jpnn.com, JAKARTA - Pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK hasil rekrutmen Februari 2019 dari eks pegawai tetap yayasan (PTY) UPN Veteran Yogyakarta kembali menggelar aksi keprihatinan atas nasib status kepegawaian mereka pada Kamis (9/11).
Aksi yang digelar di halaman gedung rektorat tersebut untuk menuntut status kepegawaian yang berkeadilan.
BACA JUGA: Bu Titi: Passing Grade PPPK 2021 Honorer K2 Ditukar Masa Pengabdian, Impas Itu
Pegawai eks yayasan yang sudah mendapatkan SK PPPK tetapi belum menandatangani kontrak kerja itu juga menuntut Kementerian Pertahanan tidak meninggalkan mereka.
“Nasib 165 lebih dosen dan 120-an tenaga kependidikan terkatung-katung selama hampir tujuh tahun. Sekarang masuk babak baru, kami dikontrak menjadi PPPK. Namun klausul kontrak ini pun bermasalah,” kata Ketua Forum PTY Arif Rianto kepada JPNN.com, Kamis (9/9).
BACA JUGA: 6 Kebijakan Nadiem Makarim yang Berpihak kepada Guru Honorer Peserta Tes PPPK 2021
Menurut Arif, masalah tersebut sebenarnya bisa diselesaikan apabila Kemendikbudristek KemenPAN-RB dan Kemenhan duduk bersama membahas transisi kelembagaan UPN Veteran harus memproses aset tanah, gedung dan SDM. Namun yang terjadi aset tanah dan gedung diterima, sementara SDM ditinggalkan.
"Kami sangat berharap Bapak Prabowo turun tangan mambantu menyelesaikan masalah ini. Kami tahu beliau seorang perwira sejati yang tidak membiarkan anaknya telantar dalam ketidakjelasan," kata Arif.
BACA JUGA: Detik-detik Letda Bintang Beraksi di Papua yang Bikin TNI Bangga
Menurut dosen Teknik Geologi ini status PPPK bermasalah dalam hal masa kerja. Di dalam kontrak, masa kerja mereka dihitung nol tahun. Padahal sebagian besar dari mereka sudah bekerja lebih dari 20 tahun.
Itu sebabnya mereka meminta Kemenhan juga terlibat adalam masalah ini. Penyerahan aset UPN Veteran ke Kemendikbudristek mestinya juga termasuk aset SDM-nya.
"Tetapi pada praktiknya aset tanah dan bangunannya diserahterimakan, sementara SDM ditinggalkan,” tambah Arif.
Kedua, menurut Arif, mengenai masalah pengakuan kompetensi profesional dosen. Dalam kontrak ini kualifikasi doktor tidak diakui. Dosen yang berpendidikan S-3 hanya dikontrak selevel S-2.
“Artinya kompetensi doktoral kami tidak diakui. Sedihnya hal ini justru terjadi di lembaga pendidikan tinggi yang mestinya menjunjung tinggi capaian akademik dosen," ujar Arif dengan nada sedih.
Dia menambhakan jenjang karir juga terancam dengan perjanjian kerja ini. Selama lima tahun pegawai yang manandatangani kontrak akan terikat dengan isi kontrak tersebut. Selama lima tahun dosen tidak bisa studi lanjut, tidak bisa naik pangkat fungsional, tidak bisa menduduki jabatan, dan sebagainya.
“Kontrak ini benar-benar mendegradasi kita sebagai dosen yang profesional dan menafikkan perjuangan kami menyelesaikan studi doktoral” tambah Arif Rianto.
Permasalahan pegawai di UPN Yogyakarta ini diawali dengan berubahnya bentuk kelembagaan dari perguruan tinggi swasta menjadi perguruan tinggi negeri. Pada saat awal proses pegawai eks PTY dijanjikan untuk menjadi satu gerbong menjadi PNS.
Namun, dalam perkembangannya kementrian mengakomodasikan mereka untuk menjadi pegawai PPPK. Skema ini pun dijanjikan untuk diakui masa kerjanya.
Dalam perkembangannya, setelah mengikuti seleksi dan dinyatakan lulus semua ternyata apa yang dijanjikan sejak awal tidak terwujud hingga lahitnya perjanjian kerja yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Arif menambahkan dampak institusional dari perjanjian kerja ini adalah menurunnya kualitas dan performance UPN Veteran Yogyakarta. Secara kualitas permasalahan ini akan memperburuk kinerja dosen dan pegawai karena tetap terjadi dualisme pegawai.
Dualisme kepegawaian yang diikuti dengan perbedaan fasilitas yang diperoleh merupakan triger menurunnya motivasi kerja pegawai.
“Kontrak kerja ini seperti kontrak antara buruh dan perusahaan pabrik,” tandas Arif.
Sementara itu, Ketua Ikatan Lintas Pegawai Perguruan Tinggi Negeri Baru (ILP-PTNB) Diyah Sugandini mengatakan akan tetap melakukan lobi ke kementerian untuk mengklarifikasi perjanjian kerja yang tidak sesuai dengan tradisi akademik di perguruan tinggi.
“Kontrak ini sangat menyedihkan. Negara terkesan abai dengan tradisi pendidikan tinggi. Perguruan Tinggi diperlakukan seperti perusahaan niaga hingga kontraknya tidak memperhatikan profesionalisme dosen,” tambah dosen Manajemen UPN Veteran Yogyakarta.
Menanggapi gerakan pegawainya tersebut Rektor UPN Veteran Yogyakarta M. Irhas Effendi mengatakan tetap akan berjuang mengawal ketidaksesuaian dalam kontrak ini. Khususnya dosen melalui penyusunan naskah akademik untuk merevisi aturan ini.
"Naskah akademik ini merupakan kajian akademik mengenai pentingnya posisi dosen dalam perguruan tinggi menyangkut pengembangan kompetensi, karier dan kualifikasi pendidikan,” terang Irhas Effendi.(esy/jpnn)
Redaktur : Friederich
Reporter : Mesya Mohamad