jpnn.com, JAKARTA - Direktur Survey and Polling Indonesia (SPIN), Igor Dirgantara menyampaikan hasil survei yang dilakukan pihaknya. Survei tersebut dilakukan untuk mengukur potensi elektabilitas tokoh nasional yang masuk dalam bursa Calon Presiden 2024 mendatang.
Ada tiga nama besar yang paling unggul di dalam survei ini, antara lain Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan.
BACA JUGA: Besok Para Ketum Parpol Koalisi Berkumpul di Rumah Prabowo, Bahas Apa?
Dari data yang ditemukan oleh Igor dalam survei ini, menunjukkan bahwa Prabowo Subianto masih konsisten berada di puncak tangga elektabilitas ketimbang 13 (tiga belas) tokoh nasional yang dimunculkan dalam kuesioner.
"Prabowo masih memuncaki elektabilitas calon Presiden dengan 34,6%. Keterpilihan terbesar ke-2 dan ke-3 masih ditempati Ganjar dan Anies dengan persentase masing-masing 24,8% dan 18,5%," kata Igor dalam rilis survei yang dilakukan, Kamis (12/10).
BACA JUGA: Kenapa Prabowo Pilih Gibran? Ini Penjelasan Ketua Harian Partai Gerindra Dasco
Lalu ketika dikerucutkan dalam kuesioner hanya dimasukkan 3 (tiga) nama, Prabowo masih tetap unggul. Yakni, Prabowo Subianto berada di 39,9%, Ganjar Pranowo 31,1% dan Anies Baswedan 21,7% dengan undecided voters 7,3%.
Alasan Prabowo Ungguli Ganjar dan Anies
BACA JUGA: Prabowo Kalahkan Anies di Pemilih PKB, Pakar: Sudah Telanjur Jatuh Hati
Dilihat dari beberapa faktor, Igor mendapati alasan mengapa Prabowo Subianto masih tetap unggul di tangga elektabilitas di surveinya.
"Hasil analisa SPIN menemukan ada 4 faktor yang menyebabkan elektabilitas Prabowo naik," ujarnya.
Pertama menurut Igor adalah peran Joko Widodo yang cukup intens memberikan sinyal tentang dukungannya kepada Prabowo Subianto untuk maju dalam bursa Pilpres 2024. Ditambah lagi soal sikap Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mendukung Prabowo sebagai calon Presiden.
"Adanya Jokowi effect dan SBY effect terhadap Prabowo sebagai Capres 2024 dan terbentuknya Koalisi Indonesia Maju. Masyarakat menilai bahwa sebagai capres 2024 Prabowo secara riil di-endorse oleh dua Presiden Indonesia yang berkuasa selama dua periode (10 tahun)," terangnya.
Alasan kedua disampaikan Igor adalah sikap Ganjar Pranowo yang cenderung blunder terkait beberapa aspek. Yang paling senter adalah soal penolakan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U 20 lalu.
"Blunder yang dilakukan oleh Ganjar Pranowo sendiri, seperti gagalnya Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20. Ditambah lagi publik menilai Ganjar tidak berdaulat. Berbeda dengan Prabowo yang lebih berdaulat sebagai ketua umum partai (Gerindra) ketimbang Ganjar sebagai petugas Partai dari PDIP," jelas Igor.
Ketiga menurut Igor adalah soal Food Estate. Dimana proyek strategis nasional itu sebenarnya adalah program Presiden Joko Widodo yang dijalankan oleh Menteri Pertahanan.
Sementara PDIP sebagai partai asal Jokowi justru melakukan serangan politik terhadap proyek tersebut, yang artinya banyak publik menilai bahwa PDIP sebenarnya sedang melakukan serangan politik ke Jokowi, bukan ke Prabowo secara langsung.
"Blunder yang dilakukan oleh PDIP sendiri seperti kritikan kerasnya terhadap proyek food estate dari Menhan. Padahal Presiden Jokowi tegas mengatakan tidak ada visi-misi menteri, yang ada adalah visi presiden," sambungnya.
Lalu yang keempat menurut Igor adalah narasi negatif yang disampaikan oleh Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang yang mengatakan bahwa seorang presiden harus memiliki istri.
Secara legal formil tentu tidak ada aturan yang memberikan syarat seorang capres ataupun cawapres harus memiliki istri.
Sehingga apa yang dinarasikan Hanura yang notabane partai koalisi PDIP justru membuat banyak publik antipati terhadap Ganjar.
"Blunder yang dilakukan oleh salah satu Ketum partai pendukungnnya, Hanura, yang mengatakan bahwa presiden harus punya istri. Tidak ada konteksnya membicarakan kompetensi seorang capres dengan kepemilikan seorang istri. Faktanya banyak presiden di berbagai negara yang berstatus single. Sebut misalnya presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden Korea Selatan Park Gen Hye (2013-2017), mantan PM Belanda Mark Rutte (2010), Presiden Filipina Benigno Aquino III (2010-2016), dan lain-lain," papar Igor.
Terakhir, yang kelima dijelaskan Igor adalah soal narasi hoaks yang dilontarkan oleh para pendukung Ganjar Pranowo yang dinilainya justru memberikan efek positif kepada Prabowo Subianto.
Salah satunya yang disebut Igor adalah soal fitnah Menhan tampar Wamentan di tengah rapat kabinet yang dilontarkan oleh bos Seword, Alifurrahman Alifurrahman S Asyari yang notabane adalah pendukung Ganjar Pranowo.
"Hoax yang disebar oleh buzzer pendukung Ganjar untuk mendeskritkan Prabowo, seperti berita bohong terkait penamparan Wamentan oleh Menhan di rapat kabinet," jelas Igor.
Faktanya, kabar yang dinarasikan oleh relawan Ganjar Pranowo yang notabane adalah politisi PDIP tersebut akhirnya dibantah oleh dua tokoh, yakni Wamentan Harvick Hasnul Qolbi dan juga Presiden Jokowi sendiri.
"Tidak hanya Wamentan yang membantah berita hoaks tersebut, bahkan Presiden Jokowi pun sampai harus mengatakan bahwa berita itu tidak benar dan Prabowo adalah orang yang sabar," tambahnya.
Simulasi Head to Head
Dalam survei ini, SPIN juga mengukur potensi jika dilakukan simulasi head to head, di mana Prabowo berhadapan dengan Ganjar, dan Prabowo berhadapan dengan Anies Baswedan. Hasilnya Prabowo masih unggul telak dari keduanya.
Prabowo vs Ganjar, hasilnya Prabowo 50,9% dan Ganjar 38% dengan undecided voters 11,1%. Sementara Prabowo vs Anies hasilnya Prabowo 56,7% dan Anies 30,8% dengan undecided voters 12,5%.
Survei ini dilakukan oleh SPIN dengan rentang waktu 29 September-7 Oktober 2023. Setidaknya, ada 1.230 sampel responden yang disebar di 34 provinsi di Indonesia dengan Margin of Error -/+ 2,8% serta tingkat kepercayaan 95%, di mana responden adalah penduduk yang berusia 17 tahun keatas atau yang telah memiliki KTP.
Teknik sebaran sampel yang digunakan adalah multistage random sampling. Sementara teknik pengumpulan data lapangan menggunakan direct interview dengan bantuan kuesioner.
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif