Prabowo Dinilai tak Asal Ucap

Kamis, 07 Agustus 2014 – 16:15 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar, Prof Juajir Sumardi, menilai analogi calon presiden Prabowo Subianto yang menyebut pemilihan presiden di Indonesia seperti di negara totaliter, fasis dan komunis, bahkan lebih buruk dari Korea Utara (Korut), memiliki dasar logika.

Menurutnya, pendapat yang disampaikan capres nomor urut 1 dalam sidang perdana perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang digelar di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (6/8), tidak sebatas asal ucap.

BACA JUGA: Prabowo Dinilai Gelap Mata

Menurutnya, sangat tidak mungkin pasangan Prabowo-Hatta mendapat nol suara di ratusan tempat pemungutan suara (TPS), di tengah dukungan mayoritas partai politik besar yang memiliki basis massa maupun pengurus hingga ke tingkat daerah.

"Itu kan asumsi, kita bicara dalam ranah asumsi. Ketika kondisinya di beberapa TPS itu zero point atau tidak ada suaranya, maka secara logika bisa dipatahkan dengan adanya keberadaan partai politik, partai pendukung itu di mana-mana ada. Apalagi pengurus partai itu punya keluarga dan berada di setiap kabupaten kota," ujarnya  saat dihubungi dari Jakarta, Kamis (7/8).

BACA JUGA: Dahlan: Perikanan Nusantara Sudah Bangun dari Pingsan

Selain memiliki pengurus, pasangan capres yang diusung koalisi Merah-Putih tersebut, kata Juajir, juga memiliki saksi di setiap TPS.

"Masa mereka tidak memilih. Kalau nilainya sedikit dan ada pemilihnya, itu tidak ada masalah. Tapi kalau nilainya kosong dan tidak ada pemilihnya, ini yang aneh secara logika akal sehat dan tidak masuk di akal," tuturnya.

BACA JUGA: Tangkap WNI yang Gabung ISIS

Juajir mencontohkan seperti di Makassar, Sulawesi Selatan.  Meski merupakan basis pemilih calon wakil presiden Jusuf Kalla, namun di setiap TPS yang ada, rata-rata Prabowo-Hatta tetap memeroleh suara walaupun angkanya tidak besar.

"Artinya ada pemilih Prabowonya. Nah ini bisa menjadi bahan pembanding di daerah-daerah lain yang kosong tersebut," ujarnya.

Karena itu, Juajir menilai pernyataan Prabowo yang menyebut ada kecurangan pelaksanaan pemilu yang terjadi secara terstruktur, masif, dan sistemik sangat masuk akal.

Alasannya, pada daerah-daerah yang disebut perolehan suara Prabowo-Hattta nol, diduga terjadi intervensi. Ada pihak penyelenggara atau aparat yang terlibat dalam proses kecurangan dan terjadi secara masif.

Indikator terstrukturnya, kata Juajir, seperti adanya surat suara yang dicoblos sendiri oleh para petugas atau penyelenggara pemilu di daerah tersebut.

"Sementara indikator sistematiknya itu dugaan yang sifatnya terencana. Seperti mengenai DPT (daftar pemilih tetap) dan pemuktahiran data DPT yang tidak dilakukan dan sebagainya, atau ada keterlibatan pihak-pihak luar yang memengaruhi penyelenggara pemilu seperti pihak asing. Itu yang saya tangkap dari statemennya pak prabowo," ungkapnya.

Namun begitu, praduga atau prasangka-prasangka tersebut menurut Juajir kemudian, harus disertai bukti-bukti yang kuat dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi selanjutnya.

"Artinya dugaan-dugaan itu harus didukung oleh instrumen-instrumen pembuktian di dalam persidangan untuk memperkuat argumen-argumen tersebut," ujarnya. (gir/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pramono Anung Akui Rumah Transisi Jokowi Sepi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler