KUPANG--Pengurus PPRN baik DPW dan DPD versi Amelia Yani menggelar pertemuan dan menegaskan jika PPRN dibawah kepemimpinan Amelia Yani hingga saat ini masih sah. Keabsahan mengenai pengurusan PPRN dibawah kepemimpinan Amelia Yani sesuai SK Kementerian Hukum dan HAM RI nomer M. HH. 17. AH. 11. 01 Tahun 2010 tanggal 15 November 2010 yang dikeluarkan tanggal 26 Januari 2012 oleh Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU).
Sekretaris DPW PPRN NTT, Aloysius Gago kepada koran ini menegaskan SK yang dikeluarkan Menteri Hukum dan HAM sekarang ini sama persis dengan Nomor SK Kepengurusan Amelia A. Yani yang dikeluarkan oleh Patrialis Akbar, Mantan Menteri Hukum HAM RI sebelumnya, yakni SK Nomer M.HH. 17.AH.11.01 tanggal 15 November 2010. Perbedaan hanya terletak pada tanggal dan Tahun diterbitkan kedua SK dimaksud, yakni SK untuk Amelia A. Yani tanggal 15 November 2010 sedangkan SK untuk H. Rouchim tanggal 19 Desember 2011.
"Halaman pertama SK Nomer M. HH. 17.AH.11.01 Tahun 2011 Tanggal 19 Desember 2011 yang ditandatangani oleh Menteri Hukum dan HAM RI Amir Syamsudin tertulis Partai Peduli Rakyat Nasional namun pada halaman empat lampiran surat keputusan yang merupakan satu kesatuan tak terpisahkan tertulis Partai Nasional Republik (NASREP) dengan susunan badan pengurus lengkap. Kesalahan yang terjadi disini sangat substansial sehingga tidak serta merta dirubah dengan diktum, Apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan maka surat keputusan ini akan ditinjau kembali dan diperbaiki sebagaimana mestinya. Dalam SK nomer M.HH. 17.AH.11.01 Tahun 2011 Tanggal 19 Desember 2011 tidak ada pernyataan baik secara implisit maupun eksplisit mencabut atau menggugurkan SK Nomer M.HH. 17.AH.11.01 Tahun 2011 tanggal 15 November 2010," tegas Aloysius.
Itu berarti, tegas Sekretaris DPW PPRN NTT, Kementerian Hukum dan HAM tetap mengakui Kepemimpinan Amelia A. Yani. Mengenai pengakuan itu, Aloysius juga membeberkan beberapa bukti seperti Mahkamah Konstitusi melalui keputusan 131/PHPULD-IX/2011 tanggal 18 Januari 2012 memerintahkan KPU Jayapura untuk melakukan proses pilkada ulang dengan mengakomodir Paket Fredrik Sokoy dan La Achmadi (paket yang diusung oleh PPRN versi Amelia Yani dan menggugurkan Paket Mozes Kallem dan Bustomi Eka Prayitno, yang diusung oleh Made Rahman Marasabessy meskipun Pemilukada Jayapura sudah memasuki putaran kedua.
"Masalah surat keputusan tanggal 19 Desember 2011 ini sudah disikapi Amelia A. Yani dengan menyurati Presiden Susilo Bambang Yudoyono dan tembusan ke instansi terkait, yakni Menkopolhukam RI, Mensesneg RI, Mendagri, Inspektorat Jenderal Kemnterian Hukham RI, Ketua DPR RI, Ketua Komisi III DPR RI, Komisi Yudisial, KPU Pusat dan KPUD seluruh Indonesia.
Mengenai fatwa Mahkama Agung RI, Sekretaris DPW PPRN juga mengatakan sesuai konsiderans yang dijadikan sebagai dasar oleh Menteri Hukum dan HAM RI dalam menerbitkan SK nomer M.HH. 17.AH.11.01 tahun 2011 Tanggal 19 Desember 2011 tersebut sesungguhnya terdapat beberapa pertimbangan hukum yang keliru. Putusan Mahkamah Agung, tegas Aloysius nomer 194 K/TUN/2011 tanggal 04 Juli 2011 amar putusannya sama sekali tidak mencabut atau membatalkan SK Nomor M.HH. 17.AH.11.01 Tanggal 15 November 2010 tentang Kepengurusan PPRN dibawah kepemimpinan Amelia A. Yani.
"Fatwa Nomor 68 Td.TUN/ X/ 2011 tanggal 25 Oktober 2011 dari Mahkamah Agung yang juga dijadikan sebagai dasar bagi Menteri Hukum dan HAM dalam mengeluarkan SK Nomor M.HH. 17.AH.11.01 Tahun 2011 Tanggal 19 Desember 2011 ditandatangani oleh Paulus Efendi Lotulung, Hakim Agung yang memeriksa perkara kasus yang diajukan H. Rouchim dan Joller Sitorus Ketua Umum dan Sekjen versi SK Nomor M.HH. 17.AH.11.01 Tahun 2011 Tanggal 19 Desember 2011 sesungguhnya menyalahi ketentuan perundang- undangan yang berlaku," tegas Aloysius sembari mengatakan sesuai ketentuan hukum yang berlaku, kewenangan Mahkamah Agung dalam memberikan pendapat hukum (fatwa) sesuai ketentuan pasal 37 undang-undang nomor 5 tahun 2004 tentang perubahan atas undang nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung jo.
