikan Bahai Jadi Agama Baru
Menurut Ketua Fraksi PPP DPR RI Reni Marlinawati, dari zaman dahulu yang menjadi pimpinan MPR/DPR RI merupakan kader dari partai pemenang pemilu.
"Jujur saja komposisi tidak normal sebetulnya. Yang keluar dari tradisi sebelumnya, di mana pada zaman Orba atau juga Reformasi komposisi-komposisi di DPR tidak pernah terjadi komposi seperti saat ini," ujarnya kepada wartawan dalam konferensi pers Refleksi Akhir 2016 dan Proyeksi 2017 di Komplek Parlemen, Jakarta, Rabu (28/12).
BACA JUGA: Tawar Menawar Raperda, Wani Piro?
Karena itu, sambung Reni, PPP dari awal mendukung revisi terbatas UU MD3 pada periode kali ini dengan mempertimbangkan kondisi tak normal yang muncul dalam komposisi pimpinan MPR/DPR RI kali ini.
"Menurut PPP, kondisi politik saat ini sudah kondusif, dimana posisi KMP (Koalisi Merah Putih) dan KIH (Koalisi Indonesia Hebat) sudah tak lagi relevan, maka perubahan UU MD3 harus dilakukan," jelasnya.
Sejatinya, lanjut Reni, Revisi UU MD3 terbatas ini merupakan pintu masuk bagi revisi total UU MD3.
"Dimana proporsionalitas dalam berbagai AKD saya kira juga harus dilakukan. Saya juga pernah sampaikan di paripurna komposisi di DPR itu harus representasi dari perolehan suara. Karena itu, representasi dari rakyat yang milih wakilnya di DPR," paparnya. (aen/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil