PPP: Peluang Kepala Daerah Dipilih DPRD Masih Terbuka Lebar

Selasa, 19 November 2019 – 23:59 WIB
Wasekjen PPP Achmad Baidowi. Foto: Dokpri for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Achmad Baidowi mengatakan peluang kepala daerah untuk dipilih Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) masih terbuka.

"Apakah masih ada peluang kepala daerah dipilih oleh DPRD? Peluang itu sangat terbuka saya kira," kata Baidowi dalam diskusi "Revisi UU Pilkada, Adakah Ruang Kembali ke DPRD?" di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (19/11).

BACA JUGA: Bicara Kriminalisasi Kepala Daerah, Jokowi Jadikan Pemprov DKI Contoh

Baidowi menambahkan konstitusi memerintahkan pelaksanaan pilkada dijalankan secara demokratis. Menurut Baidowi, tidak ada perintah pilkada langsung. Berbeda dengan pemilihan presiden yang diperintahkan konstitusi dilaksanakan secara langsung.

"Jelas di konstitusi kita mengatur bahwa pemilihan kepala daerah dilakukan secara demokratis dan penerjemahan dari demokratis itu dilakukan secara langsung. Itu perdebatan-perdebatan yang terus muncul," ungkap Baidowi.

BACA JUGA: Minta Kepala Daerah tak Usah Rajin Buat Perda, Jokowi: Negara Ini Sudah Banyak Peraturan

Menurut Baidowi, pelaksanaan pilkada bisa dilihat dari aspek manfaat dan mudaratnya. "Kalau yang menggunakan perspektif mudaratnya, memang lebih banyak mudaratnya," katanya.

Misalnya, lanjut Baidowi, terkait harga ongkos politik yang sangat mahal. Menurut dia, bohong kalau menyebutkan ongkos pilkasa itu murah. "Pasti mahal, baik ongkos pelaksanaannya maupun ongkos konsentrasinya," jelasnya.

Dia mencontohkan ongkos dai sisi ongkos pelaksanaannya, sudah tentu dalam perhelatan pilkada melibatkan Komisi Pemilihan Umum dan jajarannya sampai tingkat bawah. Selain KPU, tentu juga melibatkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

"Itu kalau dibiayai negara besar juga di situ," paparnya. Sementara dari ongkos konsentrasinya, itu biasanya dari calon itu sendiri. Calon pasti mengeluarkan dana yang cukup besar. "Sehingga kalau ada temuan dari KPK dengan gencarnya OTT itu berkorelasi dengan tingginya cost politic," paparnya.

Nah, Baidowi menyatakan kalau memang masih ada usulan pilkada langsung maka harus diatur dan dikirangi instrumen yang menyebabkan ongkos mahal. "Itu harus dicari solusinya," katanya.

Dia mencontohkan partai politik harus clear bahwa untuk mengusung calon dilakukan tanpa mahar. "Kalau ketahuan harus ada sanksi yang berat," tegasnya.

Wakil sekretaris jenderal (wasekjen) PPP ini menegaskan politik tanpa mahar itu seharusnya tidak hanya sekadar menjadi jargon partai saja. "Kalau hanya sekadar menjadi jargon ya sama saja, tidak mahar politik tetapi bahasanya biaya konsolidasi padahal nilainya hampir sama. Itu sama dengan bohong," ungkapnya.

Berikutnya, kata Baidowi, harus dipikirkan instrumen pembiayaan negara man yang bisa ditekan. Contohnya, yang menggunakan instrumen negara saat masa kampanye. Selama ini diatur enam bulan. Kalau misalnya dipersingkat juga bisa menekan cost. "Cuma berapa hitungannya itu harus dikalkulasi lagi," katanya.

Selain itu, ujar dia, cost yang paling besar adalah biaya saksi. Menurutnya, biaya saksi pemilu pasti mahal. "Maka ketika merumuskan RUU Pemilu kemarin sempat ada wacana saksi dibiayai oleh partai politik," ungkapnya.

Kemudian, lanjut dia, kalau ada usulan dikembalikan ke DPRD sangat mungkin dengan dasar pijakan konstitusi. Nah, kata dia, yang perlu diatur adalah mekanismenya supaya money politic-nya tidak bergeser. (boy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
pilkada   PPP   Achmad Baidowi  

Terpopuler