Ditegaskan lebih lanjut, sesuai pasal 27 undang-undang nomor 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman yang pada intinya Mahkamah Agung dapat memberikan pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum baik diminta maupun tidak kepada lembaga tinggi Negara yang lain dan dapat memberikan keterangan, pertimbangan dan nasehat masalah hukum kepada lembaga Negara dan lembaga pemerintahan apabila diminta.
Dengan demikian secara hukum Mahkamah Agung hanya berwenang menerbitkan pendapat hukum (fatwa) semata-mata apabila dimohonkan oleh lembaga negara dan lembaga pemerintahan. Hal itu juga berarti Mahkamah Agung tidak berwenang menerbitkan fatwa atas permintaan H. Rouchim dan Joller Sitorus. "Sesungguhnya sebuah Fatwa Hukum yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung harus melalui mekanisme rapat pimpinan Mahkamah Agung terlebih dahulu.
Pejabat yang berwenang menandatangani fatwah Mahkamah Agung RI tersebut merupakan kewenangan mutlak dari Ketua Mahkamah Agung RI. Sesuai investigasi DPP PPRN Amelia Yani di Mahkamah Agung RI, ternyata sebelum diterbitkannya Surat Nomor 68/Td. TUN/X/2011 tertanggal 25 Oktober 2011 tidak pernah ada rapat pimpinan Mahkamah Agung yang khusus membahas hal tersebut dan ternyata surat tersebut juga tidak ditandatangani oleh Ketua Mahkamah Agung sebagaimana seharus suatu pendapat hukum atau fatwa dari Mahkamah Agung RI," tegas Aloysius. Dengan demikian, lanjutnya, surat tersebut yang ditandatangani Hakim Agung Paulus Efendy Lotulung selaku Ketua Muda Tata Usaha Negara urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara Mahkamah Agung RI bukanlah merupakan pendapat hukum atau fatwa Mahkamah Agung RI.
Mengenai pengunduran diri Amelia Yani selaku ketua umum PPRN yang kemudian dijadikan dasar oleh Kubu Made Rahman Marasabesy dan Thomas Ola Langoday untuk mengabsahkan kepengurusan mereka pengadilan negeri Jakarta Selatan dinilai sebagai tindakan sepihak dan tidak merugikan pihak manapun.
Ditegaskan juga sesuai keterangan saksi ahli yang dihadirkan pada perkara kasus gugatan Thomas Ola Langoday terhadap Amelia Yani di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, seorang ketua umum dipilih melalui Munas karena itu ketika mengundurkan diri maka harus melalui munas atau kongres. Pengunduran diri Amelia Yani dalam kasus ini tidak serta merta mempunyai kekuatan hukum yang berlaku. "Berbeda jika Amelia A. Yani adalah anggota partai biasa maka pengunduran diri itu mempunyai kekuatan hukum. Amelia Yani justeru selanjutnya menyelenggarakan munas luar biasa pada tanggal 21- 22 Juli 2011 untuk mempertanggungjawabkan masalah pengunduran dirinya di hadapan 31 Dewan Pimpinan Wilayah dan 264 Dewan Pimpinan Daerah PPRN yang hadir. Semua peserta Munaslub secara bulat meminta Amelia A. Yani untuk tetap menjabat sebagai Ketua Umum PPRN," tegas Aloysius
Diakhir wawancaranya, dia menegaskan jika sesuai dasar itulah maka Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah menolak gugatan Thomas Ola Langoday dengan nomor perkara 410/Pdt.G/ 2011 PN Jakarta Selatan pada tanggal 20 Desember 2011, dan Made Rahman Marasabessy sendiri telah mencabut gugatannya, karena pokok perkaranya sama yaitu tentang pengunduran diri Amelia Yani. "Rekaman suara pengunduran diri Amelia Yani yang diperdengarkan Made Rahman Marasabessy pada saat pendaftaran salah satu paket di KPU Kota Kupang sesungguhnya suatu rekayasa murahan untuk mempengaruhi opini publik. Sebagai salah satu partai pengusung Paket AMAN dalam Pilkada Kota Kupang kami menghimbau kepada semua simpatisan Paket AMAN agar tetap tenang," tegas Aloysius Gagol diiyakan Pengurus DPD PPRN Kota Kupang versi Amelia Yani.(mg-10)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PDIP Cabut Dukungan kepada Bupati Ismet
Redaktur : Tim Redaksi