Prabowo Diminta Hati-Hati soal Pengalihan Subsidi BBM menjadi BLT

Senin, 04 November 2024 – 10:50 WIB
Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat meminta pemerintah berhati-hati soal pengalihan subsidi BBM menjadi BLT. Ilustrasi: Foto: Ricardo/jpnn.com

jpnn.com, JAKARTA - Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat meminta pemerintah berhati-hati soal pengalihan subsidi BBM menjadi Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan penghapusan Pertalite.

Sebab, berpotensi berdampak besar kepada perekonomian.

BACA JUGA: Pemerintah Berencana Alihkan Subsidi BBM jadi BLT, tetapi

Pertama, pengalihan subsidi BBM ke BLT memiliki dua risiko utama, yaitu soal akurasi data penerima dan risiko ketergantungan yang makin dalam terhadap subsidi pemerintah.

Kedua, wacana penghapusan Pertalite dengan menggantinya menjadi Pertamax Green 92 akan membuat harga BBM makin mahal bagi masyarakat luas.

BACA JUGA: Layani Energi ke Pelosok Negeri, Pertamina Tambah Penyalur 40 BBM Satu Harga

"Selama ini mengandalkan BBM jenis Pertalite sebagai pilihan yang lebih terjangkau," ucap Nur Hidayat dikonfirmasi JPNN, Senin (4/11).

Menurutnya, kenaikan ini tentu saja akan menambah beban pengeluaran bagi rumah tangga kelas menengah ke bawah, yang bisa memicu ketidakstabilan sosial dan potensi kerusuhan.

Tantangan Data Penerima BLT

Masalah pertama yang harus diwaspadai adalah akurasi data penerima BLT.

Nur Hidayat memaparkan dalam pengalaman sebelumnya, distribusi BLT sering kali menghadapi tantangan validasi data penerima.

Tidak semua masyarakat yang benar-benar membutuhkan bisa terdaftar, sementara mereka yang tidak seharusnya menerima justru terdata sebagai penerima.

"Masalah ini disebabkan oleh kurangnya pembaruan data penduduk dan infrastruktur pencatatan yang belum memadai di berbagai wilayah Indonesia," kata Nur Hidayat.

Nur Hidayat menyebut kondisi ini bisa mengakibatkan ketidakpuasan di kalangan masyarakat, terutama bagi mereka yang terdampak langsung oleh penghapusan subsidi BBM tetapi tidak mendapat BLT sebagai kompensasi.

Oleh karena itu, untuk mencegah masalah ini, pemerintah perlu melakukan verifikasi dan pembaruan data secara cermat.

Namun, ini membutuhkan waktu dan biaya yang besar. Jika data penerima tidak akurat, maka alokasi BLT bisa salah sasaran dan malah memperburuk situasi sosial ekonomi.

"Prabowo perlu memastikan bahwa kebijakan BLT tidak akan menimbulkan kesenjangan baru atau ketidakadilan dalam distribusinya," ujar Nur Hidayat.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan subsidi BBM dan listrik rencananya akan disalurkan dengan skema bantuan langsung tunai (BLT).

"Opsi A bisa ke BLT langsung, Opsi B-nya nanti kami pikirkan. Ada beberapa opsi lah tetapi belum ada keputusan," kata Menteri Bahlil dikutip, Minggu (3/11).

Bahlil menjelaskan pemerintah juga masih mencari formulasi skema distribusi BBM dan listrik subsidi yang lebih tepat sasaran, serta akan bertahap memberikan bantuan tersebut untuk penggunaan LPG.(mcr10/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
BBM   BLT   Subsidi BBM   ESDM   Perekonomian  

Terpopuler